Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Di Balik Harga Roti Rp 400 Ribu

26 Agustus 2024   10:00 Diperbarui: 26 Agustus 2024   21:51 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roti/Sumber: (Shutterstock/Brent Hofacker via Kompas.com)

Kamu mungkin sudah mendengar ceritanya. Sebab, cerita "harga roti Rp 400 ribu" yang akan saya singgung di artikel ini memang sudah viral sejak beberapa hari yang lalu. Meski begitu, kamu harus tahu sebuah konteks yang melatarbelakangi viralnya cerita tersebut.

Harus diakui, untuk ukuran orang Indonesia, harga roti sebesar Rp 400 memang relatif mahal. Apalagi dengan uang tersebut, kamu cuma dapat membelinya sedikit saja, bukan "seraup" atau "segambreng". Tentu saja, kalau dinilai sepintasnya, membeli sepotong-dua potong roti dengan uang sebanyak itu tidaklah "worth it" (sepadan).

Namun demikian, bagi orang Amerika, perspektifnya barangkali bisa berbeda. Bagi mereka, harga roti tersebut mungkin saja dianggap "wajar", bukan "kemahalan" seperti yang dipandang oleh orang Indonesia. Maklum saja, biaya hidup di sana memang relatif tinggi, sehingga barang apapun bisa dibanderol dengan harga mahal, termasuk untuk roti sekalipun.

Alhasil, harga sepotong roti tadi sebetulnya tidak harus jadi "polemik" sebab semuanya terasa biasa-biasa saja dalam "kacamata" tertentu. Nah, yang jadi persoalan adalah cerita roti tadi disampaikan justru ketika situasi Indonesia sedang "memanas". Tentu saja hal itu memicu reaksi negatif yang luas, mulai dari cibiran, kritikan, hingga yang terparah, makian.

Cerita tersebut dinilai nirempati, tidak layak dipublikasikan, sebab meskipun untuk membelinya, pesohor yang bersangkutan memakai uang pribadi (dan bukan uang rakyat), namun ada rasa solidaritas yang "tercederai".

Saya pribadi enggan ikut terseret polemik tersebut. Semua itu bukanlah urusan saya. Meski begitu, saya memandang bahwa ada yang menarik di balik cerita roti Rp 400 ribu. Yakni soal pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat.

Kalau kita telisik 10 tahun ke belakang, maka akan terlihat bahwa nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat memang terus melemah. Pada Januari 2014 kurs Rupiah mencapai 11.700-an per USD. Sekarang? Sudah tembus 15.700-an!

Kan naik-nya cuma 4.000, lalu apa dampaknya buat kita semua? Saya kira, efeknya sangatlah luas. Salah satunya ialah barang-barang jadi tambah mahal. Contohnya? Ya cerita roti itu tadi. Harga roti tadi bisa terkesan mahal karena kita merupiahkan harganya. Coba kamu berpegang pada mata uang lain, yang lebih kuat ketimbang Dollar AS, maka ceritanya bakal lain.

Contoh lainnya? Ya harga obat jadi tambah mahal. Hal itu harus dimaklumi mengingat bahan baku obat yang kita konsumsi mayoritas masih impor. Seingat saya dulu angkanya masih di atas 80%, mungkin sekarang sudah turun sedikit.

Alhasil, meskipun nilainya kecil, namun penguatan USD terhadap Rupiah bisa berdampak cukup besar terhadap harga jual obat di tanah air. Terlebih ada juga inefisiensi di sana-sini yang membikin harga obat di Indonesia bisa lebih mahal beberapa ratus persen dibandingkan negara tetangga di kawasan ASEAN.

Itu baru soal obat, belum aspek lain, seperti traveling. Bagi kamu yang hobi jalan-jalan keluar negeri, terutama yang pembayarannya masih mengandalkan USD, maka kamu harus menyiapkan dana ekstra. Pasalnya, pelemahan Rupiah bisa membikin ongkos traveling kamu jadi membengkak.

Pada tahun ini, saya merasakan sendiri bahwa saya mesti menyiapkan uang lebih untuk biaya jalan-jalan saya, karena anggaran awal yang sudah saya perkirakan tersebut jadi bertambah seiring dengan kenaikan kurs Dollar. Jelas itu semua berada di luar kendali saya, tapi kalau sudah tahu begitu, sudah sejak awal, saya mencari uang lebih dari yang seharusnya.

Suka beli kendaraan, seperti motor atau mobil? Itu pun bisa terkena dampak dari pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar. Terlebih kendaraan yang kamu beli berasal dari luar negeri, atau yang sukucadangnya mayoritas masih impor, nah kamu harus menerima kenyataan bahwa harganya bakal lebih mahal ketimbang sebelumnya.

Saya kira masih ada banyak aspek lain, yang tidak bisa saya ulas satu per satu karena artikel ini bisa kepanjangan, yang bakal terkena imbas pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar AS. Namun, yang jelas, kenaikan tersebut bukannya akan berhenti pada tahun ini. Sebab, kalau berkaca pada tren masa lalu, hampir bisa dipastikan bahwa USD akan terus menguat, dan harga-harga barang akan jadi lebih mahal pada masa-masa yang akan datang.

Tentu saja hal itu bisa diantisipiasi sejak awal dengan melakukan sejumlah cara. Bagi sebagian orang, bekerja keras dan menghasilkan banyak uang adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut. Tidak salah memang. Asalkan uang yang kamu peroleh bisa mencukupi semuanya, cara tersebut bisa dilakukan. Jadi, sebesar apapun harga barang-barang, kamu tidak akan mengeluhkannya.

Atau kamu juga bisa mencoba cara lain, seperti yang saya lakukan, seperti berinvestasi di pasar saham. Memang berinvestasi di pasar saham itu berisiko, kalau kamunya "FOMO" dan nggak paham caranya. Namun, kalau kamu mengerti cara melakukannya, risiko yang kamu tanggung bisa ditekan seminim mungkin tanpa mengurangi potensi cuan yang bisa kamu peroleh di kemudian hari. (Untuk kiat-kiat berinvestasi saham, saya akan sampaikan di lain kesempatan saja karena uraiannya bakal panjang, tidak akan cukup dibahas di artikel ini.)

Oke, saya kira saya cukupkan dulu saja sampai di sini. Selamat datang di era inflasi tinggi, yang mana harga-harga barang pada naik semua, dan kita harus bekerja dan berinvestasi keras untuk melampauinya. Terima kasih sudah membaca hingga akhir.

Semoga bermanfaat.

Salam hangat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun