Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Lingkaran Setan" dalam Produksi Film Setan Indonesia

11 September 2023   10:00 Diperbarui: 11 September 2023   10:16 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film KKN di Desa Penari/Sumber: antaranews.com/berita/3326466/apa-yang-berbeda-dari-versi-terbaru-kkn-di-desa-penari

Tentu saja ini bukan hal yang bagus, sebab suatu saat, akan muncul titik jenuh, sehingga orang-orang akan jadi malas menonton film Indonesia, karena film-film yang ditampilkan hanya begitu-begitu saja. Bukankah itu ujung-ujungnya bakal merugikan produser dan industri film itu sendiri?

Berani Menantang Selera Pasar

Memutus "lingkaran setan" tersebut jelas bukanlah persoalan yang mudah dilakukan. Sebab, film bukan hanya dipandang sebagai karya seni, tapi juga sebagai bisnis, dan sebuah bisnis tentu saja harus menghasilkan keuntungan (cuan) supaya bisa berumur panjang.  

Maka, begitu ingin mengerjakan sebuah film, terutama yang berseberangan dengan suara pasar, maka produser bakal dibikin bimbang. Ia akan bertanya-tanya, "Apakah film tersebut bisa bikin untung atau setidaknya bisa balik modal jika jadi diproduksi? Jika memang hasilnya ternyata malah rugi, maka apakah kerugian tersebut bakal berdampak buruk bagi keuangan perusahaan, sehingga bisa mengganggu operasionalnya dalam jangka panjang?"

Seorang produser sadar betul bahwa melawan selera pasar tentu sangat berisiko, tak hanya untuk keuangan perusahaan, tapi juga nasib kru yang bekerja di bawah naungannya. Oleh sebab itu, jangan heran, jika ada banyak produser film yang memilih main aman dengan memproduksi film yang itu-itu saja.

Untuk mengubah situasi tersebut, jelas dibutuhkan keberanian atau bahkan kenekatan dari produser film. Walaupun ada risiko menanggung kerugian, namun bukan berarti memproduksi film dengan nuansa yang berbeda tidak layak dicoba. Kita tidak akan pernah tahu kalau tidak pernah mencoba.

Inspirasi dari Buku Stoikisme

Harus diakui, industri film memiliki kemiripan dengan industri penerbitan buku. Keduanya sama-sama memperhatikan selera pasar. Makanya, selera pasar menjadi "barometer" untuk menentukan karya mana yang boleh diproduksi dan yang tidak.

Selera pasar terkadang bisa berubah. Contohnya, dulu penerbit yang memproduksi buku-buku bertema filsafat harus legawa jika usahanya tekor. Maklum, buku-buku filsafat bukanlah buku-buku yang diminati pasar. Pasarnya memang ada (biasanya di kalangan mahasiswa atau dosen filsafat saja), namun ukurannya sangat kecil.

Alhasil, produksi buku-buku tersebut sangat sedikit dan keuntungannya tentu amat kecil (karena cetakannya cuma sedikit maka ongkosnya juga jadi mahal).

Belum lagi muncul persoalan lain, seperti pembajakan buku, yang bikin nasib penerbit buku-buku filsafat jadi tambah "merana". Makanya, bagi penerbit buku-buku filsafat, sudah sanggup balik modal saja sudah bagus (syukur-syukur bisa memetik untung).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun