Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

"Filosofi Teras" untuk Investor Saham

14 Agustus 2023   10:00 Diperbarui: 14 Agustus 2023   14:49 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Investor saham (Sumber: Tima Miroshnichenko/Pexels)

Buku Filosofi Teras (Stoisisme) yang ditulis oleh Henry Manampiring belakangan menyita perhatian luas. Awalnya, saya tidak begitu tertarik membacanya, karena ketimbang buku-buku filsafat, saya lebih suka membaca buku yang berbau ekonomi, keuangan, dan investasi.

Namun, ketertarikan tadi berubah saat saya mendengar bahwa buku tersebut sudah 50 kali naik cetak. Saya berpikir, adalah sangat jarang sebuah buku bisa diterbitkan ulang sebanyak itu, terlebih untuk buku bergenre filsafat, yang sejak dulu isinya terkesan "jlimet", mengawang, dan sukar dipahami.

Pasti ada "sesuatu" di dalamnya yang membikin buku tersebut begitu disukai dan digemari hingga harus naik cetak berkali-kali.

Saya kemudian iseng mengunjungi toko buku terdekat dan memutuskan membacanya. Benar saja, buku itu memang bagus isinya. Ide-idenya sangat membumi, dan disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti.

Kalau biasanya saya membaca hanya bagian awal dari sebuah buku untuk menilai bagus-tidaknya konten yang disajikan, maka sewaktu meliput buku tersebut, saya justru sampai selesai ke halaman terakhir!

Stoisisme yang dibahas di buku Filosofi Teras bukanlah ajaran yang baru. Salah satu aliran filsafat ini sebetulnya sudah ada sejak lebih 2300 tahun yang lalu.

Pendirinya adalah Zeno dari Citium, yang kemudian ajarannya dikembangkan oleh filsuf-filsuf lain, seperti Epictetus, Marcus Aurelius, dan Seneca. Setelah terjadinya pergantian kaisar dan masuknya ajaran Agama Kristen di Yunani, filsafat ini sempat "mati suri".

Tidak banyak masyarakat yang dapat mengaksesnya, terlebih karena filsafat sempat mempunyai stigma yang negatif, dan biasanya cuma diajarkan di ruang kuliah, bukan di sekolah pada umumnya. Alhasil, ajaran yang disampaikan dalam filsafat ini hanya termaktub di buku-buku dan diketahui oleh mereka yang mendalami filsafat di universitas saja.

Meski begitu, berbeda dengan aliran filsafat lainnya, Stoisisme lebih bersifat praktis. Ajarannya bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena Stoisisme memang tidak diciptakan untuk sekadar jadi teori yang abstrak, tapi juga bisa dipraktikkan dengan mudah.

Ruang lingkup implementasinya juga luas, mulai dari pemerintahan, ekonomi, hingga urusan rumah tangga sekalipun. Oleh sebab itu, ajaran filsafat ini bisa dipakai di mana saja, termasuk di dalam investasi saham.

Saya kira, filsafat ini bisa membantu mengatasi emosi negatif yang muncul di batin para investor saat berinvestasi saham. Dengan mempraktikkannya, saya rasa, para investor bisa "berdamai" dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi sewaktu yang bersangkutan aktif berdagang saham.

Seperti diketahui, salah satu ajaran fundamental dari Stoisisme adalah dikotomi kendali. Dikotomi kendali mencakup segala hal yang berada di dalam kendali kita, dan yang di luar kendali kita.

Semua hal yang berada di dalam kendali kita jumlahnya memang sedikit, seperti akal sehat kita, reaksi kita, dan perbuatan kita. Sementara, yang berada di luar kendali kita daftarnya banyak. Kemampuan kita dalam membedakannya bisa membuat sudut pandang kita berubah sewaktu mengalami sebuah peristiwa.

Konsep dikotomi kendali bisa dipraktikkan sepenuhnya dalam berinvestasi saham. Seorang investor yang memahami dan meresapi dikotomi kendali di hatinya bakal bisa membedakan dengan jelas bahwa ada hal-hal di dalam kendalinya, dan ada juga hal-hal di luar kendalinya.

Apa saja yang berada dalam kendalinya? Semua upaya yang bisa dilakukan, seperti membaca laporan keuangan, menyimak public expose, dan meliput berita terkait dengan emiten, serta mengumpulkan sebanyak mungkin data untuk merumuskan tesis investasi demi memperkuat keyakinan dan keputusan investasi yang dilakukan.

Saya kira, semua itulah yang bisa dikerjakan oleh seorang investor, dan selebihnya berada di luar kendalinya. Alhasil, apakah nanti harga saham yang dibelinya naik atau turun itu bukanlah sesuatu yang bisa dikendalikannya. Tugasnya hanyalah memilih saham yang mempunyai kriteria bagus, dan menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada pasar.

Namun, bukankah harga saham bisa dikendalikan, digoreng, dan dimanipulasi sedemikian rupa oleh pihak-pihak tertentu?

Jawabannya memang bisa, tapi itu hanya sementara saja.

Kita tentu masih ingat kasus tentang influencer tertentu yang sangat getol mem-pompom saham yang fundamentalnya tidak jelas, hingga harga sahamnya kemudian naik gila-gilaan dalam waktu singkat.

Hal itu bisa dibilang sebagai upaya mengintervensi pasar, yang menciptakan kesan bahwa ternyata pasar saham bisa dengan mudah dikendalikan.

Namun, sebetulnya tidak demikian. Sebab jika kita melihat horison jangka panjang, maka begitu efek pompoman tadi lenyap, harga sahamnya bakal anjlok tidak terkendali, dan pihak yang memanipulasi saham tadi juga tidak punya kendali untuk mengangkat harga sahamnya lagi.

Pemahaman investor terhadap dikotomi kendali sebetulnya bisa menyingkirkan segala kekhawatiran, kemarahan, dan emosi negatif lainnya yang muncul sewaktu berinvestasi.

Saya ingat pernah mempraktikkannya sewaktu saya melakukan cutloss atas saham yang saya beli beberapa bulan yang lalu. Saya kira, tidak ada seorang investor pun yang senang melakukan cutloss, termasuk saya pribadi.

Namun, karena kinerja perusahaan ternyata tidak sesuai harapan, dan harga sahamnya tentu bakal terkena imbasnya, maka cutloss adalah sebuah pilihan yang harus dilakukan.

Dulu, sewaktu saya melakukan cutloss, hati saya biasanya terasa "panas". Saya merasa yakin bahwa pilihan saham saya sudah tepat, dan pasar hanya sedang "lebay" saja, sehingga harga saham saya dibuat hancur dan saya terpaksa melakukan cutloss.

Meski kerugian yang saya alami terbilang "kecil" pada waktu itu, namun kemarahan yang timbul di hati saya ternyata mampu "berkobar" untuk waktu yang cukup lama. Alhasil, hidup saya jadi tidak tenang dibuatnya.

Namun, setelah saya mempelajari, memahami, dan menerapkan konsep dikotomi kendali, reaksi saya berubah total.

Saya sadar bahwa saya sudah melakukan hal-hal yang mesti saya lakukan. Saya sudah membaca laporan keuangan. Saya sudah mempelajari sejumlah data penting. Bahkan, saya juga sudah menyimak berita terkait emiten tersebut. Semua itu masih berada di dalam kendalinya.

Selanjutnya, saya juga sadar bahwa kinerja perusahaan yang saya pikir membaik tapi ternyata justru memburuk adalah hal yang berada di luar kendali saya. Harga saham, yang terus turun hingga membikin saya nyaris loss 20%, juga bukan sesuatu yang bisa saya kendalikan. Maka, begitu mengalami kejadian yang di luar kendali saya, saya jadi lebih bisa menerimanya.

Hati saya adem ayem saja menghadapi hal tersebut. Bahkan, sewaktu saya merugi hampir 2 digit, saya bisa legawa, dan baik-baik saja.

Hal yang sama juga berlaku sewaktu saya memperoleh profit yang lumayan besar. Saat harga saham yang saya beli naik sesuai dengan harapan saya sebelumnya, maka saya tidak larut dalam euforia.

Saya sadar bahwa kenaikan harga saham tersebut di luar kendali saya. Saya jelas tidak tahu sejauh mana harganya akan naik, namun begitu saya menjualnya dan ternyata harganya masih lanjut naik lagi, saya baik-baik saja. Saya tidak menyesal, atau kecewa, atau justru bernafsu untuk beli lagi. Saya merasa cukup. Itu saja.

Seperti yang dikatakan oleh Epiktetus, hasil dari mempraktikan Stoisisme adalah ketentraman hati. Kalau kita bisa membedakan hal-hal yang bisa kita kendalikan dan yang tidak, maka kita dapat menjalani hidup ini dengan tenang dan tentram.

Tidak akan ada lagi ketakutan, kegelisahan, dan kesedihan yang bakal muncul, karena kita bisa menerima dengan legawa semua hal yang tidak bisa kita kendalikan, dan melakukan segala hal yang bisa kita kendalikan tanpa terlalu mengharapkan hasilnya.

Jadi, jika kita mampu mempraktikkannya dengan sepenuh hati, maka apapun hasil investasi yang bakal kita peroleh, kita bakal happy-happy saja menghadapinya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun