kau berlagak sangat romantis
bergerak ke depan dengan kaki terseret
kau hampiri aku, haus dahaga darah
mencabik-cabik mungil dagingku
seakan itulah tarian dari perburuan terakhir
matamu penuh pesona, gelap nan buas
jiwamu bukan mayat, adalah makhluk api
gaya makanmu tanpa jeda
terlihat anggun di mataku
kedinginanmu menusuk jiwaku
tuk memberi kecupan rasa cinta
rasa gila yang hanya aku memilikinya
inginku mengukir seluruh tubuhmu
namaku bersama benang layangan
yang baru putus di tangan kiri bocah
tepat setelah kuakhiri puisi ini dengan
bisikan maut di ujung nadi
M Sanantara
Bgr, 04122024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H