”Masak setiap event di DPRD harus ada uang. Saya harus ambil dari mana? Saya tidak mau menggunakan anggaran tidak sesuai dengan prosedur,” kata Risma, yang menyatakan tidak pernah menggunakan sepeser pun dana operasional selama menjabat sebagai wali kota.
Dana operasional ia gunakan untuk membantu biaya kesehatan warga kurang mampu atau biaya pendidikan anak-anak putus sekolah.
Risma pun mengungkapkan, kebijakan melakukan rotasi di lingkungan Pemkot Surabaya diprotes partai pendukung saat pemilihan umum kepala daerah. ”Mereka minta saya mengganti 75 pejabat mulai lurah hingga kepala dinas. Ya tidak mungkin, yang ada mau diapakan,” ucapnya sambil menyebutkan bahwa dia akan terus menyelesaikan tugasnya hingga tuntas tanpa harus berubah haluan, terutama soal sikap.
Menurut Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Hotman M Siahaan, sebagai birokrat, Risma memang patut diberi apresiasi. Apalagi, Risma terkenal sebagai pekerja keras dan tidak kenal kompromi dalam segala hal.
Meskipun demikian, Hotman mengingatkan bahwa Risma menduduki jabatan politis, yang memerlukan kompromi dengan legislatif.
Menciptakan pemerintahan yang bersih memang bukan pekerjaan mudah bagi seorang kepala daerah karena sarat kompromi.
Namun, Risma tetap bertekad mengemban amanah tersebut. ”Entah sampai kapan saya bisa bertahan. Entah apa yang akan terjadi,” ujar Risma.
Risma, yang berupaya menjalankan pemerintahan yang bersih di kota ini, hendaknya mendapat dukungan dari warga. Motifnya jelas bukan keuntungan pribadi dan bukan demi partainya sendiri. Sejauh ini ia bekerja untuk mewujudkan kesejahteraan warga Surabaya.
Apa boleh buat, untuk mewujudkannya bukanlah pekerjaan mudah karena berbagai pihak punya kepentingan berbeda, bahkan boleh jadi sarat kepentingan politik yang sering tidak terukur....
http://cetak.kompas.com/read/2011/01...ak.kompromi...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H