Mohon tunggu...
Adinda Putri Dwi Lestari
Adinda Putri Dwi Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Seorang mahasiswi D4 Kearsipan dan Infomasi Digital Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Garam Ruqyah: Antara Kepercayaan Spiritual dan Strategi Bisnis

5 Januari 2025   11:17 Diperbarui: 5 Januari 2025   11:17 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era digital, fenomena produk berlabel spiritual semakin menjamur di tengah masyarakat. Salah satu contoh menarik adalah "garam ruqyah." Produk ini dijual dengan klaim telah melalui proses doa tertentu sehingga memiliki manfaat lebih dibandingkan garam biasa. Harga yang ditawarkan pun jauh melampaui harga garam biasa---dari Rp3.000 hingga Rp6.000 per kilogram menjadi Rp150.000 hingga Rp200.000 per kilogram.

Pertanyaannya, mengapa masih banyak masyarakat yang percaya pada produk seperti ini, meski klaimnya sulit diverifikasi?

Kepercayaan Tradisional dan Pemasaran Modern

Kepercayaan pada kekuatan spiritual dalam barang sehari-hari bukanlah hal baru. Sejak dulu, tradisi masyarakat Indonesia sangat erat dengan ritual dan doa. Namun, yang menarik dari fenomena garam ruqyah adalah bagaimana unsur tradisi ini dikemas ulang dengan pendekatan modern untuk menarik konsumen.

Penjual garam ruqyah sering kali menggunakan narasi yang menyentuh sisi spiritual pembeli. Mereka menjelaskan bahwa garam ini telah didoakan oleh tokoh agama atau melalui ritual tertentu sehingga tidak perlu lagi didoakan sebelum digunakan. Hal ini dianggap memberi "kemudahan" bagi pembeli, terutama yang sibuk namun ingin tetap menjaga nilai spiritual dalam hidup mereka.

Psikologi Konsumen: Mengapa Produk Ini Diminati?

Ada beberapa alasan mengapa masyarakat percaya dan bersedia membayar mahal untuk produk seperti garam ruqyah:

1. Efek Placebo

 Produk dengan klaim spiritual seringkali memberikan efek psikologis positif bagi konsumen. Mereka merasa lebih tenang dan yakin bahwa produk ini akan membawa manfaat lebih, meski secara ilmiah tidak ada bukti yang mendukung klaim tersebut.

2. Rasa Aman

 Kepercayaan terhadap doa atau ritual tertentu memberikan rasa aman kepada konsumen. Mereka merasa telah melakukan sesuatu yang benar secara spiritual dengan membeli produk tersebut.

3. Pegaruh Sosial

 Narasi yang kuat dan testimoni dari orang lain sering kali membuat konsumen terpengaruh. Misalnya, jika seorang tokoh agama atau figur publik mendukung produk ini, masyarakat cenderung lebih percaya dan tertarik membelinya.

Komodifikasi Agama atau Inovasi Bisnis?

Fenomena ini memunculkan perdebatan: apakah garam ruqyah merupakan bentuk inovasi bisnis yang sah atau justru komodifikasi agama?

Di satu sisi, penjual memanfaatkan kebutuhan spiritual masyarakat untuk menciptakan produk yang menarik. Namun, di sisi lain, hal ini bisa dianggap mengeksploitasi kepercayaan agama demi keuntungan finansial.

Pemerintah dan masyarakat perlu lebih kritis dalam menghadapi fenomena seperti ini. Transparansi dalam pemasaran, serta edukasi mengenai pentingnya membedakan kebutuhan spiritual dengan strategi pemasaran, sangat diperlukan.

Kesimpulan

Fenomena garam ruqyah mencerminkan kompleksitas hubungan antara tradisi, spiritualitas, dan bisnis di era modern. Masyarakat perlu bijak dalam menyikapi produk semacam ini dengan mempertimbangkan rasionalitas dan bukti ilmiah, tanpa mengesampingkan kepercayaan pribadi.

Melalui diskusi yang sehat dan edukasi yang baik, kita dapat membangun masyarakat yang lebih kritis terhadap produk-produk berlabel spiritual, sekaligus menghargai nilai-nilai tradisi yang menjadi bagian dari identitas kita. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun