3. Pegaruh Sosial
 Narasi yang kuat dan testimoni dari orang lain sering kali membuat konsumen terpengaruh. Misalnya, jika seorang tokoh agama atau figur publik mendukung produk ini, masyarakat cenderung lebih percaya dan tertarik membelinya.
Komodifikasi Agama atau Inovasi Bisnis?
Fenomena ini memunculkan perdebatan: apakah garam ruqyah merupakan bentuk inovasi bisnis yang sah atau justru komodifikasi agama?
Di satu sisi, penjual memanfaatkan kebutuhan spiritual masyarakat untuk menciptakan produk yang menarik. Namun, di sisi lain, hal ini bisa dianggap mengeksploitasi kepercayaan agama demi keuntungan finansial.
Pemerintah dan masyarakat perlu lebih kritis dalam menghadapi fenomena seperti ini. Transparansi dalam pemasaran, serta edukasi mengenai pentingnya membedakan kebutuhan spiritual dengan strategi pemasaran, sangat diperlukan.
Kesimpulan
Fenomena garam ruqyah mencerminkan kompleksitas hubungan antara tradisi, spiritualitas, dan bisnis di era modern. Masyarakat perlu bijak dalam menyikapi produk semacam ini dengan mempertimbangkan rasionalitas dan bukti ilmiah, tanpa mengesampingkan kepercayaan pribadi.
Melalui diskusi yang sehat dan edukasi yang baik, kita dapat membangun masyarakat yang lebih kritis terhadap produk-produk berlabel spiritual, sekaligus menghargai nilai-nilai tradisi yang menjadi bagian dari identitas kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H