Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Inflasi (Kelewat) Tinggi, Punya Gaji Rp 5 Juta Tak Akan Cukup?

4 April 2022   07:00 Diperbarui: 4 April 2022   09:47 2973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gaji/Sumber: (KOMPAS.com/NURWAHIDAH)

Beberapa waktu lalu, saya membuat sebuah postingan di Ig Story yang kurang-lebih bunyinya begini. “Bahkan, harga kopi sasetan juga ikut naik! Kalau kondisinya begini terus, maka punya gaji Rp 5 juta pun enggak akan cukup!”

Postingan ini muncul bukan tanpa sebab. Pada waktu itu, saya mendapat kabar bahwa harga kopi sasetan bakal naik seiring dikenakannya PPN 11%. 

Kenaikan tadi berlangsung dalam waktu yang relatif dekat, karena beberapa bulan sebelumnya harga kopi tersebut sudah naik. Alhasil, dalam waktu setahun saja, harga kopi bisa naik dua kali atau bahkan lebih!

Sebetulnya, tak cuma kopi sasetan, barang-barang lain pun “bernasib” serupa. Sebut saja sabun mandi, deterjen, odol, rokok, mie instan, pulsa, air minum, tepung terigu, dan minyak goreng, yang juga “kompak” mengalami kenaikan harga. Semua kenaikan tadi terjadi secara serempak, sehingga jangan heran terjadi inflasi yang (kelewat) tinggi di masyarakat.

Inflasi demikian tentunya bisa menjadi masalah, terutama bagi orang-orang yang gajinya stagnan. Makanya, saya bertanya-tanya, jika ada orang yang gajinya setara UMR (Rp 4-5 juta per bulan), sanggupkah gajinya tadi mengimbangi kenaikan harga yang terjadi?

Jadi Tambah Mahal

Postingan tadi kemudian mendapat beberapa respon dari teman-teman saya di Ig. 

Seorang teman bercerita bahwa kenaikan tersebut terasa begitu memberatkannya, apalagi ia mesti menanggung cicilan rumah setiap bulan. 

“Gue buat rumah saja sudah habis-habisan, Ca,” katanya. “Serba naik semua kan, bensin saja naik.”

Saya bisa memahami situasi yang dialaminya. Sebab, situasi tersebut mungkin saja dialami oleh orang lain, termasuk saya pribadi. Hanya bedanya, saya belum punya rumah dan keluarga, sehingga beban keuangan yang saya rasakan mungkin tidak seberat yang dirasakannya.

Meski begitu, sepertinya ia harus menerima kenyataan tersebut dengan legawa sebab kenaikan harga demikian biasanya bakal bertahan untuk waktu yang lama. Maklum, jika barang kebutuhan sehari-hari sudah telanjur naik harganya, maka tidak akan terjadi penurunan dalam jangka panjang.

Buktinya, mie instan yang sepuluh tahun lalu dihargai cuma Rp 1.000 kini sudah mencapai Rp 3.500 dan tidak pernah balik lagi harganya ke Rp 1.000!

Ini artinya biaya hidup semakin lama semakin mahal. Alhasil, untuk kondisi sekarang, punya gaji Rp 5 juta sepertinya tidak akan cukup, mengingat mungkin masih ada biaya lain-lain yang masih harus dibayar, seperti cicilan kendaraan dan kredit rumah.

Mengurangi Nilai Uang

Harus diakui, inflasi juga membuat nilai uang menjadi berkurang. Contohnya begini. Katakanlah kita punya duit Rp 100 ribu. 

Lima tahun lalu, misalnya, dengan uang 100 ribu tadi, kita mungkin bisa membeli 4-6 kantong minyak goreng kemasan 2 liter.

Namun, sekarang? Dengan uang yang sama, kita hanya bisa mendapat 2 kantong saja, mengingat minyak goreng kemasan 2 liter kini dihargai Rp 45-49 ribu per piece!

Ini artinya uang yang kita punya tergerus nilainya dari waktu ke waktu. Sebab, dengan nominal yang sama, bukannya memperoleh jumlah barang yang lebih banyak, kita malah mendapat lebih sedikit.

Kondisi ini bukannya bakal konstan selamanya, mengingat dari tahun ke tahun, angka inflasi bakal terus bertambah. 

Oleh sebab itu, bertahun-tahun kemudian, jangan heran, jika harga barang-barang bakal lebih mahal daripada tahun 2022.

Mengalahkan Inflasi

Jika kita bekerja sebagai karyawan, tentu kita punya keterbatasan untuk memerangi inflasi. Kita tidak bisa menuntut kenaikan gaji setiap tahun demi mengatasi inflasi yang terjadi.

Karena dulu pernah menjadi karyawan, saya bisa memahami hal ini. Sebab, untuk bisa naik gaji, prosesnya memang tidak mudah. Sebagai karyawan, kita harus mau bekerja keras dan bersabar sehingga layak mendapat kenaikan gaji.

Hanya saja, belum tentu semua karyawan mau melalui proses demikian. Kebanyakan hanya bekerja sesuai job desk-nya masing-masing tanpa pernah mau memberi nilai lebih untuk perusahaan, yang bisa membuatnya mendapat apresiasi.

Kalau memang demikian adanya, bagaimana karyawan yang bersangkutan bisa terus naik gaji setiap tahun?

Biarpun begitu, bukan tidak ada cara lain yang bisa ditempuh selain meminta kenaikan gaji setiap tahun. Selalu ada cara yang bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan berinvestasi. 

Berbeda dengan zaman dulu, berinvestasi sekarang jauh lebih mudah dilakukan. Instrumennya ada banyak, mulai dari yang risikonya rendah hingga yang risikonya tinggi.

Inilah cara yang saya ambil untuk mengalahkan inflasi. Sekarang saya lebih banyak menginvestasikan uang saya di pasar saham

Ada orang yang menilai bahwa berinvestasi di pasar saham itu berisiko tinggi. Penilaian tadi tidak sepenuhnya salah. Sebab, jika kita cari di google, kita selalu bisa menemukan sejumlah berita, yang menyebutkan bahwa ada pihak tertentu yang mengalami kerugian besar setelah bermain saham.

Meski begitu, bagi saya, itu merupakan bagian dari “permainan”. Seperti halnya keuntungan, kerugian adalah hal yang tak terhindarkan dalam investasi saham. Kadang kita harus menerimanya dengan hati yang lapang dan melakukan mitigasi risiko demi mengurangi kerugian yang terjadi.

Namun demikian, sejak dulu, pasar saham tetaplah instrumen terbaik yang sanggup memerangi inflasi. Jika inflasi per tahun mencapai angka 2-3%, maka keuntungan yang bisa diperoleh dari investasi saham bisa melebihi angka tersebut. Saya sudah merasakan dan membuktikannya sendiri.

Tentu saja ini bukanlah ajakan supaya anda ikut berinvestasi saham. Saya hanya merasa cocok berinvestasi saham. Anda belum tentu demikian. 

Jika investasi saham dirasa belum pas, masih ada instrumen investasi lain yang bisa dipilih, seperti emas, properti, peer to peer lending, crowdfunding, reksadana, dan sebagainya. 

Apapun instrumennya sebetulnya tidak jadi soal, asalkan bikin anda nyaman dan sanggup mengatasi inflasi yang terjadi.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun