Prabowo tidak pernah menjelaskan posisinya atas penculikan 13 orang aktivis pada 1998 harus segera diselesaikan. Penyelesaian masalah tersebut, diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dimana tiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Adalah tugas berat presiden terpilih nantinya untuk harus dapat menyelesaiakan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Termasuk yang dilakukan Prabowo. Lalu bagaimana jika PS sendiri yang jadi? Apakah ia akan mengadili dirinya sendiri terlepas dari terlibat atau tidak? Siapa yang akan percaya hal itu?
Penculikan dan penghilangan nyawa secara paksa, adalah pelanggaran HAM. Apalagi jika menggunakan instrumen dan lambang negara tanpa ketetapan pengadilan, semisal vonis hukuman mati.
Secara garis besar, Bukankah dengan memilih seorang Aceng Fikri dan mencalonkan seorang yang terbelit masalah HAM adalah kesalahan kita? Kita dan pilihan kita yang seolah merestui dan memberikan tempat pada tersedianya sarana untuk pelecehan seksual, kekerasan antar anak.
Karena kita sendiri yang memilih wakil yang berwenang membuat aturan. Atau bahkan calon eksekutor peraturan. Seorang calon presiden, terlepas dari benar atau tidak dia seorang pelanggar HAM, seharusnya orang yang masa lalunya meragukan, abu-abu, penuh kekerasan seperti ini tidaklah layak menjadi pimpinan ekskutif.
Jadi masihkah kita pantas marah pada pelecehan seksual anak itu? Atau pembunuh temannya itu? Lalu bagaimana kita memilih dan bercermin pada perilaku kita pada pengawasan lingkungan, pembuat kebijakan, menentukan perwakilan di ranah lebih luas?
=Sachsâ„¢=
#Sebelumnya Terhapus?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H