Mohon tunggu...
Adinda Aurellia Zahra
Adinda Aurellia Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Students at Airlangga University, Majoring in Accounting, who likes photography and fiction.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Fast Fashion dan Budaya Konsumerisme, Apa Hubungannya?

3 Juni 2022   19:52 Diperbarui: 3 Juni 2022   20:09 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fashion berasal dari bahasa latin, factio, yang artinya melakukan atau membuat. Dalam masyarakat kontemporer barat, fashion diartikan sebagai suatu dandanan, gaya dan busana yang dikenakan seseorang. Saat ini, fashion tidak dapat dipisahkan dengan gaya hidup manusia. 

Baju dan aksesoris fashion yang dikenakan bukan hanya sebagai penutup tubuh, namun juga sebuah alat komunikasi untuk menyampaikan identitas pribadi. Selain itu, fashion juga menjadi alat untuk mengekspresikan diri. 

Globalisasi menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat menjadikan fashion sebagai sarana untuk berpenampilan modern. Dalam hal ini, masyarakat berlomba-lomba untuk membeli pakaian baru yang sedang tren. Mereka ingin terlihat modis dengan mengikuti gaya hidup pada kelas sosial tertentu. Pada akhirnya, fashion menjadi sebuah wadah untuk memuaskan keinginan seseorang, bukan hanya sebagai kebutuhan dasar manusia. 

Keinginan berlebih masyarakat akan pakaian baru memunculkan kapitalisme industri yang membuat fashion sebagai bagian dari pemasaran kapitalis.  Kapitalisme industri adalah suatu metode produksi yang bertujuan untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. 

Dikemukakan oleh Wilson dan Faurschou (dalam Shinta Fairus, 2018) bahwa industri ini awalnya mengenalkan komoditas fashion sebagai kebutuhan dasar, namun seiring perkembangan zaman, fashion menjadi suatu kebutuhan untuk menentukan kelas sosial seseorang. 

Kata 'fashionable' akhirnya muncul di media dan membuat masyarakat semakin ingin mengikuti perkembangan dunia fashion, hal ini biasa disebut trend fashion. Perputaran fashion ini membuat para produsen memproduksi komoditas fashion secara massal dengan harga yang lebih terjangkau.

Percepatan industri fashion ini didukung dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan produsen membuat lebih banyak produk dalam waktu yang lebih singkat. Pemasaran yang semakin cepat untuk memenuhi konsumsi masyarakat ini disebut fast fashion.

Konsumsi masyarakat akan kebutuhan dasar yang berlebihan ini memunculkan sikap konsumtif. Perilaku konsumtif yang sudah menjadi kebiasaan di masyarakat menimbulkan budaya konsumerisme. Budaya konsumerisme terjadi karena perubahan perilaku manusia yang membeli produk secara berlebihan tanpa mempertimbangkan nilai gunanya. 

Menurut Scholte (dalam Wening Sri, 2015), konsumerisme merupakan perilaku manusia yang memperoleh atau membeli dengan cepat berbagai barang hanya untuk memenuhi kepuasan yang berlangsung sebentar. Budaya ini menimbulkan sikap konsumtif pada masyarakat. 

Sikap konsumtif ini membuat masyarakat sulit untuk membedakan barang yang merupakan kebutuhan dan barang yang merupakan keinginan. Barang yang diinginkan biasanya dibeli hanya untuk kepuasan semata.

Lalu apa hubungan fast fashion dengan budaya konsumerisme?

Fast fashion yang awalnya dianggap sebagai suatu model bisnis yang inovatif dengan supply chain dan distribusi yang efektif dan efisien, malah memunculkan berbagai permasalahan baru di masyarakat. Muncul fakta bahwa produksi fast fashion ini menyimpang dari kode etik dan menimbulkan persoalan lingkungan. 

Produsen banyak melimpahkan proses produksi ke negara berkembang karena upah pekerja yang relatif murah. Upah yang didapatkan pekerja tidak sebanding dengan jam kerja yang padat dan keselamatan dalam kerja yang seringkali diabaikan oleh perusahaan. Selain itu, limbah dari produksi produk fashion juga menyebabkan berbagai pencemaran lingkungan seperti air sungai yang tercemar karena limbah buangan sisa pewarnaan kain.

Dampak dari fast fashion akhirnya menyebar dari masalah lingkungan, penyimpangan kode etik pekerja, dan akhirnya menimbulkan budaya konsumtif di masyarakat. Perilaku konsumtif masyarakat untuk membeli berbagai jenis produk fashion dapat menimbulkan budaya konsumerisme. 

Budaya ini ditandai dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan yang memudahkan masyarakat untuk berbelanja produk fashion. Perkembangan teknologi yang memunculkan e-commerce juga membuat masyarakat lebih mudah untuk membeli dan mengkonsumsi berbagai produk fashion. 

Penjelasan diatas menyimpulkan bahwa hubungan antara fast fashion dan budaya konsumerisme adalah suatu hubungan sebab-akibat. Ini terjadi karena adanya trend fashion yang diciptakan produsen melalui produksi secara massal berbagai produk fashion, fast fashion, membuat masyarakat selalu ingin tampil fashionable. 

Trend fashion inilah yang membuat masyarakat akhirnya memutuskan untuk membeli berbagai produk fashion yang dipasarkan secara cepat hanya untuk kepuasan semata. Hal ini yang menyebabkan budaya konsumerisme semakin menjamur di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun