Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bayar Pakai QR Code, Tips Melancong tanpa Bikin Kantong Bolong

10 Juni 2023   10:00 Diperbarui: 10 Juni 2023   10:11 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan Waisak di Candi Borobudur/sumber: dokumentasi Adica

Sebagai destinasi wisata kelas dunia, Candi Borobudur belum sepenuhnya "ramah" terhadap transaksi elektronik, khususnya yang pembayarannya menggunakan QR Code. Setidaknya itulah yang saya lihat sewaktu saya berkunjung ke sana dalam rangka merayakan Waisak pada tanggal 5 Juni 2023.

Perayaan Waisak di Candi Borobudur/sumber: dokumentasi Adica
Perayaan Waisak di Candi Borobudur/sumber: dokumentasi Adica

Semua itu bermula saat saya baru saja selesai melakukan Puja Bakti Detik-detik Waisak di pelataran Candi Borobudur, dan kemudian ingin keluar. Untuk mencapai pintu keluar, terlebih dulu saya mesti melalui selasar, yang di kanan-kirinya berjejer pedagang UMKM, yang menjual berbagai jenis barang, semisal kaos, baju anak-anak, asesoris, makanan, dan minuman.

Karena selasar tadi cukup panjang dan kebetulan cuaca sedang panas-panasnya, maka saya mampir ke sebuah kios kecil yang menjual es kelapa. Rasanya tentu bakal sangat nikmat meminum es kelapa di tengah suasana yang begitu gerah.

Apalagi tubuh saya juga lumayan pegal setelah sebelumnya berjalan kaki sekitar 4 km dari Candi Mendut ke Borobudur untuk Prosesi Waisak. Mungkin dengan sedikit rehat, stamina yang habis bisa terisi kembali. Demikian pemikiran saya.

Ibu-ibu yang menjaga kios tersebut kemudian segera menyiapkan es kelapa yang saya pesan. "Harganya 7.000, Mas," katanya.

"Bayarnya bisa pakai g****?" Saya bertanya.

Ia melihat saya dan tersenyum. "Maaf, belum bisa mas."

Untungnya, saya membawa uang tunai di dompet, dan kemudian mengeluarkan duit pecahan 50.000. Namun, ibu-ibu tadi menolak. "Maaf, ada uang kecil, mas? Belum ada kembaliannya."

Karena saya juga tidak ada uang pas, maka saya melipir ke kios tetangga. Di situ ada yang berjualan nasi pecel. Saya pun membeli nasi pecel dengan harapan memperoleh uang kembalian untuk membayar es kelapa tadi.

Harga sebungkus nasi pecel 20.000, dan saya membayarnya dengan uang 50.000. Kembaliannya 30.000. Namun, sayangnya, saya tidak dikasih uang pecahan kecil, macam seribuan atau dua ribuan.

Saya kemudian kembali ke kios es kelapa, dan memberikan uang 10.000. Si ibu tadi tetap tidak punya uang kembalian, dan sebagai gantinya, es kelapa saya ditambah biar pas seharga 10.000.

Mungkin cerita tadi terkesan "sepele". Namun, gegara tidak adanya uang kembalian, maka lihatlah, saya akhirnya jadi berbelanja lebih banyak daripada seharusnya!

Tantangan Menjalin Konektivitas Sistem Pembayaran ASEAN

Cerita di atas mungkin tak akan terjadi kalau saja pelaku UMKM di sekitaran Borobudur sudah melek transaksi elektronik. Demi mempermudah transaksi, rasa-rasanya perlu dilakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap pelaku UMKM di sana, mengingat di Borobudur seringkali diadakan berbagai event besar, yang mampu menarik kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara, sehingga permintaan pembayaran memakai QR Code tentu cukup tinggi.

Hal itu tentu menjadi "pekerjaan rumah" yang mesti dibenahi pemerintah, terlebih Bank Indonesia, yang ingin mewujudkan konektivitas sistem pembayaran di negara-negara ASEAN.

Konektivitas sistem pembayaran adalah salah satu proyek yang tengah digarap oleh Bank Indonesia bersama bank sentral di negara ASEAN lainnya. Tujuan proyek ini jelas, yakni supaya setiap transaksi yang dilakukan antarwarga negara ASEAN jadi lebih aman, cepat, dan murah.

Alhasil, jika konektivitas ini nanti sepenuhnya terwujud, maka begitu bepergian ke negara-negara ASEAN, kita tak usah lagi repot-repot ke money charger. Sebab, transaksi di merchant masing-masing negara bisa dilakukan menggunakan scan QR Code saja.

Menggunakan QR Code membuat transaksi pembayaran jadi lebih efisien/sumber: dokumentasi Adica
Menggunakan QR Code membuat transaksi pembayaran jadi lebih efisien/sumber: dokumentasi Adica

Sampai tulisan ini dibuat, sudah ada 5 bank sentral dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, dan Filipina, yang menandatangani memorandum of understanding (mou) untuk membangun "arsitektur" konektivitas tersebut. Negara lainnya menyusul kemudian.

Konektivitas tersebut boleh jadi merupakan sebuah katalis positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, khususnya yang berasal dari sektor pariwisata. Maklum, dari data yang dirilis BPS, terlihat jumlah wisatawan dari negara ASEAN terus bertambah secara year on year, terutama sebelum Covid.

Jumlah Kunjungan Wisatawan Negara ASEAN

2015 = 3.794.441

2016 = 3.817.503

2017 = 4.524.646

2018 = 5.453.330

2019 = 6.157.190

2020 = 1.521.447

2021 = 528.226

2022 = 2.408.098

Sangat mungkin jumlah wisatawan tadi bakal terus bertumbuh pada tahun-tahun berikutnya. Pertumbuhan tadi tentunya tak cuma akan mempertebal omset pelaku UMKM, tapi juga bisa jadi gerbang untuk mempromosikan produk lokal khas indonesia kepada masyarakat asean lainnya.

Konektivitas Terbatas Konektivitas

Harus diakui, transaksi elektronik sangat bergantung pada kualitas koneksi internet. Di sejumlah daerah, koneksi internet dapat sangat kencang dan bagus. Namun, dalam situasi tertentu, koneksi internet bisa saja terganggu, sehingga walaupun dompet elektronik sudah terisi, namun pembayaran tetap sukar dilakukan.

Situasi itulah yang pernah saya alami sewaktu berwisata ke Pantai Drini, Gunung Kidul, Yogyakarta. Pemandangan di Pantai Drini memang memanjakan mata. Di sana terdapat hamparan pasir krem yang begitu lembut dipijak. Biarpun Pantai Selatan umumnya berombak ganas, namun ombak di pantai ini terbilang kalem, sehingga sangat aman bagi anak-anak dan orang dewasa untuk main air.

Wisata Pantai Drini, 6 Juni 2023/dokumentasi Adica
Wisata Pantai Drini, 6 Juni 2023/dokumentasi Adica

Fasilitas umum, seperti kamar mandi dan restoran, di sekitar pantai juga terbilang memadai. Wisatawan tak akan kesulitan membersihkan diri selepas mandi di pantai, atau bisa menikmati kuliner setempat, sambil meresapi suasana pantai yang cenderung sepi, cerah, dan bersih.

Cuma satu kekurangan di pantai ini adalah sinyal internet susah sekali didapat. Alhasil, jika ingin berkunjung ke sana, lebih baik kita membawa uang tunai saja. Sebab, transaksi elektronik susah sekali dilakukan, terlebih pedagang di sekitar pantai juga belum begitu melek teknologi, sehingga lebih senang menerima pembayaran memakai uang cash ketimbang scan QR Code.

Untuk mengatasi persoalan tadi, hendaknya konektivitas sistem pembayaran juga diimbangi oleh pemerataan konektivitas internet. Mungkin butuh waktu yang lama dan investasi yang besar, tapi jika ingin menyingkap pesona Indonesia lainnya, maka pemerataan tadi mesti dilakukan.

Alhasil, ke depannya turis mancanegara tak hanya mengenal Bali, Yogyakarta, dan lain-lain yang notabenenya destinasi populer, tapi juga mengetahui obyek wisata lain, yang menawarkan pemandangan alam yang tak kalah indah, tapi hanya terbatas oleh akses konektivitas saja.

Melancong tanpa Bikin Kantong Bolong

Biarpun tak selalu bisa dipakai karena terkendala koneksi internet, seperti di Pantai Drini, namun bukan berarti saya jadi ogah melakukan pembayaran memakai QR Code. Sampai sekarang saya masih nyaman-nyaman saja menggunakannya, terlebih saat pergi melancong ke suatu tempat wisata.

Bagi saya, bayar pakai QR Code bikin aktivitas melancong saya jadi lebih hemat. Contoh, saya hanya mengeluarkan uang 100.000 saja untuk membeli 3 kotak bakpia yang masing-masing harganya 35.000 karena pada waktu itu, sedang ada promo bagi pengunjung toko yang bertransaksi memakai QR Code. 

Belanja oleh-oleh lebih murah memakai QRIS/sumber: dokumentasi Adica
Belanja oleh-oleh lebih murah memakai QRIS/sumber: dokumentasi Adica

Saya juga memperoleh cashback dari admin dompet digital yang saya pakai sewaktu saya dan keluarga makan di sebuah restoran bebek di Kota Yogya.

Mungkin penghematan yang diperoleh tidak begitu besar untuk tiap transaksi. Namun, karena saya beberapa kali berbelanja memakai QR Code, maka jika direkap, nilai diskonnya lumayan banyak juga.

Transaksi elektronik dengan QR Code sejatinya bikin pihak penjual maupun pembeli sama-sama happy. Dengan memakainya, penjual bisa melakukan pencatatan pembukuan lebih mudah, tak perlu lagi khawatir mendapat uang palsu, dan tak usah repot menyiapkan uang recehan untuk kembalian.

Sementara, bagi pembeli, transaksi elektronik menawarkan kemudahan, kecepatan, dan keamanan, serta promo tertentu yang tentunya terlalu sayang untuk dilewatkan.

Alhasil, jika konektivitas sistem pembayaran ASEAN yang sekarang sedang dikonstruksi oleh Bank Indonesia dan bank sentral lainnya sudah berlaku di semua negara, maka transaksi tersebut bakal jauh lebih mudah lagi, terutama bagi para wisatawan, sekaligus mengangkat perekonomian di masing-masing negara di dalamnya.

Salam.

Referensi

https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2512123.aspx

https://www.bps.go.id/indicator/16/1821/1/jumlah-kunjungan-wisatawan-mancanegara-ke-indonesia-menurut-kebangsaan.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun