Mohon tunggu...
Adie Sachs
Adie Sachs Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Itu

Happy and Succesfull... #Alert #Reveal

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Khianati Mega, Jokowi Lebih Buruk dari Soeharto

31 Januari 2015   20:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:02 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satu kata yang menggambarkan sosok Jokowi saat ini adalah "Pengkhianat".

Tentu saja pernyataan keras ini dari lubuk hati yang paling dalam, mengingat Jokowi telah membiarkan sebuah masalah kecil menjadi liar. Akar permasalahan yang sebenarnya ajang cari muka, berujung baku coreng antar pihak yang awam, pendukung buta, oportunis terselubung dan penumpang gelap serta pengamat kacangan hingga petinggi yang tak beretika.

Gengsi Hak Prerogatif Jokowi.

Pencalonan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan ( Komjen. BG ) sebagai calon Kapolri adalah peristiwa administratif yang merupakan hak prerogatif presiden. Ini adalah saat ( ibarat ) seorang pendekar memilih senjata pusaka kesukaannya, yang sesuai dengan kesaktiannya untuk mendukungnya menegakkan kebenaran.

Jika kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menelikung disaat akhir dengan menjadikan BG sebagai tersangka karena dugaan gratifikasi, Jokowi pantas merasa harga dirinya "di cubit". Hak prerogatif adalah gengsi jabatan presiden, hak yang diatur dan dijamin dalam konstitusi. Hak yang seharusnya tidak dapat diganggugugat selama tidak merusak tatanan bernegara dan atau melanggar undang undang lainnya, gugur seketika oleh KPK.

Memang benar pencalonan Komjen BG adalah awal permasalahan yang kini jadi liar dengan sasaran yang empuk, kredibilitas PDIP dan partai pendukung. Sasaran lainnya yang lebih empuk adalah pembusukan nama Megawati dan sejumlah nama lainnya di lingkaran banteng.

Tapi...

Jika kita amati lebih dekat, letak pangkal permasalahan sebenarnya ada pada Jokowi sendiri. Harga diri Joko Widodo yang terusik. Bahwa hak preogatifnya demikian mudah dianulir KPK dengan mentersangkakan seseorang melalui media. ( Baca: Keampuhan Hak Veto KPK Lawan Hak Prerogatif Presiden )

Ketidakrelaan Jokowi melihat hak prerogatif tawar oleh status buatan KPK menjadikan masalah kian kemari kian liar. Gengsinya telah menyandera dirinya sendiri dari membuat keputusan. Keputusan yang ditunda - tunda menuntunnya sebagai pengkhianat diantara semua pihak yang ingin ia senangkan.

Pengkhianat pihak yang awam,

Tanpa bermaksud penulis lebih paham, masyarakat umumnya hanya menginginkan bahwa seorang tersangka tidak dijadikan sebagai pembantu presiden, termasuk/terutama sebagai kepala aparat penegak hukum. Masyarakat menilai Kepolisian yang dapat dibeli akan semakin merusak hukum itu sendiri. Masyarakat ingin keadilan, sehingga pelantikan seorang tersangka menjadi Kapolri adalah bentuk pengkhianatan pada keadilan itu sendiri. Terutama pengkhianatan pada rakyat.

Rakyat, - mudah mengatasnamakannya - yang memilih dan yang tidak memilih Jokowi merasa memiliki hak atas presiden. Presiden harus membayar jasa mereka yang memilihnya dengan berpihak pada rakyat. Meski sebagian rakyat tidak sadar bahwa mereka telah tergiring opini sepihak oleh kaum oportunis yang tidak menyukai kepolisian yang kuat.

Rakyat hanya melihat hitam - putih, masalah BG seolah hanya rekening gendut, menjadi tersangka korupsi dan pasti tidak layak. Lihat... betapa Jokowi adalah pengkhianat jika tidak mengikuti keinginan itu?!.

Pengkhianat relawan, pendukung buta dan penumpang gelap.

Atas nama rakyat, banyak pendukung semasa kampanye merasa dikhianati Jokowi. Serasa pemilik saham dengan duduknya Jokowi di kursi RI-1, ini adalah saat yang singkat bagi presiden untuk membayar janji kampanyenya. Presiden harus memerangi korupsi, maka presiden harus berpihak pada KPK. Pada keinginan mereka agar presiden mengintervensi hukum. Mengalah pada status yang disematkan pada seorang jenderal oleh KPK.

KPK harus diperkuat dan kebal dari upaya kriminalisasi, meski itu berarti membiarkan komisioner KPK bebas dari dosa-dosanya. Mereka lupa bahwa Polri juga perlu dibersihkan. Pendukung buta dan penumpang gelap hanya mencoba memperpanjang masa busuk Polri. Untuk kepentingan masing masing. Siapa yang tidak diuntungkan dengan lemahnya Polri?

Kepolisian ada di hampir setiap sudut negeri ini. Jika hukum ditegakkan dengan benar oleh kepolisian yang bersih, siapa yang kesulitan melanggar lalu lintas? Siapa yang mudah menyeludup? Menjual narkoba? Atau berbuat kriminal lainnya?.

