Mohon tunggu...
Dion Siallagan
Dion Siallagan Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Orang biasa yang ingin berkarya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wajah Pendidikan Kewarganegaraan di Masa Depan: Tantangan atau Peluang dalam Mewujudkan Penghayatan Hidup Berbangsa dan Bernegara

27 Maret 2022   09:33 Diperbarui: 27 Maret 2022   09:35 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Wajah Pendidikan Kewarganegaraan di Masa Depan: Tantangan atau Peluang Dalam Mewujudkan Penghayatan Hidup Berbangsa dan Bernegara

Oleh: Dion A.F Siallagan

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan 

Universitas HKBP Nommesen Pematangsiantar

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu pengejewatahan dimensi manusia sebagai mahluk individu, sosial dan mahluk religi. Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan Pendidikan nasional seperti tercantum dalam Pasal 3 Undang-undang Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003 yang mengatakan bahwa tujuan Pendidikan nasional diahrahkan untuk membina kepribadian anak dan membawa subjek didik untuk mengembangkan seluruh potensi dan nilai pada dirinya agar mampu menunaikan kewajiban hidupnya, baik sebagai mahluk individu, maupunmhluk sosial, menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhalk mulia sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

Dimasa sekarang ini peran Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting dan menjadi kebutuhan yang mendasar di Indonesia. Tantangan penerapan Pendidikan Kewarganegaraan Tantangan pelaksanaan Pendidikan Kewarga-negaraan di tengah arus globalisasi yang melanda dunia, yang membawa dampak positif, dan tidak sedikit dampak negatifnya. 

Untuk itu peran pendidikan Kewargaanegraan sebagai perisai generasi muda untuk tetap melaksanakan kehidupannya sesuaai dengan norma-norma yang telah disepakati bersama sebagai bangsa Indonesia, yaitu norma-normaa yang sesuai dengan Pancasila dan budaya bangsa yang adhi luhur.

Dengan demikiaan dituntut meletakkan dimensi manusia sebagai makhluk pribadi, makhluk social, makhluk susila, dan makhluk religi dalam kedudukan kita sebagai warga Negara Indonesia. 

Dimensi manusia tersebut secara konsisten diperjelas dan dipertajam di dalam memandang dirinya sendiri dengan potensi diri pribadi, dan pengembangan kerjasama dengan orang lain untuk membawa keunggulan bangsa dan Negara, serta kepatuhannya untuk mematuhi norma-norma dalam masyarakat, dan aktualiasi dirinya untuk bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, hal itulah merupakan beberapa materi PendidikanKewarganegraan Indonesia, disamping materi lainnya.

Manusia Sebagai Mahluk Individual

Kata manusia berasal dari kata manu (Sansekerta) atau mens(Latin) yang berarti berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaituindividum, yang artinya sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang terkecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan.

Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau kelompok, manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi di antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Kesadaran diri tersebut meliputi kesadaran diri di antara realita, self-respect, self-narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi-potensi pribadi yang menjadi.

Manusia sebagai mahluk sosial

Sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. 

Dapat dikatakan bahwa sejak lahir, dia sudah disebut sebagai makhluk sosial. Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan dengan manusia lainnya di dalam masyarakat. Masyarakat yang paling kecil dalam keluarganya, di kampungnya, sampai organisasi kemasyarakatan yang besar, sebagai negara.

Manusia sebagai mahluk Susila 

sebagai makhluk susila (moral being). Pribadi manusia yang hidupbersama itu melakukan hubungan dan interaksi baik langung maupun tidak. Di dalam proses interaksi itu tiap pribadi membawa identitas dan kepribadian masing-maising. Oleh karena itu keadaan yang heterogen (beraneka ragam) akan 

Kesadaran susila (sense of morality) tak dapat dipisahkan dengan realitas sosial, sebab, justru adanya nilai-nilai, efektivitas nilai-nilai, berfungsinya nilai-nilai hanyalah di dalam kehidupan sosial. Artinya kesusilaan atau moralitas adalah fungsi sosial. Tiap hubungan sosial mengandung hubungan moral. Pendidikan Kewarganegraan memiliki sifat dinamis, diharapkan mampu menarik perhatian siswa, sehingga siswa dapat membentuk konsep berpikir moral dalam dirinya, seta mampu mengambil keputusan moral sesuai dengan nilai, norma, dan moral dalam pembentukan kepribadian siswa. 

 Manusia sebagai mahluk religi

 Manusia memiliki potensi untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di lain pihak, Tuhan pun telah menurunkan wahyu melalui utusan-utusanNya, dan telah menggelar tanda-tanda di alam semesta untuk dipikirkan oleh manusia agar (sehingga) manusia beriman dan bertakwa kepadaNya. 

Manusia hidup beragama kerana agama menyangkut masalah-masalah yang bersifat mutlak maka pelaksanaan keberagamaan akan tampak dalam kehidupan sesuai agama yang dianut masing-masing individu. Dalam keberagaman ini manusia akan merasakan hidupnya menjadi bermakna. Ia memperoleh kejelasan tentang dasar hidupnya, tata cara hidup dalam berbagai aspek kehidupannya, dan menjadi jelas pula apa yang menjadi tujuan hidupnya.

Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan

Perubahan baik berubah secara lambat atau cepat, kecil atau besar, dan relevan dengan kehidupan yang sedang dijalani itulah dinamika. Didalam dinamika Pendidikan Kewarganegaraan dan dalam kehidupan demokrasi setiap orang sebagai warganegara memperoleh kebebasan dan diperlakukan secara adil. 

Untuk itu setiap warganegara harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan yang baik. Dalam pendewasaan dan sikap keterbukaan dan kebebasan itu baik sesuai tujuannya yakni agar setiap warganegara menjadi cerdas, dapat berpikir kritis dan kreatif serta memiliki sikap disiplin pribadi dan dapat berpartisipasi dalam mengatasi berbagai persoalan baik pribadi, maupun masyarakat lingkungannya. 

Lahirnya warganegara seperti itu menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam pendidikan pada umumnya dan pendidikan kewarganegaraan khususnya.

Dengan melihat dinamika Pendidikan Kewarganegaraan yang memiliki banyak tantangan dalam penerapannya, yang dimana dapat diamati ada beberapa perubahan muatan materi dalam Pendidikan Kewarganegaraan, dan semakin berkurangnya penghayatan hidup berbangsa dan bernegara dari warganegara Indonesia. 

Atas dinamika yang terjadi serta tantangan yang dihadapi dalam penerapan Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan tidak mengulangi langkah-langkah politik yang keliru yang cenderung lebih menekankan kepada kekuasaan dengan menomorduakan rakyat dan masyarakat dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Pengakuan terhadap hak-hak individu yang didasari rasa tanggung jawab harus ditambahkan. Penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia serta lebih menekan lagi pada kemajuan dan kesejahteraan rakyat harus sudah mulai menjadi dasar-dasar kebijakan nasional dengan senantiasa membuka diri terhadap perubahan global dan dengan respon yang dilakukan secara cerdas.

Semua itu hanya mungkin dapat dicapai jika dilakukan perubahan paradigma terhadap PKn. Paradigma baru tersebut menuntut diakukannya redifinisi dan revitalisasi implementasi konsep PKn sehingga benar-benar menjadi sebuah wadah yang dapat membangun dan mengembangkan berbagai kemampuan warganegara agar dapat lebih sensitif, proaktif, inovatif, dan kreatif, serta cerdas sehingga dapat berpartisipasi secara aktif dan efektif dalam kehidupannya sebagai warganegara dan warga masyarakat. Redifinisi dan revitalisasi pengertian serta tujuan PKn akan mendorong lahirnya paradigma baru PKn. 

Paradigma baru tersebut harus disusun di atas pilar-pilar demokrasi yang akan mendukung nuansa demokratis yang saat ini telah berkembang di masyarakat. Paradigma baru PKn tersebut menuntut adanya perubahan dalam seluruh aspek pembelajaran PKn dimulai dari tujuan sampai pada pengembangan bahan ajar, metode mengajar, dan penilaiannya.

Dalam hal itu pula diharapkan dengan memperhatikan problematika dan kekeliriuan system politik dan juga hal-hal yang menciptakan dinamika dalam Pendidikan Kewarganegaraan, terutama dalam kerangka berpikir penghayatan hidup, dengan penerapan perbaikan kualiatas karakter Sumber daya manusia sehingga kesadaran berkehidupan berbangsa dan bernegara menjadi salah satu tujuan utama dalam "wajah Pendidikan kewargangeraan dimasa depan", dengan terciptanya muatan PKn yang lebih menekankan penghayatan hidup berbangsa dan bernegara, Nasionalisme, dan moral serta karakter yang menempah kualitas sumber daya manusia atau generasi penerus bangsa yang memiliki penghayatan hidup yang utuh.

Kesimpulan

 Berbicara tentang tantangan atau peluang dalam perwujudan kehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya memiliki tantangan dan peluang, yang menjadi tantangannya yaitu, masyarakat masih banyak yang tidak berpenghayatan hidup, dalam hal itu dalam proses penerapan Pendidikan Kewarganegaraan akan sulit dicerna masyarakat akibat masyarakat masih banyak yang belum sadar akan problematika yang dihadapi individunya maupun masyarakat luas.

 Sedangkan yang akan menjadi peluangnya yaitu dimana dalam kerangka berpikirnya wajah PKn dimasa depan akan mewujudkan penghayatan hidup penuh terhadap Pancasila, moral dan karakter, hanya dengan perbaikan kualitas kesadaran dari masing-masing individualnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa wajah pendidikan dimasa depan tidak akan jauh berbeda dengan masa saat ini, hanya tergantung kepada penghayatan hidup tiap individu terhadap ideologi bangsa, moral dan karakter dalam perwujudannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun