Mohon tunggu...
Adin Yanuar
Adin Yanuar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Privatisasi Ruang Publik, Pengaruh Keberadaan Angkringan Terhadap Trotoar

17 Oktober 2018   01:09 Diperbarui: 17 Oktober 2018   01:26 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://id.pinterest.com/ZarraElEstilo/angkringan/

Trotoar adalah jalur yang diprioritaskan sebagai ruang publik untuk dipergunakan oleh para pejalan kaki. Trotoar ini digunakan para pejalan kaki agar pejalan kaki lebih aman dan tidak berjalan menggunakan jalan aspal. 

Penggunaan trotoar yang benar harusnya bisa memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor agar lalu lintas djialan raya tidak bermasalah. Karena banyaknya persaingan bisnis di era yang berkembang ini, trotoar yang semulanya diprioritaskan untuk pejalan kaki pun beralih fungsi menjadi tempat berjualan para pedagang kaki lima.

Fungsi trotoar yang berubah menjadi tempat untuk berjualan para pedagang kaki lima tersebut semakin lama semakin tidak terkendali karena pedagang kaki lima semakin bertambah sehingga mengakibatkan jalan menjadi macet karena para pejalan kaki terhalang oleh pedagang kaki lima yang berada di trotoar dan mau tidak mau harus turun ke jalan raya untuk berjalan. 

Pedagang kaki lima pun juga sering bersikap tak acuh dan tidak peduli karena sudah menggunakan fasilitas umum yang seharusnya diprioritaskan oleh pejalan kaki, para pedagang kaki lima juga merasa tidak mempunyai alternatif tempat lain untuk berjualan karena merasa kurang strategisnya tempat yang lain dan sering dianggap kurang menguntungkan bagi mereka. 

Belum lagi bagi pedagang kaki lima yang menggunakan lahan trotoar karena tempatnya berada didepan rumahnya sendiri dan merasa tidak perlu mencari tempat lain untuk berjualan seperti halnya Bu Tuti yang membuka usaha angkringan di trotoar depan rumahnya.

Menurut Bu Tuti membuka usaha angkringan adalah pilihan sederhana dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dari pada menjadi pengangguran. 

Tetapi Bu Tuti sendiri kurang memahami bahwa usahanya dalam berdagang angkringan tersebut menyalahgunakan fasilitas umum karena menggunakan trotoar sebagai tempat berjualan angkringanya, padahal menurut "Pasal 34 ayat (4) PP Jalan" menyebutkan bahwa trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukan bagi lalu lintas pejalan kaki. Dari masalah penggunaan trotoar sebagai tempat Bu Tuti berjualan tersebut fungsi dari trotoar benar-benar disalahgunakan, karena trotoar adalah fasilitas umum yang tidak boleh diprivatisasi sebagai sarana pribadi dalam hal ini pedagang kaki lima.

Kasus penggunaan trotoar yang disalahgunakan oleh Bu Tuti tersebut juga tak luput dari perebutan kekuasaan antara tempat berdagangnya angkringan Bu Tuti dan hak pejalan kaki dalam melintasi jalur trotoar. 

Menurut Niccolo Machiavelli yang dikutip dari buku "Teori Budaya Kontemporer" yang ditulis oleh Yasraf Amir Piliang, Niccolo Machiavelli memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang cenderung dilanggengkan oleh setiap penguasa lewat berbagai cara, dan cara apa pun yang digunakan tidak menjadi persoalan, asalkan kekuasaan tersebut, pada kenyataanya, dapat dipertahankan (Yasraf Amir Piliang, 2018: 134).

Dari hal tersebut juga mungkin mendasarkan bahwa Bu Tuti merasa mempertahankan kekuasaan daerahnya sebagai tempat berdagang angkringannya tersebut.

Trotoar merupakan wadah atau ruang untuk kegiatan pejalan kaki melakukan aktivitas dan untuk memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pejalan kaki. Trotoar juga dapat memicu interaksi sosial antar masyarakat apabila berfungsi sebagai suatu ruang publik (Iswanto 2006). 

Penggunaan trotoar yang mulai beralih fungsi seakan termasuk masalah yang selalu disepelekan. Masalah yang disepelekan tersebut juga tak luput dari sikap acuh tak acuh yang dimiliki pihak pemerintah dan pedagang kaki lima itu sendiri. Terkadang pemerintah juga membiarkan saja para pedagang kaki lima berjualan di trotoar padahal kenyataanya hal tersebut merugikan para pejalan kaki, sebaliknya dari pihak pedagang kaki lima pun bersikap santai karena merasa tidak pernah ditegur pemerintah dan merasa sah-sah saja menggunakan trotoar sebagai tempat pedagang kaki lima tersebut berdagang, hal tersebut juga menimbulkan salah kaprah antara pihak pemerintah dan pedagang kaki lima.

Menurut Mark Manson dalam bukunnya yang berjudul "Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat" salah kaprah tentang tanggung jawab membuat orang melemparkan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah mereka kepada orang lain.

Kemampuan untuk melepaskan tanggungjawab dengan cara menyalahkan orang lain memberikan kenikmatan yang cuma sementara, juga memberikan sensasi kenikmatan menjadi orang yang benar secara moral (Mark Manson, 2018: 129). 

Penyalahgunaan fasilitas umum yang dirasa dapat menggangu pejalan kaki tersebut memang harus di atasi agar fasilitas umum dapat digunakan dengan semestinya. Dalam hal ini maka saran sangat diperlukan untuk menginformasikan mengenai pentingnya fasilitas umum bagi masyarakat, agar masyarakat lebih memperhatikan fungsi trotoar sebagai fasilitas umum yang diprioritaskan untuk pejalan kaki.

Untuk menangani masalah pedagang kaki lima yang mengganggu jalur pejalan kaki ini, diharapkan pemerintah lebih memberikan fasilitas umum berupa lokasi, tenda, dan gerobak untuk berjualan para pedagang kaki lima.

Ditambah lagi perlunya edukasi untuk mereka agar lebih mengerti peraturan daerah serta lebih menyadari bahwa trotoar memang diprioritaskan untuk para pejalan kaki dan bukan untuk berjualan.

Pemberian edukasi ini juga dirasa dapat menuntun para pedagang kaki lima agar mau berpindah lokasi dan merelakan berpindah ketempat yang pemerintah sudah tawarkan guna membangun masyarakat yang taat aturan serta mengatasi permasalahan lalu lintas di area trotoar ini.

hhe-5bc63084aeebe176ab0e6965.jpg
hhe-5bc63084aeebe176ab0e6965.jpg
Angkringan pak Be milik bu Tutik - Foto: Yosep Anggit

daftar pustaka

Manson, Mark. Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat: Pendekatan Yang Waras Untuk Menjalani Hidup Yang Baik, Jakarta 2009

Piliang, Yasraf Amir. Teori Budaya Kontemporer: Penjelajahan Tanda & Makna, Yogyakarta, 2018

cvdoabersama.blogspot.com

*artikel ini disusun untuk memenuhi mata kuliah Kapita Selekta Desain, Program Studi Desain Komunikasi Visual, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Anggota

Yosep Anggit Sasmita

Rakhmad Bawono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun