Pendidikan adalah proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu. Pendidikan mencakup berbagai tingkatan, mulai dari pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan tinggi hingga pendidikan informal seperti, pengalaman pribadi sehari-hari di masyarakat. Pendidikan mencakup berbagai aspek, termasuk:
- Akademik
- Karakter dan Moral
- Keterampilan Hidup
- Sosialisasi
- Pengembangan Pribadi
- Kesehatan Mental
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan budi pekerti, intelektual, dan fisik anak. Ia memandang pendidikan sebagai proses yang bertujuan untuk memajukan pertumbuhan karakter yang baik, meningkatkan kecerdasan, dan menjaga kesehatan. Tujuan pendidikan dibagi menjadi tiga aspek:
- Membentuk Budi Pekerti yang Halus
- Meningkatkan Kecerdasan
- Memperoleh Kesehatan yang Optimal
Media sosial adalah platform digital yang memungkinkan para penggunanya untuk berinteraksi, berbagi konten, serta terhubung dengan orang lain di seluruh dunia. Media sosial ini memerankan peranan penting dalam membentuk opini publik dan memengaruhi perilaku individu. Â Apalagi di era globalisasi sekarang, kita sebagai warga digital seharusnya menyaring mana konten yang negatif dan positif agar kita tidak terikut arus yang salah.
Dalam film Budi Pekerti, pendidikan dan etika menjadi inti dari konflik yang dialami oleh Bu Prani (pemeran utama). Bu Prani merupakan seorang guru bimbingan konseling yang berpegang tegung pada prinsip moral. Sebagai sosok pendidik, Bu Prani merasa tidak senang saat ada seorang bapak-bapak yang menyerobot antrean kue putu di pasar, maka dari itu Bu Prani menegur orang tersebut demi menanamkan sikap yang benar dalam masyarakat. Namun, tindakannya tersebut justru membawanya ke dalam konflik yang tidak terduga ketika, potongan video berdurasi 20 detik yang memperlihatkan dirinya mengumpat "Asui" sedangkan Bu Prani mengatakan "Ah Suwi" yang berarti lama. Vidio singkat itu langsung viral di media sosial.
Peristiwa ini menggambarkan bagaimana masyarakat saat ini sering kali terlalu cepat memberikan penilaian berdasarkan informasi yang tidak utuh. Media sosial memungkinkan setiap orang untuk menjadi "juri" dalam hitungan detik tanpa mengetahui konteks penuh dari suatu peristiwa, dan ini menciptakan efek domino dalam kehidupan nyata.Â
Dalam kasus Bu Prani, misalnya, video singkat yang menunjukkan dirinya sedang marah di pasar menjadi titik balik yang tidak terduga, membawa beban sosial yang berat bagi keluarganya dan merusak reputasi baiknya sebagai pendidik.Â
Efek dari media sosial juga menggarisbawahi pentingnya literasi digital bagi masyarakat, terutama dalam membedakan antara informasi yang relevan dan tidak relevan. Seperti yang dialami karakter Bu Prani, terkadang persepsi publik terhadap seseorang terbentuk hanya dari sudut pandang terbatas, tanpa memberikan ruang untuk klarifikasi atau kebenaran.Â
Literasi digital menjadi penting agar masyarakat tidak hanya memahami cara menggunakan teknologi, tetapi juga bijaksana dalam menilai dan menyikapi konten yang dilihatnya. Dalam konteks pendidikan, hal ini juga perlu diajarkan pada siswa sejak dini untuk membantu mereka memahami cara berinteraksi secara positif di ruang digital.
Ternyata video viral tersebut berdampak besar pada kehidupan keluarga Bu Prani, di mana setiap anggota keluarga merasakan dampaknya. Seperti Tita anak pertama Bu Prani yang mendapat kecaman dari teman-teman bermain musiknya sedangkan Muklas anak terakhir mendapat cyberbullying karena dia merupakan seorang influencer.
 Hal ini menunjukkan betapa cepat media sosial membentuk persepsi publik dan membawa konsekuensi yang sulit dikendalikan, terutama bagi pihak yang tersudut. Dalam konteks ini, film Budi Pekerti mengangkat tema sosial tentang bagaimana pendidikan dan nilai-nilai moral yang baik dapat menjadi sorotan publik ketika dalam situasi yang tidak menguntungkan.Â
Kejadian ini menjadi refleksi bagaimana media digital dapat dengan mudahnya memengaruhi bahkan mendikte respons masyarakat digital terhadap sebuah situasi lewat video singkat ataupun foto yang pada dasarnya kita pun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Dari penjelasan di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa ada dampak positif dan juga negatif dari penggunaan media sosial.
