Fast fashion yang awalnya dianggap sebagai suatu model bisnis yang inovatif dengan supply chain dan distribusi yang efektif dan efisien, malah memunculkan berbagai permasalahan baru di masyarakat. Muncul fakta bahwa produksi fast fashion ini menyimpang dari kode etik dan menimbulkan persoalan lingkungan.Â
Produsen banyak melimpahkan proses produksi ke negara berkembang karena upah pekerja yang relatif murah. Upah yang didapatkan pekerja tidak sebanding dengan jam kerja yang padat dan keselamatan dalam kerja yang seringkali diabaikan oleh perusahaan. Selain itu, limbah dari produksi produk fashion juga menyebabkan berbagai pencemaran lingkungan seperti air sungai yang tercemar karena limbah buangan sisa pewarnaan kain.
Dampak dari fast fashion akhirnya menyebar dari masalah lingkungan, penyimpangan kode etik pekerja, dan akhirnya menimbulkan budaya konsumtif di masyarakat. Perilaku konsumtif masyarakat untuk membeli berbagai jenis produk fashion dapat menimbulkan budaya konsumerisme.Â
Budaya ini ditandai dengan semakin banyaknya pusat perbelanjaan yang memudahkan masyarakat untuk berbelanja produk fashion. Perkembangan teknologi yang memunculkan e-commerce juga membuat masyarakat lebih mudah untuk membeli dan mengkonsumsi berbagai produk fashion.Â
Penjelasan diatas menyimpulkan bahwa hubungan antara fast fashion dan budaya konsumerisme adalah suatu hubungan sebab-akibat. Ini terjadi karena adanya trend fashion yang diciptakan produsen melalui produksi secara massal berbagai produk fashion, fast fashion, membuat masyarakat selalu ingin tampil fashionable.Â
Trend fashion inilah yang membuat masyarakat akhirnya memutuskan untuk membeli berbagai produk fashion yang dipasarkan secara cepat hanya untuk kepuasan semata. Hal ini yang menyebabkan budaya konsumerisme semakin menjamur di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H