Sisanya:
b. Sekolah mengemudi 10%
c. Calo penghubung 15%
d. Koordinator 10%
e. Petugas petugas terkait langsung +/- 50% (* jumlah petugasnya banyak)
f. Petugas tidak langsung +/- 15% (** petugasnya cukup tahu )
Ada satu yang belum saya dapatkan dari bincang bintang itu adalah bagaimana koordinator menyerahkan bagian milik (e) dan (f). Dalam bentuk tunai atau bukan, atau waktu penyerahan yang dipilih?.
Satu hal yang pasti adalah Samsat Daan Mogot masih jauh dari kata BERSIH untuk praktek curang pembuatan SIM. Bahkan bagi orang jujur, tempat itu layak disebut angker karena orang jujur pasti merasa takut mendatangi salah satu pusat sogok menyogok. Yang berbahaya dari praktik pembuatan SIM instan ini adalah kecelakaan yang pasti meningkat, karena seseorang yang mahir mengemudi belum tentu paham rambu rambu. Atau sebaliknya, paham rambu tapi kemampuan pas pasan.
Pemilik SIM umumnya tanpa sadar merasa atau seolah disugesti bahwa SIM adalah kartu selamat di jalan raya. Baik selamat dari kecelakaan apalago selamat dari tilang. Sesuatu yang harus dibenahi, bahwa SIM bukan jimat tanda selamat dari bahaya, apalagi ( terutama ) bagi pemilik SIM tembak yang sebetulnya belum layak. Layak usia, layak administrasi, dan layak mengemudi.
Banjir di Daan Mogot halangan kecil, karena saya puas mendapatkan SIM eh... maksudnya mendapatkan informasi yang saya ingin telik sendiri. Dari sumber yang terpercaya, terlibat dan berperan langsung. Semua informasi dapat diverifikasi dan semoga ada upaya membersihkan institusi disana.
Rasa penasaran memang perlu biaya ya? #Istilahnya Wani Piro???