Banjir sepanjang jalan dari Grogol hingga Daan Mogot Rabu (29/1) hampir menghambat niat saya mendapatkan kartu sakti jalan raya, Surat Ijin Mengemudi (SIM). Mobil berbaris dalam antrian panjang, sebagian menyerah dan mencoba berbalik arah memaksakan kendaraannya melintas tanggul pembatas yang cukup tinggi. Motor lebih kacau dengan arah tak menentu, sungsang hingga nyangsang. Ada yang nekat menerobos genangan yang kian dalam dan berakhir mogok, terpaksa menuntun tunggangan mereka menembus air keruh itu.
[caption id="attachment_309879" align="aligncenter" width="600" caption="Banjir Daan Mogot ( Dari halte Busway 29?1 - Dok.pri)"][/caption]
[caption id="" align="aligncenter" width="900" caption="Banjir Daan Mogot (Dokpri)"]
Dengan kesabaran tingkat dewa, akhirnya saya berhasil melewati banjir dan berbalik diputaran menuju markas pembuatan SIM paling angker se-Indonesia. Samsat Daan Mogot. Kenapa angker?
Bukan rahasia umum lagi bahwa anda tidak akan mudah mendapatkan kartu ijin dari kepolisian jika tidak benar benar lihai mengemudi.
Apa itu cukup? # Tidak. Sebelumnya anda harus bisa melewati ujian tertulis.
Sudah? #Belum...
Banyak hal yang masih jadi misteri dalam kegagalan anda mendapatkan SIM, yang hanya diketahui petugas. Tetapi cukup satu hal jika anda ingin segera pulang membawa hasil, Uang.
Jadi angker dalam hal ini adalah persepsi kita. Bagi yang ingin jalur lurus dan resmi sesuai lika liku prosedur ya... angker. Bagi mereka yang menggunakan jalur tipu tipu yang cepat tanpa hambatan ya... angker juga. Wani piro???
Memang masih ada jalur cepat dan tipu tipu?
#Nah, itu dia yang ingin saya bahas.
[caption id="attachment_309853" align="aligncenter" width="650" caption="Form berkas tanda lulus (dok.pribadi)"]
Saya sebenarnya sudah memiliki SIM sejak tamat SLTA ratusan minggu lalu. Anehnya semua SIM yang saya dapatkan dari C, A, A-Umum dan B1 semuanya resmi sesuai jalur yang halal, padahal pergantian SIM itu terkadang karena hilang, atau sesuai kebutuhan.
Entah kenapa, muncul rasa penasaran saya ketika ingin mengulik jalur gelap di dunia Samsat di Indonesia. Apalagi setelah munculnya KPK dengan kasus simulator SIM oleh seorang berpangkat Inspektur Jenderal Polisi. Anda tau dong siapa dia? Saya tidak perlu menyebut namanya lah... nanti Djoko Susilo bisa marah, ya gak?
Saya menduga, sekaligus berharap bahwa kepolisian sudah bersih dari praktek kotor di tempat basah itu. Rasa muak masyarakat pada korupsi di lembaga hukum itu sudah mencapai ubun ubun, tapi benarkah mereka bisa bersih? Adakah efek jera dari kasus Irjen (Pol) atau berbagai kasus "salam tempel" di jalan raya?
Lanjuttt...
Kemarin itu saya ingin membuat SIM A polos lagi, apalagi perubahan nomor NIK e-KTP dari KTP sebelumnya memudahkan saya seolah belum pernah punya SIM. Saya tahu bahwa kepolisian sebenarnya tahu kalau saya punya SIM, atau mereka tidak punya naluri intelijen demi pelicin?.
Metode awal saya gunakan untuk sampai pada jantung lingkaran setan pembuatan SIM adalah mendekati Sekolah Mengemudi. Dari sini saya dapat memulai mencari jalur bawah tangan dari jarak dekat tanpa kecurigaan. Meski saya harus merogoh kocek sebesar Rp. 700.000,00 demi SIM A itu. Setelah itu saya harus datang sendiri ke Samsat Daan Mogot karena ada proses yang tidak bisa diwakilkan yakni, sidik jari dan pengambilan photo diri.
[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Proses Pengambilan photo (dokpri)"]
Satu hari jadi (sebenarnya hanya beberapa jam). Begitu sampai disana, kita hanya menunggu di kantin sekitar dua jam. Maklum calonya juga ternyata terjebak banjir. Dia sudah menyiapkan form registrasi bercap lengkap bayar bea Rp.120.000,00 (biaya asli jalur resmi). Di form itu ada kode yang menunjukkan kita pakai jalur pelicin yang memastikan tidak akan mendapat kesulitan dari petugas panitia.
Tanpa uji praktek, begitu ujian tertulis di lantai 2 yang hanya formalitas, kita langsung diarahkan pada loket loket yang berjejer di lantai 1. Mulai dari pengambilan hasil uji tulis dan uji praktek (tidak perlu) di loket 11, lalu isi data di surat tanda lulus, kemudian balik ke loket 2 untuk mengambil form registrasi yang diserahkan bersamaan dengan lembar jawaban uji tulis di awal tadi. Kemudian langsung ambil gambar/photo dan sidik jari di loket tersedia seperti 5,6,7(wanita). Selesai pengambilan, kita cukup berjalan sekitar 25 meter menuji loket 32, langsung deh dipanggil lagi dengan SIM sudah jadi ditangan petugas loket. Terima jadi.
Sulit? Tidak... paling hanya tersesat mencari loket loket yang banyak tersedia dengan urutan yang tidak dibuat untuk tahapan demi tahapan.
Lalu dimana hasil investigasinya?
Berikut temuan yang bisa saya ungkap.
1. Kantin yang berjejer itu masing masing memilik satu hingga tiga calo, dan menjadi lokasi pertemuan para peminat SIM melalui Sekolah Mengemudi.
[caption id="attachment_309884" align="aligncenter" width="600" caption="Kantin headquarter calo ( dok.pri)"]
2. Sekolah mengemudi berperan sebagai pencari peminat.
3. Calo berperan sebagai agen Sekolah mengemudi dan penghubung ke koordinator di Samsat.
4. Koordinator di Samsat bertugas mengumpulkan hasil setoran dari calo dan membaginya dengan petugas yang terlibat langsung maupun tidak langsung.
5. Petugas langsung adalah penguji test tertulis (lt.2), penilai hasil uji tulis dan praktek (loket 11), pengisi data (loket 4.), juru photo (loket 5,6,7) dan petugas serah terima/cetak SIM loket 32.
6. Petugas tidak langsung adalah pengarah di pintu masuk (chek in), loket loket yang disinggahi tapi tahu sama tahu (tst).
Besarnya pembagian uang dari setiap peminat SIM yang sebesar Rp. 700rb Sim A dan C) yang dapat penulis ungkap sementara melalui bincang bintang dengan pihak terkait yang berhasil saya dekati adalah berikut:
a. Rp. 120.000 untuk negara (sesuai tarif) dan masuk kas negara. Termasuk asuransi.
Sisanya:
b. Sekolah mengemudi 10%
c. Calo penghubung 15%
d. Koordinator 10%
e. Petugas petugas terkait langsung +/- 50% (* jumlah petugasnya banyak)
f. Petugas tidak langsung +/- 15% (** petugasnya cukup tahu )
Ada satu yang belum saya dapatkan dari bincang bintang itu adalah bagaimana koordinator menyerahkan bagian milik (e) dan (f). Dalam bentuk tunai atau bukan, atau waktu penyerahan yang dipilih?.
Satu hal yang pasti adalah Samsat Daan Mogot masih jauh dari kata BERSIH untuk praktek curang pembuatan SIM. Bahkan bagi orang jujur, tempat itu layak disebut angker karena orang jujur pasti merasa takut mendatangi salah satu pusat sogok menyogok. Yang berbahaya dari praktik pembuatan SIM instan ini adalah kecelakaan yang pasti meningkat, karena seseorang yang mahir mengemudi belum tentu paham rambu rambu. Atau sebaliknya, paham rambu tapi kemampuan pas pasan.
Pemilik SIM umumnya tanpa sadar merasa atau seolah disugesti bahwa SIM adalah kartu selamat di jalan raya. Baik selamat dari kecelakaan apalago selamat dari tilang. Sesuatu yang harus dibenahi, bahwa SIM bukan jimat tanda selamat dari bahaya, apalagi ( terutama ) bagi pemilik SIM tembak yang sebetulnya belum layak. Layak usia, layak administrasi, dan layak mengemudi.
Banjir di Daan Mogot halangan kecil, karena saya puas mendapatkan SIM eh... maksudnya mendapatkan informasi yang saya ingin telik sendiri. Dari sumber yang terpercaya, terlibat dan berperan langsung. Semua informasi dapat diverifikasi dan semoga ada upaya membersihkan institusi disana.
Rasa penasaran memang perlu biaya ya? #Istilahnya Wani Piro???
Salam tertib berlalu lintas...
=Sachsâ„¢=
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H