Polri yang lemah adalah kepentingan rakyat juga. KPK yang kuat bukan ketakutan rakyat, karena rakyat hanya perlu takut korupsi tapi tidak dengan tindak pelanggaran lainnya. Agar mudah melanggar hukum lainnya, atas nama rakyat tanpa sadar digunakan agar Polri tetap terbeli.

Pengkhianat Hukum,

Kasus BG dan hingar bingarnya mobilisasi dukungan bagi tersangka versi Polri , Bambang Widjojanto, adalah peristiwa hukum yang kemudian jadi peristiwa konflik antar institusi. Banyak pro dan kontra yang menyusul. Mulai dari ahli tata negara hingga pengamat kacangan sepertinya berlomba menunjukkan eksistensinya.

Meski ujung ujungnya mereka kemudian menjurus pada kesimpulan "keputusan di tangan presiden". Namun mereka tidak menawarkan solusi yang meyakinkan. Hanya sekedar argumentasi yang tidak berujung dan abu-abu. Tampaknya Jokowi hanya terkesan sebagai pengkhianat hukum meski sang presiden mengatakan "biarkan proses hukum berjalan".

Ternyata proses hukum inipun tetap tidak memuaskan semua pihak. Hasil instan dan sesegera mungkin dituntut karena sejumlah pihak lain khawatir pada kemampuan presidennya. Atau mereka punya kepentingan lain?

Pengkhianat Politik,

Berbagai media dengan sumber pengamat dan atau ahli ahli politik menyebut tekanan dari elite PDIP sebagai partai pendukung pemerintah telah menyandera Presiden Jokowi. Terutama Ketua Umum PDIP dialamatkan sebagai pengganggu independensi Jokowi dalam menentukan banyak hal.

PDIP dan Koalisi Indonesia Hebat menjadi sasaran semua pihak yang sebelumnya kecewa pada penunjukan Jokowi sebagai Capres. Mereka bersorak gemuruh sebab berhasil mempengaruhi dengan opini gemilang bahwa benar, Jokowi hanya boneka, dan perlu keluar dari partainya.

Peristiwa terakhir memperkuat optimisme bahwa Jokowi memang seolah sedang menghadapi tekanan dari partai pengusungnya. Pertemuan Jokowi dengan Prabowo di Istana Bogor pada Kamis (29/1) kemarin membuka lebar peluang Jokowi sebagai pengkhianat politik. Setelah Prabowo menyatakan dukungan penuh ke pemerintah, sejumlah kalangan ramai ramai menilai bisa jadi Jokowi menyeberang ke KMP yang saat ini seolah malaikat penyelamat yang lebih menghormatinya untuk mengambil keputusan sesuai kehendak rakyat.

Dengan semua pengkondisian bahwa koalisi pemerintah menekan Jokowi, bahkan Megawati yang mendukungnya mati-matian sedang diserang dari berbagai penjuru, Jokowi masih saja mengulur waktu seraya membiarkan mereka dihujat. Menunda keputusannya adalah bentuk sikap tidak tahu terimakasih dari seorang Jokowi.

Jokowi yang tidak bisa memutuskan, kenapa yang lain yang diserang?

Prabowo dan KMP seolah datang sebagai jalan terang, dengan wajah bersahabat mencoba menelikung Jokowi dari akarnya. Seolah bersama dengan mereka adalah bentuk bahwa Jokowi berani mengambil sikap pro rakyat, sembari menyelamatkan oknum KPK yang bermasalah.

Ada desakan paling ekstrem agar Jokowi akan menyeberang ke KMP. Melupakan awal segalanya, kasus BG dan kasus BW, lalu kita melewatkan satu hal; bahwa KPK vs Polri sebenarnya untuk menarik Jokowi dari satu koalisi ke koalisi lain.

Agenda tersebut disiapkan dari skenario besar tadi. Bukankah mudah menyerang Mega dan PDIP? Bukankah mudah meruntuhkan koalisi ramping itu? Kemudian , bukankah mudah mematikan karir Jokowi setelah nanti (misalnya) tergoda mengeberang ke KMP?. Menggantinya dengan tokoh kesukaan mereka tanpa pemilu yang sulit...

Ikan sudah masuk bubungan. Kelak, KMP akan beralapologi "PDIP dan Megawati saja dikhianati, apalagi KMP? Makzulkan saja...". Ketika itu, barulah semua gigit jari dan kuku.

Samad dan BW adalah aktor yang baik. Ya.... mereka bermain dengan sempurna hingga saat ini. Dan mereka bukan pusaka untuk Jokowi, mereka sudah milik pendekar lain, yang coba tampak mesra dengannya.

Jokowi punya pilihan: terjebak atau teruskan, berkhianat atas nama rakyat atau... setia demi rakyat!.

#Reveal

#Warning

#Alert

=Sachsâ„¢=

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun