DPRD pun membentuk panitia angket, yang kemudian ”memeriksa” sejumlah pejabat Pemkot Surabaya secara bergiliran. Sekretaris kota, para asisten wali kota, hingga staf ahli tidak luput dari pemeriksaan anggota DPRD.
Asisten II Sekretariat Kota Surabaya Muchlas Udin bahkan berujar, ”Saya lebih baik diperiksa di pengadilan karena bisa didampingi pengacara.”
Sebagian anggota DPRD yakin ada sesuatu di balik penerbitan aturan itu. Anggota Fraksi Demokrat, Sachiroel Alim, khawatir peraturan itu cara membentuk monopoli reklame. Dengan aturan baru, hanya perusahaan besar yang mampu membayar pajak reklame. ”Kalau mencermati hasil penghitungan berdasarkan Perwali Nomor 56 dan 57, memang hanya perusahaan besar yang mampu membayar,” ujarnya.
Anggota Fraksi Golkar, Eddy Budi Prabowo, melontarkan kekhawatiran senada. Bedanya Eddy menyoroti pernyataan Risma bahwa penyewa bisa memindahkan media promosi dari reklame luar ruang ke media cetak dan elektronik. Perpindahan itu diharapkan terjadi setelah pemberlakuan aturan baru. ”Apakah itu artinya pasang promosi di media cetak dan media elektronik tertentu saja?” ujarnya.
Ia juga menyoroti alasan yang diajukan Risma soal keamanan konstruksi reklame. Risma menyebutkan, beberapa reklame besar roboh dan ada yang merenggut korban jiwa.
Menurut Risma, perwali tentang papan reklame dengan tarif tinggi itu dimaksudkan agar pembuatan papan reklame di Kota Surabaya bisa tertata rapi dan ukurannya tidak terlalu besar. Ini jelas berkaitan dengan penataan wajah kota.
Adapun penolakan Risma terhadap pembangunan tol tengah karena proyek itu dinilai tidak cocok dengan kondisi Surabaya. ”Pemkot sudah membangun jalan lingkar timur dan barat serta jalur lambat di sepanjang Jalan Ahmad Yani, yang selama ini langganan macet. Jadi, mengapa masih harus ada tol tengah lagi?” kata ibu dua anak tersebut.
Rencana proyek yang akan menggusur sekitar 4.500 rumah warga itu hingga kini masih menggulirkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sejumlah unjuk rasa dari pihak yang pro ataupun kontra terhadap rencana pembangunan proyek senilai Rp 8 triliun itu terus berlangsung.
Kepada para akademisi yang berunjuk rasa di gedung DPRD Surabaya, 17 Desember 2010, Ketua DPRD Surabaya Whisnu Wardhana berkeras rencana pembangunan tol tengah harus dilanjutkan. Rapat Paripurna DPRD Surabaya yang dihadiri 38 anggota, kecuali dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera, sepakat mendukung. Sebelumnya, DPRD menggelar rapat tertutup untuk mendengar pemaparan investor proyek tol tengah, PT Margaraya Jawa Tol (Kompas, 18/12).
Tidak galau
Risma bertekad tetap bekerja seperti biasa meski hampir seluruh jajarannya terus diperiksa oleh DPRD berkaitan dengan penerbitan dua perwali tersebut. Dia juga mengaku tidak galau dengan situasi seperti sekarang meski tahu ada misi DPRD Surabaya yang sangat kuat untuk menggulingkan dirinya dari kursi wali kota.