Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Risma Harus Belajar Berterima Kasih Atau Malu

22 Februari 2014   20:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:34 813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebagian kecil dari kelompok Projo yang tulus mendukung Jokowi namun aktifitas mereka sudah memuai dari ketulusan menjadi obsesi. Tertutup pada kepentingan oportunis yang justru ingin menghambat kesempatan Jokowi sendiri. Jika Projo masih memiliki niat tulus itu, sebaiknya mereka mencoba mendekati partai lain agar merapat ke kubu PDIP jika rakyat sudah menentukan lewat pemilu legislatif 9 April mendatang.

Tri Rismaharini harus belajar terimakasih.

Mengelola keberadaan figur yang mencuat tiba tiba dan diterima semua kalangan seperti Jokowi perlu manajer yang mumpuni. Demikian pula dengan Walikota Surabaya berkarakter buldozer seperti Tri Rismaharini. Risma mungkin bukan politisi hebat karena dia berlatar birokrat, tapi keberadaannya sebagai walikota pastinya karena pilihan politik.

Berita keinginan mundur dari jabatannya sebagai walikota membuat PDIP menjadi bulan-bulanan media lokal hingga nasional. Bu Risma telah menempatkan diri sebagai bidak catur lawan politik PDIP di kota pahlawan tanpa disadarinya. Wanita yang baru saja terpilih sebagai Walikota Terbaik Dunia versi CityMayors.com itu memiliki nilai yang besar untuk menaikkan atau menghancurkan PDIP di Surabaya.

Latar belakang keinginan mundur Risma diberitakan oleh sebab penolakannya memberi ruang pada kebijakan Gubernur Sukarwo perihal pembangunan jalan tol. Gaung penolakan Risma pada wakilnya Wishnu Sakti Buana beredar setiap hari karena Risma memberi peluang pemberitaan dengan mengaku kecewa dengan penunjukan Wishnu Sakti Buana sebagai wakilnya. Risma juga masih mempersoalkan keabsahan jabatan Wishnu secara prosedural. Padahal selama ini Whisnu adalah orang yang selalu mengkritisi berbagai kebijakan Risma.

Sebagai pemilik delapan (8) kursi DPRD Surabaya, berbanding 42 opposisi, Risma tampaknya masih harus belajar mengerti posisi partai pendukungnya itu. Tidak perlu belajar politik di UNAIR untuk memahami beratnya langkah yang harus dijalani oleh seorang Wishnu. Cukup komunikasi dan rasa percaya diri bahwa Risma didukung oleh DPP dan rakyat Surabaya.

Akan ada saatnya Risma menghadapi kenyataan telah menuduh Wishnu tidak mendukungnya bahkan berusaha memakzulkan dimasa lalu. Tetapi, selain itu sudah berlalu, apakah waktu yang berlalu tiga tahun tidak menyadarkan seorang Risma, bahwa keberhasilannya sebagai Walikota adalah karena peran yang diambil Wishnu dan tujuh orang lainnya?

Dengan bersikap seolah menentang kebijakan Risma terkait pajak reklame, dan pemakzulan, lalu bagaimana Wishnu mengetahui dari dekat setiap gerakan yang akan diambil 42 opposisi? Delapan orang wakil PDIP tentu bukan orang sakti yang mudah menghipnotis setiap fraksi dalam sekejap untuk meloloskan perwali atau APBD agar secepatnya sampai ke meja Gubernur. Kemampuan lobby delapan orang itu pastinya dibantu informasi dari dalam dan berada cukup dekat dengan opposisi.

Jika tekanan datangnya dari partai lain, yang tidak suka keberhasilan fraksi minor, ada baiknya Risma menghindari penempatan dirinya sebagai bidak yang justru memuluskan agenda lawan. Seperti pengakuannya di beberapa media, Risma tidak tertarik dengan politik nasional, apalagi soal capres-capresan. Tetapi Risma harus sadar bahwa keberadaanya sudah menjadi perhatian secara nasional bahkan mungkin dunia, sehingga mau tidak mau beliau harus berpolitik. Setidaknya untuk dirinya sendiri agar tidak menjadi objek tarik menarik kepentingan demi menjatuhkan partai tertentu.

Gerakan Projo yang ambisius dan urakan, atau kerasnya politik Jawa Timur adalah resiko bagi PDIP yang terlalu berhati hati. Kehati-hatian yang justru membuat pesaing tidak nyaman dan bertanya tanya apa dan siapa yang akan mereka hadapi dari PDIP? Ketidaknyamanan yang mengharuskan mereka mengutak atik fokus kinerja seseorang yang sedang berusaha memperbaiki wilayah yang memberi amanat.

Risma perlu memahami posisi yang harus diambil teman, meski terlihat mendekati lawan. Atau ia akan malu hati, ketika sadar karena semua untuk membentengi kesuksesan dirinya. Bukankah itu yang disampaikan Jokowi lewat telepon kemarin?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun