Organisasi, LSM, atau lembaga bantuan hukum yang berasaskan kemanusiaan dan kesetaraan gender terus mengkampanyekan RUU PKS agar disahkan oleh DPR.Â
Kampanye yang dilakukan tidak hanya demonstrasi di ruang publik, melainkan berbondong-bondong ramai di sosial media. Sosial media menjadi salah satu alat untuk meningkatkan kesadaran dan mengedukasi banyak orang terkait urgensi RUU PKS.
Seiring berjalannya waktu, pandemic Covid-19 melanda seluruh dunia sehingga banyak kegiatan yang tidak bisa dilakukan secara langsung bertatap muka sehingga sosial media menjadi wadah dalam berkomunikasi satu sama lain.Â
Organisasi yang mendukung RUU PKS melanjutkan kampanyenya di berbagai sosial media untuk merangkul korban, mengedukasi khalayak, serta meraih dukungan terhadap pengesahan RUU PKS. RUU PKS pada akhirnya sempat masuk ke dalam Prolegnas 2020. Namun, RUU PKS ditarik kembali dari Prolegnas 2020.
Kampanye terkait pengesahan RUU PKS terus dilanjutkan melalui sosial media. Pembentukan diskusi-diskusi terkait pengesahan RUU PKS terus dilakukan agar RUU PKS dapat disahkan. RUU PKS akhirnya masuk kembali dalam Prolegnas 2021.Â
Namun, hingga saat ini, pengesahan RUU PKS masih belum dilakukan padahal kampanye atau pun kasus kekerasan seksual terus disebarkan di sosial media sebagai bentuk bukti bagaimana urgensi dari RUU PKS.Â
Pada tahun 2021, RUU PKS sempat didiskusikan dalam sidang DPR dan direvisi serta diganti namamya menjadi RUU TPKS atau Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Urgensi RUU TPKS
Kasus kekerasan seksual menjadi kasus yang akhir-akhir ini semakin sering ditemui terlebih di sosial media. Komnas Perempuan menyatakan bahwa kasus kekerasan seksual terus meningkat setiap tahunnya.Â
Pada tahun 2020, sebanyak 299.911 kasus terdata oleh Komnas Perempuan. Sayangnya, tidak semua kasus kekerasan seksual terdata oleh Komnas Perempuan.Â
Sosial media menjadi tempat penyebaran yang cepat terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada korban. Karena tidak adanya kapabilitas dari pemegang kekuasaan atau pihak-pihak berwenang, korban banyak menyampaikan permasalahannya di sosial media.Â