Dampak negatif media sosial:
- Penyebaran Misinformasi: Salah satu dampak negative terbesar di media sosial karena berpotensi menyebarkan informasi yang salah atau tidak lengkap. Seperti yang dialami oleh Bu Prani dalam film, di mana penilaian cepat dari masyarakat berdasarkan video viral dapat merusak reputasi seseorang bahkan mencekam pekerjaannya.
- Cyberbullying dan Stigma Sosial: Seperti yang dapat dilihat di dalam tokoh anak-anak Bu Prani yaitu, Tita dan Muklas yang mulai mendapatkan persepsi negatif yang menyebabkan emosional yang berat.
- Dampak Kesehatan Mental: Tekanan untuk tampil sempurna dan mendapatkan validasi melalui "likes" dapat memengaruhi kepercayaan diri seseorang.
Dampak positif media sosial:
- Menyebarkan Informasi: Media sosial dapat berfungsi sebagai platform untuk menyebarkan informasi dan edukasi dengan cepat. Dalam konteks pendidikan, konten-konten bermanfaat dapat dengan mudah diakses oleh siswa dan masyarakat umum, memungkinkan mereka untuk belajar lebih banyak tentang berbagai topik.
- Kesadaran Sosial: Media sosial sering kali menjadi alat untuk mengangkat isu-isu sosial dan mempromosikan gerakan kebaikan. Kampanye yang dilakukan melalui media sosial dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang berbagai isu, termasuk pendidikan, kesehatan, dan hak asasi manusia.
Di sisi lain, karakter Gora yang merupakan seorang mantan siswa Bu Prani, adalah contoh bagaimana pendidikan karakter yang tepat mampu mengubah individu. Pada saat sekolah, Gora sangat dikenal sebagai siswa bermasalah yang sering terlibat tawuran.Â
Sebagai seorang Guru Bimbingan Konseling (BK), Bu Prani memberikan 'refleksi' (sebutan hukuman bagi Bu Prani) ke Gora untuk menggali kuburan setiap minggunya, Gora merasa tertantang dengan refleksi itu. Ia pun menggali kuburan setiap minggunya, dari refleksi yang diberikan Bu Prani-lah Gora berangsur-angsur berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
 Transformasi Gora adalah bukti bahwa pendidikan bukan hanya segala tentang akademik, tetapi juga bagaimana seorang guru membentuk sikap dan karakter siswa yang nantinya akan dibawa sepanjang hidup siswanya.
Film ini juga menyinggung relevansi SDGs nomor 4 Pendidikan Berkualitas, yang tidak hanya mencakup pembelajaran formal, tetapi juga pengembangan nilai-nilai kehidupan termasuk inklusivitas, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial.Â
Penerapan pendidikan karakter dan literasi digital menjadi semakin penting untuk menghindari kesalahpahaman sosial. Tokoh Bu Prani seorang guru BK dapat dijadikan acuan untuk para guru di luar sana untuk mengajarkan etika yang benar kepada murid agar tidak mudah dipengaruhi oleh potongan informasi yang tidak utuh melalui media sosial.
Gora juga merupakan cerminan dari dampak media sosial, di mana ia turut berperan dalam peristiwa yang terjadi pada Bu Prani, tanpa ia sadari. Sebagai alumni sekaligus mantan siswa Bu Prani yang saat ini bekerja sebagai videographer di salah satu media alternatif, Gora ikut terlibat dalam situasi yang menimpa gurunya.Â
Yang membuat ini menarik adalah, Gora yang pernah dibimbing oleh Bu Prani untuk menghargai kehidupannya melalui refleksi, kini membawa trauma tersebut sebagai bahan intropeksi dalam hidupnya. Refleksi unik yang Bu Prani berikan, yakni menggali kuburan lalu tidur di galian kuburan itu, bukan hanya mengajarkan nilai kehidupan kepada Gora, tetapi juga mendorongnya untuk mendalami makna hidup dan peran dirinya di tengah masyarakat.
