Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

JK (Untuk) Jokowi, Permainan Seribu Kaki Golkar

28 Maret 2014   03:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:22 1039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sodoran berbagai pihak agar Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla yang tertuang dalam banyak hasil jajak pendapat menimbulkan pertanyaan, siapa sebenarnya peserta pemilu?.

Jika kita cermati sepak terjang Golkar selama ini, dari semenjak jatuhnya rezim Orde Baru, tidak sekalipun Golkar berada diluar pemerintahan atau beropposisi. Mereka selalu memiliki alasan untuk berada dilingkaran kekuasaan dan sebisa mungkin memainkan peran yang cantik untuk membangun kembali kekuatan mereka secara perlahan namun pasti. Hal ini terlihat dari luputnya Golkar dari  pengkambinghitaman oleh masyarakat dari setiap kesalahan atau kegagalan pemerintah yang biasanya menjadi biang keterpurukan popularitas pemerintahan.

Golkar dianggap tidak memiliki andil ketika korupsi merajalela di ring satu  kekuasaan padahal mereka menyumbang banyak menteri dengan berbagai prestasi yang tidak signifikan. Golkar juga bisa berkelit, bahkan ketika Gubernur yang juga petinggi partai itu, seperti Ratu Atut Chosiyah  berkubang lumpur korupsi yang mengakar di Banten. Salah satu Provinsi termiskin di Indonesia, yang hanya sejengkalan raksasa dari pusat kekuasaan, Ibukota.

Bolehlah kita memberi pujian pada Golkar yang memainkan politik "belut" dalam melindungi image mereka dimata masyarakat. Peran media dianggap menjadi sentral untuk membatasi pemberitaan bahwa Golkar juga bagian dari kekuasaan, dan oleh sebab itu, Golkar sepatutnya juga berperan besar bagi kegagalan pemerintah dalam berbagai aspek, termasuk manfaat pertumbuhan ekonomi yang tidak dirasakan kalangan bawah. Mudahnya masyarakat disogok dan di iming-imingi janji kesejahteraan juga menjadi pemicu Golkar tetap bertahan diposisi atas dalam perkiraan perolehan suara dalam pileg mendatang.  Seandainya janji tidak bisa ditepati, Golkar memiliki alibi bahwa mereka seolah tidak berperan dalam menyengsarakan rakyat.

Politik Kaki Seribu.

Cara Golkar bermain dalam khasanah politik nasional bisa dikata cukup unik dengan berpencarnya kekuatan mereka menjadi banyak bagian. Hampir setiap partai di Indonesia dibidani atau diawaki oleh kader Golkar, baik semasa ORBA maupun setelahnya.

Siapa yang tidak kenal Wiranto, Prabowo Subianto, atau bahkan Surya Paloh?  Seorang Anis Matta sekalipun masih memiliki kedekatan dengan Golkar melalui ketua umumnya Aburizal Bakrie.

Dari nama nama diatas saja, kita tahu bahwa sebenarnya rasa "Kegolkaran" mereka tidak akan hilang begitu saja, seandainya kita memilih satu diantara mereka. Pada dua pemilu sebelumnya, jika rakyat Indonesia memilih Wiranto, atau Jk dalam pilpres dan seandainya menang, maka sebenarnya Golkar tetap akan ikut menikmati kekuasaan.  Saya bahkan sangat yakin, seandainya pasangan Mega-Prabowo menang pada pemili 2009 lalu, Golkar akan tetap ikut serta dalam pemerintahan. Sebuah pesanan yang sudah ada dalam perjanjian Batu Tulis, dimana disebutkan bahwa Prabowo akan menentukan setidaknya 8 menteri Kabinet (Seandainya menang hehe...).

Inilah politik Co-Branding ala Golkar, dimana mereka menempatkan banyak orang seolah sukarela membentuk partai sendiri namun pada kesempatan berikutnya, atas nama masa lalu, almamater, dsb.. mereka mempunyai banyak kaki untuk ikut berkuasa.

Jika terjadi kekisruhan atau penolakan pada kebijakan pemerintah, tentu dengan mudah Golkar membuat alibi tadi, bahwa mereka hanya partisipan kecil di pemerintahan.

Kaki JK.

Melihat tingginya kesempatan Jokowi dalam kompetisi Pilpres mendatang, salah satu tokoh Golkar yang dianggap cukup netral dan diterima masyarakat adalah mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla ikut dikaitkan dengan calon PDIP itu. Sebelumnya JK juga menjadi unggulan di partai milik Nahdliyin, PKB  termasuk kemungkinan dari Partai Persatuan Pembangunan.

JK bisa jadi  menjadi salah satu alternatif bagi pendamping Jokowi, ketika electoral treshold PDIP hanya cukup untuk menyumbang seorang Capres. Jika hanya menguasai 20 persen suara di Legislatif, maka PDIP tidak akan sanggup mengusung Capres - Cawapresnya sendiri. Dan menurut hasil survey, seperti dirilis oleh Charta Politika baru baru ini, dengan kekuatan sedemikian, maka PDIP mau tidak mau harus berkoalisi dengan partai lain.

JK bolehjadi menjadi pilihan, meski akan berkompetisi dengan sesama Golkar (ARB) seperti yang lalu lalu, namun hasilnya akan mudah dilihat versi koalisinya, Golkar tetap ada didalam kekuasaan seandainya ARB keok. Bahkan seandainya Prabowo Subianto yang memenangkan pilpres sekalipun, atas nama masa lalu dan almamater, saya cukup percaya diri menyatakan bahwa Golkar akan jadi pemilik kursi di kabinet yang akan dibentuk. Demikian juga jika Jokowi akhirnya dipasangkan dengan JK dan menang di pilpres, maka (saya ulangi lagi) Golkar akan menjadikannya pintu masuk kekuasaan dengan kata halusnya KOALISI. Sebab dia adalah kaki lain dari seribu kaki Golkar.

Kita harus jujur melihat bahwa apapun kondisi perpolitikan di Indonesia kini, dengan lebih dari sepuluh partai yang berkompetisi, dominasi "rasa Golkar" masih teramat kental. Sebab Orde Baru hanya kehilangan Soeharto, namun anak didiknya ada dimana mana. Apakah itu menjadi Hanura, Gerindra, Demokrat bahkan Nasdem dan PKPI sekalipun. Semuanya akan ber-afiliasi pada Golkar. Karena sebenarnya mereka hanya Co-Branding dari simbol kekuasaan ORBA itu, tidak lebih. Sehingga, anda pilih yang manapun, Golkar akan mereka ajak berkoalisi di pemerintahan jika mereka menang.

PDIP hanya memiliki sedikit pilihan berkoalisi, seperti P3, yang sayangnya sedang digawangi seorang yang tidak dipercaya masyarakat dalam memimpin Departemen Agama. Siapa yang bisa percaya pada Surya Dharma Ali? Meskipun keberadaanya ditolak oleh sebagian besar DPW dalam mukernas di Bandung Februari lalu, namun dia tetap memiliki suara yang cukup kuat. Anggota DPW P3 tentu masih ingin melihat adanya sosok seperti Hamzah Haz yang sangat dekat dengan PDIP, namun SDA telah menjauhkan partai itu dari koalisi idealnya sejak Demokrat berkuasa.

Kalau Jokowi dipasangkan dengan JK, maka keinginan sebagian besar orang yang ingin Golkar jauh dari kekuasaan adalah harapan sia-sia. Sebab, Golkar pasti diajak turut serta... karena JK adalah kaki lain dari sekian banyak kaki yang dimiliki Golkar,... sebab mereka dengan canggih telah membangun banyak kekuatan melalui berbagai partai yang platformnya sebenarnya  setali tiga uang. Tidak ada beda antara partai Hanura, Gerindra, Demokrat, Nasdem dan PKPI . Adakah kalian lihat itu?

Jadi, apapun hasil pemilihan ini, sebenarnya kita hanya melihat persaingan antara Golkar dan partai turunannya, partai Islam dan PDIP. Sayangnya partai Islam tidak sedang populer karena cap munafik yang disematkan pada para pemimpinnya, dengan skandal korupsi yang tidak tanggung tanggung.

=SachsTM=

Note:

Co-Branding adalah istilah yang biasanya kita temukan dalam bidang ekonomi, dimana sebuah produk / merek dibuat untuk melindungi / meningkatkan image produk yang sama dari perusahaan yang sama. Contohnya Supermie untuk melindungi Indomie... atau Citilink untuk Garuda...   toh hasilnya sama aja... untuk dia dia juga :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun