Setiap orang cenderung memiliki sikap positif terhadap pemberian dari seseorang yang mengaguminya pada batas tertentu. Namun, bayangkan jika seseorang terus berusaha meraih dirimu, baik di dunia nyata maupun dunia maya, hanya untuk mendapatkan perhatianmu.Â
Mulai dari mengikutimu sampai membuat ratusan akun sosial media (sehingga kamu selalu berusaha menghindari dengan cara memblokirnya), membelikan berbagai macam hal favoritmu di hari ulang tahunmu sampai menggugahnya di media sosial, berusaha untuk bertemu denganmu, hingga di momen-momen tertentu membuat tulisan mengenai dirimu sebagai bentuk perwujudan dari fantasi liar dalam konteks yang tidak pantas.Â
Bagaimana perasaan dan tanggapanmu menjadi 'bahan kejaran' seseorang yang terlampau mengagumi dirimu? Merasa tidak nyaman dan akan berusaha menghindarinya, bukan? Sekarang bayangkan jika hal tersebut terjadi padamu selama bertahun-tahun. Bukankah kamu akan merasa diteror alih-alih dikagumi?
Beberapa bulan ke belakang, salah satu platform media sosial sempat ramai dengan perbincangan mengenai seorang wanita yang membagikan ceritanya yang menjadi sasaran obsesi oleh seorang pemuda yang diketahui merupakan salah seorang teman dari sekolahnya dulu.
Pada artikel ini kita akan melihat dan berfokus pada perilaku korban pelaku melalui kacamata psikologis.
Dari informasi yang tersedia, pelaku menunjukkan perilaku obsesif dalam kegiatan mengirimkan pesan dan mengunggah tulisan-tulisan yang secara khusus dan berulang ditujukan untuk korban. Tindakan pelaku dapat dipandang sebagai bentuk obsesi. Menurut KBBI, obsesi merupakan gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sukar dihilangkan. Nimas (korban) mengungkapkan awal mula Adi (pelaku) menjadi obsesi dikarenakan korban pernah menghampiri pelaku dan menanyakan alasannya tidak pergi ke kantin. Saat itu pelaku sedang tidak menggenggam uang untuk membeli makan sehingga Nimas berinisiatif memberikan uang senilai lima ribu sebagai bentuk simpati dan pertolongan. Dalam istilah psikologi, tindakan Nimas dapat dikatakan sebagai altruisme, yaitu suatu perilaku yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan langsung. Namun, tampaknya kebaikan Nimas tersebut disalahartikan oleh Adi dan sebaliknya ditangkap sebagai perlakuan khusus (sebagaimana seorang perempuan tertarik dengan seorang laki-laki) yang nahasnya, benih cinta pun bersemi dalam diri Adi tanpa Nimas sadari. Pada salah satu balasan di kolom komentar akunnya, Nimas sempat mengklaim dirinya sebagai hanya seorang ekstrovert. Belum lama cerita Nimas menjadi perhatian mayoritas publik dunia maya, seorang pemuda muncul dengan sebuah thread, mengaku sebagai salah satu teman kelas Nimas semasa sekolah dan mendukung klaim Nimas dengan menjelaskan bahwa Nimas memang dikenal sebagai anak yang aktif bergaul di lingkungan sekolahnya sementara Adi dikenal sebagai anak yang tertutup dan jarang berinteraksi dengan orang lain, tetapi juga di lain sisi termasuk murid yang pintar di kelas. Orang yang bersaksi tersebut bahkan mengatakan bahwa, selain Nimas, banyak orang yang peduli padanya dan berusaha mengajaknya berkomunikasi. Namun, seolah-olah kepedulian dari teman-temannya yang lain hanyalah sebatas angin lalu, perhatian Adi terfokuskan pada satu kepedulian Nimas yang diwujudkan dalam perilaku memberi uang hingga, tanpa disadari, timbul obsesi dalam diri Adi.
Aspek Trait
Melalui lensa dari aspek trait kepribadian, suatu perilaku bisa terjadi karena adanya motif/dorongan yang disebut Henry Murray sebagai need. Murray mengelompokkan need ke dalam empat bagian: need for achievement, need for affiliation, need for power, dan need for exhibition. Dalam kasus yang sedang kita bahas, perilaku Adi dapat dikonsiderasi sebagai hasil dari salah satu motif/need yang berperan, yaitu need for exhibition. Seseorang dengan tingkat need for exhibition yang tinggi cenderung mempertunjukkan diri di hadapan orang lain, berusaha menjadi menyenangkan, bahkan mengagetkan orang lain. Akan tetapi, perilaku yang didasarkan pada kebutuhan akan eksibisi yang berlebihan juga dapat menganggu dan membuat orang lain merasa tidak nyaman bahkan cemas dan ketakutan. Nimas melihat situasinya sebagai kondisi yang dirugikan karena perilaku obsesi Adi dinilai sebagai ancaman yang mengusik dan bahkan telah sampai pada tingkat yang bisa dikatakan lebih ekstrem, yaitu meneror.
Apakah kepribadian yang tertutup serta kurangnya kemampuan bersosialisasi bisa menjadikan seseorang terobsesi mendapatkan cinta meskipun telah mengalami penolakan berkali-kali?
Romantic Rejection
Keadaan Adi dapat dikenal dengan romantic rejection yang kemudian menjadi romantic obsession/obsessive love. Pengalaman romantic rejection bisa memiliki dampak fisik pada otak. Dalam studi mengenai reward, adiksi, dan sistem regulasi emosional diasosiasikan dengan romantic rejection. Walaupun research mengenai hal ini masih berlangsung, selain otak, peneliti menemukan bahwa penolakan, breakups, dan bentuk trauma emosional lainnya bisa mengakibatkan kerusakan sementara bagi jantung. Pada kondisi yang dikenal dengan takotsubo cardiomyopathy, atau "sindrom broken heart", orang-orang umumnya mengalami chest pain, pengaturan nafas yang singkat, dan gejala lainnya yang disebabkan oleh pelemehan bilik kiri jantung.