Pengalaman Gora tidur di galian kuburan adalah bentuk refleksi yang mengajarkannya agar lebih menghargai nyawanya dan menjauhi dirinya dari kekerasan. Setelah refleksinya selesai ternyata Gora tidak menyudahi refleksinya itu, tapi tanpa sepengetahuan Bu Prani, Gora menjadi gemar menggali kuburan lalu tidur di kuburan itu sampai Gora dewasa.Â
Dari situlah Gora takut di-cap 'aneh' oleh masyarakat sekitar, makanya Gora sering mengunjungi psikolog dengan harapan dapat mengatasi efek emosional dan trauma yang ditimbulkan oleh masa lalunya yang keras. Perubahan ini dapat menununjukkan bahwa pendidikan karakter yang diberikan dengan benar dapat memberikan efek yang mendalam bagi siswa, meskipun kadang meninggalkan bekas trauma yang harus ditangani dengan bantuan professional.
Tidak hanya pada Gora, film Budi Pekerti menekankan pentingnya pendekatan pendidikan yang mengajarkan siswa untuk menghargai kehidupan dan menghindari konflik yang merugikan diri sendiri.Â
Hukuman yang diberikan Bu Prani tidak hanya untuk mendisiplinkan, tetapi juga untuk mengajarkan Gora memahami konsekuensi tindakannya. Pendidikan yang membentuk moral seperti ini menjadi penting dalam lingkungan sekolah agar siswa tidak hanya mengenal akademik, tetapi juga memiliki kesadaran akan nilai-nilai kehidupan yang berharga.
Sebagai dampak dari pengalaman tersebut, Gora menyadari perlunya dukungan psikologis untuk mengatasi pergulatan emosionalnya. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa trauma atau refleksi yang dalam memerlukan peran kesehatan mental agar perubahan karakter lebih maksimal.Â
Selain membuktikan pentingnya pendidikan karakter, film ini juga menyinggung relevansi kesehatan mental sebagai bagian dari pendidikan. Hal ini relevan bagi masyarakat modern yang semakin sadar akan pentingnya bantuan psikologis dalam mendukung pertumbuhan individu.
Perjalanan Gora menunjukkan bagaimana pendidikan karakter yang penuh makna tidak hanya memberi efek jangka pendek, tetapi juga membentuk pola pikir dan pandangannya terhadap hidup. Ia yang dulunya gemar berkonflik kini menjadi lebih tenang dan berempati.Â
Melalui bimbingan Bu Prani, Gora belajar bahwa hidup ini berharga dan tindakan kekerasan hanya akan membawa kehampaan. Peran Bu Prani sebagai guru dan pengarah karakter bagi Gora berhasil menanamkan nilai-nilai penting dalam diri Gora, yang pada akhirnya membawa perubahan positif dalam hidupnya.
Film Budi Pekerti menggambarkan dampak media sosial yang bisa dengan cepat memengaruhi pandangan publik terhadap seseorang. Menurut Ibu Ayu (45), seorang guru yang memahami dampak dari video viral terhadap reputasi seorang pendidik, situasi seperti yang dialami Bu Prani sering kali bisa menghancurkan citra baik yang sudah dibangun bertahun-tahun.Â
"Dari pengalaman saya, satu tindakan saja bisa membawa konsekuensi yang sangat besar, apalagi jika tersebar di media sosial tanpa ada klarifikasi. Sebagai guru, kita harus ekstra hati-hati di lingkungan publik karena masyarakat bisa saja tidak tahu konteks lengkapnya," jelas Bu Ayu.
Sementara itu, Bapak Yulizar (57), orang tua dari seorang siswa, merasa bahwa pendidikan karakter penting untuk mencegah perilaku tidak bijaksana dalam menggunakan media sosial.Â
"Anak-anak jaman sekarang perlu dibimbing secara ekstra saat bermain media sosial dan para orang tua sangat perlu memahami dampak dari unggahan mereka. Kasus Bu Prani ini jadi pelajaran penting untuk keluarga kami," ungkap Ibu Dewi.
Film Budi Pekerti menampilkan pendidikan yang menyentuh sisi emosional dan reflektif dari siswa, menggambarkan bahwa peran seorang guru dapat membawa dampak jangka panjang yang signifikan bagi kehidupan seseorang. Di era digital seperti sekarang, pentingnya pendidikan karakter dan literasi digital bagi siswa menjadi lebih nyata agar mereka lebih kritis dan bijaksana dalam bertindak.Â
Melalui cerita Gora dan Bu Prani, film ini menyampaikan pesan mendalam tentang pentingnya pendidikan yang tidak hanya bersifat akademik, tetapi juga menyentuh aspek moral dan emosional siswa agar mereka siap menghadapi tantangan sosial dengan etika dan rasa kemanusiaan yang tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H