Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Bosan Jadi "Budak Korporat", Lebih Baik Berbisnis?

10 Juni 2024   10:00 Diperbarui: 12 Juni 2024   08:30 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari pengalaman berbisnis selama ini, saya merasa bahwa kalau kamu ingin memulai sebuah usaha, kamu harus mempunyai komitmen jangka panjang. 

Sebuah komitmen untuk terus berjuang dan bertahan menghadapi berbagai macam persoalan bisnis, mulai dari menghadapi pelanggan, mencari barang, hingga membayar biaya operasional. 

"Kalau cuma untuk setahun atau dua tahun, sebaiknya lu jangan buka toko," kata saya.

Nasihat tersebut bisa muncul bukan tanpa alasan. Sekadar berbagi pengalaman, saya membuka toko ketika saya berusia 30 tahun. Pada waktu itu, saya sedang tidak bekerja alias nganggur. Posisi saya semakin sulit terlebih ketika pandemi covid datang melanda Indonesia.

Alhasil, semua tawaran pekerjaan berhenti total, dan saya punya masalah keuangan yang cukup serius karena tabungan yang saya kumpulkan selama bertahun-tahun terus menipis akibat harus memenuhi kebutuhan sehari-hari. (Kalau kata orang, tidak punya uang itu rasanya sungguh tidak enak, maka kata-kata itu memang betul adanya. Saya sudah merasakannya.)

Namun, saya cukup beruntung, karena saya tidak punya utang sedikitpun. Kalau punya cicilan dan pinjaman, sementara tidak uang yang masuk ke rekening, maka pasti saya sudah lama bangkrut dan dikejar oleh debt collector.

Keberuntungan lain, saya dibantu oleh orang tua saya. Untuk hal itu, saya merasa sangat berterima kasih dan berutang budi. Sebab, saya tak hanya dibangunkan toko, tapi juga dipinjamkan modal berupa barang, yang harus dikembalikan dalam bentuk uang beberapa tahun berikutnya (sekarang modal tersebut sudah saya kembalikan sesuai janji saya sebelumnya). Kalau tidak ada orangtua, maka sekarang saya mungkin bakal jadi orang yang berbeda sekarang.

Tentu saja, jalannya operasional toko adalah tanggung jawab saya. Awalnya saya sempat merasa takut dan cemas. "Apakah saya sudah menghitung barang belanjaan dengan benar? Apakah saya melakukan kesalahan saat sedang bertransaksi?" Segelintir pertanyaan tadi sempat "menghantui" pikiran saya. Terlebih karena saya berdagang sendirian pada waktu itu, dan belum ada yang membantu sama sekali.

Waktu saya juga banyak terpakai mengurus toko. Sejak membuka toko, saya menjelma jadi orang yang sangat sibuk. Jika dibandingkan dengan beban kerja sebagai karyawan dulu, saya merasa bahwa mengelola sebuah toko ternyata punya beban yang jauh lebih besar dan berat. Apalagi saya membuka toko hampir setiap hari. (Saya hanya libur pada hari minggu dan lebaran.)

Namun, sesulit apapun permasalahan yang saya hadapi, saya berkomitmen penuh untuk bertahan. Alasannya sederhana saja. Kalau sampai bisnis yang saya rintis tersebut akhirnya gagal total, maka saya akan sulit memperoleh matapencaharian baru karena tidak ada kantor, instansi, atau yayasan yang mau memperkerjakan orang yang sudah lewat umur 30 tahun, seperti saya. (Kalau tidak percaya, coba cek iklan lowongan kerja di internet).

Makanya, ketimbang mengalami peristiwa tersebut, saya mengerahkan semua usaha saya agar toko yang saya kelola mampu terus eksis, dan saya bisa terus hidup darinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun