Mohon tunggu...
Adillah Fahma Putri
Adillah Fahma Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030055

Hallo saya Adillah Fahma Putri mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga. Saya membuat blog ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Jurnalistik. Semoga tulisan yang saya buat dapat disukai teman-teman semua dan bermanfaat tanpa merugikan orang lain. Have a nice day for you guys and enjoy with my blog ^ ^

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Circle Pertemanan Toxic tapi Asyik, Alasan Klasik agar Tidak Kehilangan Teman

25 Mei 2021   14:03 Diperbarui: 29 Mei 2021   07:02 4244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemanan (Sumber: unsplash.com/Priscilla Du Preez)

Ungkapan circle pertemanan tentunya sudah tidak asing, terutama untuk kalangan milenial. Namun sebenarnya kita tahu tidak sih makna dari ungkapan circle pertemanan? 

Circle sendiri dapat diartikan sebagai lingkaran di mana dalam hal ini sebuah kelompok atau bisa disebut sebuah jaringan pertemanan, dari hal itu dapat dijelaskan bahwa circle pertemanan berarti lingkaran yang berada dalam konteks pertemanan yang terdiri dari kelompok atau jaringan pertemanan yang terbatas namun terkesan mendalam. 

Karena sifatnya terbatas sebuah circle pertemanan, tentunya dipengaruhi dengan beberapa hal yang memiliki kesamaan dengan teman yang lainnya atau memiliki frekuensi pembicaraan yang nyambung satu sama lainnya. 

Akan sangat bermanfaat apabila kita bisa mendapatkan circle pertemanan yang positif. Namun pada nyatanya seringkali kita terjebak dengan circle negatif yang mana membuat kita terhanyut pada circle pertemanan tersebut. 

Dapat dikatakan bahwa circle pertemanan dapat memengaruhi masa depan seseorang, bagaimana cara kita bergaul dan bercengkerama serta bersosialisasi dengan lingkungan.

Sebelum membahas mengenai circle pertemanan yang toxic, alangkah lebih baik kita membahas apa saja hal baik yang kita dapatkan dari circle pertemanan itu sendiri.

Sebenarnya ada begitu banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan dari circle pertemanan yang kita punya saat ini, di mana untuk membuat circle pertemanan tentunya diperlukan adanya pembahasan yang satu frekuensi antara satu sama lainnya. 

Nah, hal yang paling penting dalam sebuah circle pertemanan adalah bagaimana teman-teman kita menerima kita apa adanya bukan ada apanya, sehingga kita tidak menjadi sesosok orang lain di hadapan teman-teman kita. 

Berteman bukan berarti kita harus menceritakan berbagai hal dalam hidup kita kepada teman kita sekalipun kita sudah sangat mempercayai teman. Kenapa? Karena kita tentu saja memiliki privacy yang tidak memungkinkan untuk dibagi kepada orang lain. 

Circle pertemanan yang menjaga privacy-mu dengan baik harus dipertahankan, karena setiap orang pasti memiliki ruang pribadi tanpa ingin campur tangan dari orang lain. Selain itu saling menjadi pendengar yang baik satu sama lain menjadi sesuatu yang cukup langka dalam pertemanan, karena setiap orang pasti memiliki egonya sendiri-sendiri. 

Kadang kala ingin selalu didengarkan tapi tidak mau mendengarkan atau ingin menjadi pusat perhatian dari teman-teman lainnya. 

Ketika dalam circle pertemanan satu sama lainnya bisa menjadi pendengar yang baik, secara otomatis teman-temanmu akan benar-benar paham dengan hal yang kita sampaikan serta akan bisa menjadi support system yang berharga untuk kehidupanmu.

Namun seringkali ketika kita sudah berekspektasi yang besar terhadap circle pertemanan kita, pada akhirnya akan ada hal yang dirasa sangat menyebalkan di dalam circle tersebut. 

Biasanya kita menyebutnya sebagai toxic friendship walaupun tidak semua yang jelek dalam sebuah pertemanan dapat dikatakan sebagai sesuatu yang toxic. 

Biasanya pertemanan yang terindikasi sebagai toxic friendship cenderung memberikan kesan buruk di dalam kehidupan kita. Pertanda dominan dari terdeteksinya toxic dalam circle pertemanan seperti adanya salah satu teman kita yang lebih dominan dalam suatu obrolan, hal ini menandakan bahwa tidak adanya keseimbangan interaksi di antara pertemanan tersebut. 

Biasanya teman yang seperti itu ingin selalu didengar namun enggan untuk mendengarkan bahkan sering kali memotong pembicaraan teman lainnya. 

Selain itu adanya kompetisi dan saling mengkritik tanpa niat untuk membangun satu sama lain pun sudah menunjukkan bahwa pertemanan yang terjadi bukanlah pertemanan yang sehat. Karena terkadang akan ada salah satu teman yang berusaha membuat dirinya menjadi pusat perhatian dengan segala macam pengalaman ataupun prestasi yang telah didapatkan namun tidak ada timbal balik ketika temannya yang lain juga memiliki prestasi. 

Bahkan tanpa kita sadar apabila kita sedang menghadapi masalah baik dengan orang sekitar maupun dengan hubunganmu dengan orang lain, teman yang toxic lebih sering menyalahkan kita padahal sebenarnya kita tidak sepenuhnya salah dalam masalah tersebut dan sebenarnya kita hanya ingin didengar tanpa harus memberikan saran. 

Hal yang paling parah jika kita terjebak dalam toxic pertemanan, yaitu secara tidak sadar kita telah menjadi orang lain. Hal ini seringkali disebabkan oleh teman yang tidak mau menghargai kita, selalu menuntut kita untuk bersikap sesuai dengan kemauan mereka, sehingga pada akhirnya diri kita dikendalikan orang lain karena kita sendiri takut dijauhi dan kehilangan teman.

Toxic friends (sumber: pinterest.com/girlsoutloud)
Toxic friends (sumber: pinterest.com/girlsoutloud)

Toxic tapi asyik! No matter what you say, because the friendship can't give happiness for you.

Mungkin kita beranggapan bahwa teman yang selera pembicaraan, film, daily thing or something else yang sama itu sudah mengindikasikan teman yang baik bahkan dijadikan sahabat. 

Namun sebenarnya anggapan toxic tapi asyik adalah ketika kita setengah sadar bahwa pertemanan yang kita miliki bukanlah pertemanan yang baik, tetapi ketika melepas pertemanan itu kita menjadi takut kehilangan bukan berarti kehilangan secara fisik namun kita takut kehilangan momen yang telah kita lalui bersama. Anggapan ini mengindikasyikan bahwa 50% bagian dari diri kita ingin keluar dari pertemanan, tapi 50% lainnya masih takut untuk keluar. 

Dari keterangan di atas sebaiknya ketika kita sudah merasakan ketidaknyamanan dari pertemanan yang dimiliki, sudah seharunya kita memantapkan hati untuk pergi dari pertemanan tersebut sebelum segala kehidupan kita terpengaruh dengan pertemanan yang toxic. 

Karena sejatinya pertemanan itu suatu simbiosis mutualisme di mana kita dan teman kita saling menguntungkan bukan malah menjadi parasitisme di mana satu untung namun yang lainnya rugi. 

Toxic friendship tersebut secara tidak langsung telah menjadi parasit di dalam kehidupan kita yang mana apabila tidak dibuang lama kelamaan akan menggerogoti kehidupan kita seutuhnya. 

So, ketika kita sudah merasa tidak menjadi diri kita seutuhnya akibat berteman dengan seseorang, segera jauhi dan jangan takut kehilangan dengan teman yang seperti itu karena di luar sana masih banyak teman yang baik yang mau berteman dengan kita. 

Toxic itu tidak asyik, apapun alasan kalian toxic friendship selamanya akan buruk.

Thank You 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun