Mungkin kita beranggapan bahwa teman yang selera pembicaraan, film, daily thing or something else yang sama itu sudah mengindikasikan teman yang baik bahkan dijadikan sahabat.Â
Namun sebenarnya anggapan toxic tapi asyik adalah ketika kita setengah sadar bahwa pertemanan yang kita miliki bukanlah pertemanan yang baik, tetapi ketika melepas pertemanan itu kita menjadi takut kehilangan bukan berarti kehilangan secara fisik namun kita takut kehilangan momen yang telah kita lalui bersama. Anggapan ini mengindikasyikan bahwa 50% bagian dari diri kita ingin keluar dari pertemanan, tapi 50% lainnya masih takut untuk keluar.Â
Dari keterangan di atas sebaiknya ketika kita sudah merasakan ketidaknyamanan dari pertemanan yang dimiliki, sudah seharunya kita memantapkan hati untuk pergi dari pertemanan tersebut sebelum segala kehidupan kita terpengaruh dengan pertemanan yang toxic.Â
Karena sejatinya pertemanan itu suatu simbiosis mutualisme di mana kita dan teman kita saling menguntungkan bukan malah menjadi parasitisme di mana satu untung namun yang lainnya rugi.Â
Toxic friendship tersebut secara tidak langsung telah menjadi parasit di dalam kehidupan kita yang mana apabila tidak dibuang lama kelamaan akan menggerogoti kehidupan kita seutuhnya.Â
So, ketika kita sudah merasa tidak menjadi diri kita seutuhnya akibat berteman dengan seseorang, segera jauhi dan jangan takut kehilangan dengan teman yang seperti itu karena di luar sana masih banyak teman yang baik yang mau berteman dengan kita.Â
Toxic itu tidak asyik, apapun alasan kalian toxic friendship selamanya akan buruk.
Thank YouÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H