Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Bosan Jadi "Budak Korporat", Lebih Baik Berbisnis?

10 Juni 2024   10:00 Diperbarui: 12 Juni 2024   08:30 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bosan Jadi Karyawan | Sumber: Pexels/Karolina Kaboompics

Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang teman, yang secara khusus ingin bertanya tentang bisnis toko sembako, yang sekarang sedang saya jalani. 

Rupanya dia memang punya rencana untuk membuka toko sembako, sehingga dia membutuhkan informasi dari saya tentang cara mengelola toko tersebut agar tokonya mampu bertahan, dan syukur-syukur bisa menghasilkan keuntungan yang bagus dalam jangka panjang.

Tentu saja pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu tidaklah cukup. Saya tidak bisa menerangkan segala aspek yang dibutuhkan untuk membuka toko dalam waktu sesingkat itu. 

Jadi, ketimbang lebih banyak berbicara, saya justru lebih banyak bertanya dan mendengar. Saya ingin memahami kondisi teman saya, sekaligus menemukan motivasi terkuatnya untuk memulai bisnis tersebut.

Sebelum terpikir membuka usaha, teman saya bekerja sebagai karyawan swasta. Kurang-lebih sudah lima tahun, dia berkecimpung di dunia korporat. Namun, pada usia 27 tahun, ia memutuskan stop. Dia "resign" dari kantornya dengan alasan sudah "bosan". Sebetulnya di umurnya yang masih terbilang muda, dia bisa saja mencari pekerjaan lain.

"Tapi, masalahnya, Koh, kalau cari kerja di tempat lain, gue pasti dapat pekerjaan yang sama kayak sebelumnya," katanya. "Gak bakalan jauh-jauh."

Hal itu sangat bisa dimaklumi, mengingat perusahaan biasanya melihat pengalaman calon karyawan sebelum melakukan perekrutan. Jika di kantor sebelumnya, calon karyawan tadi sudah berpengalaman di bidang keuangan misalnya maka pekerjaan yang ditawarkan tentunya tidak jauh-jauh dari bidang tersebut. 

Jadi, umumnya akan sangat sulit apabila calon karyawan tadi berpindah posisi. Sebab, dia mesti belajar lagi dari nol, dan belum tentu dia cocok dengan posisi yang baru.

Saya tidak mengkritik atau menyalahkan keputusannya tersebut. Saya justru memakluminya karena saya dulu pun pernah bekerja sebagai karyawan selama lebih dari lima tahun. Jadi, saya mengerti perasaannya, situasinya, dan alur berpikirnya.

Semua keputusannya untuk membuka toko adalah sepenuhnya urusannya pribadi. Saya tidak melakukan intervensi terhadapnya. Namun, sejak awal pertemuan, saya menekankan kepadanya bahwa menjadi seorang pengusaha bukanlah hal yang mudah.

Dari pengalaman berbisnis selama ini, saya merasa bahwa kalau kamu ingin memulai sebuah usaha, kamu harus mempunyai komitmen jangka panjang. 

Sebuah komitmen untuk terus berjuang dan bertahan menghadapi berbagai macam persoalan bisnis, mulai dari menghadapi pelanggan, mencari barang, hingga membayar biaya operasional. 

"Kalau cuma untuk setahun atau dua tahun, sebaiknya lu jangan buka toko," kata saya.

Nasihat tersebut bisa muncul bukan tanpa alasan. Sekadar berbagi pengalaman, saya membuka toko ketika saya berusia 30 tahun. Pada waktu itu, saya sedang tidak bekerja alias nganggur. Posisi saya semakin sulit terlebih ketika pandemi covid datang melanda Indonesia.

Alhasil, semua tawaran pekerjaan berhenti total, dan saya punya masalah keuangan yang cukup serius karena tabungan yang saya kumpulkan selama bertahun-tahun terus menipis akibat harus memenuhi kebutuhan sehari-hari. (Kalau kata orang, tidak punya uang itu rasanya sungguh tidak enak, maka kata-kata itu memang betul adanya. Saya sudah merasakannya.)

Namun, saya cukup beruntung, karena saya tidak punya utang sedikitpun. Kalau punya cicilan dan pinjaman, sementara tidak uang yang masuk ke rekening, maka pasti saya sudah lama bangkrut dan dikejar oleh debt collector.

Keberuntungan lain, saya dibantu oleh orang tua saya. Untuk hal itu, saya merasa sangat berterima kasih dan berutang budi. Sebab, saya tak hanya dibangunkan toko, tapi juga dipinjamkan modal berupa barang, yang harus dikembalikan dalam bentuk uang beberapa tahun berikutnya (sekarang modal tersebut sudah saya kembalikan sesuai janji saya sebelumnya). Kalau tidak ada orangtua, maka sekarang saya mungkin bakal jadi orang yang berbeda sekarang.

Tentu saja, jalannya operasional toko adalah tanggung jawab saya. Awalnya saya sempat merasa takut dan cemas. "Apakah saya sudah menghitung barang belanjaan dengan benar? Apakah saya melakukan kesalahan saat sedang bertransaksi?" Segelintir pertanyaan tadi sempat "menghantui" pikiran saya. Terlebih karena saya berdagang sendirian pada waktu itu, dan belum ada yang membantu sama sekali.

Waktu saya juga banyak terpakai mengurus toko. Sejak membuka toko, saya menjelma jadi orang yang sangat sibuk. Jika dibandingkan dengan beban kerja sebagai karyawan dulu, saya merasa bahwa mengelola sebuah toko ternyata punya beban yang jauh lebih besar dan berat. Apalagi saya membuka toko hampir setiap hari. (Saya hanya libur pada hari minggu dan lebaran.)

Namun, sesulit apapun permasalahan yang saya hadapi, saya berkomitmen penuh untuk bertahan. Alasannya sederhana saja. Kalau sampai bisnis yang saya rintis tersebut akhirnya gagal total, maka saya akan sulit memperoleh matapencaharian baru karena tidak ada kantor, instansi, atau yayasan yang mau memperkerjakan orang yang sudah lewat umur 30 tahun, seperti saya. (Kalau tidak percaya, coba cek iklan lowongan kerja di internet).

Makanya, ketimbang mengalami peristiwa tersebut, saya mengerahkan semua usaha saya agar toko yang saya kelola mampu terus eksis, dan saya bisa terus hidup darinya.

Sampai tulisan ini dibuat, saya bersyukur masih menjalankan toko saya seperti biasa. Saya masih berkomitmen penuh dalam bisnis saya. Hanya bedanya, kalau dulu hanya berdagang sendirian, sekarang saya sanggup membuka lapangan kerja buat orang lain, semata-mata karena usaha yang saya rintis kini sudah bertumbuh dengan sangat baik, sehingga tidak mungkin bagi saya untuk menanganinya sendirian.

Jadi, kalau kamu sudah "lelah" jadi karyawan, dan berhasrat membuka sebuah usaha, maka saran saya ke kamu sederhana. Milikilah komitmen jangka panjang. Jangan setengah-setengah. Sebab, berdagang adalah sebuah perjalanan yang panjang. Dia sangat mirip dengan lomba maraton, yang membutuhkan stamina yang bagus untuk mencapai garis finis.

Semua dimulai dari kamunya dulu, baru lain-lain. Sebab, modal bisa diperoleh tanpa kamu harus merogoh isi rekening atau dompet sendiri, tapi kalau kamu tidak berkomitmen penuh dalam bisnismu, maka bisnismu cuma akan berlangsung sebentar, atau bahkan bubar secara prematur.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun