Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Beda Buyback Ronaldo, Beda Buyback Saham

30 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 30 Agustus 2021   09:25 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kembalinya Cristiano Ronaldo ke MU| Sumber: FRANCISCO LEONG/AFP via Kompas.com

"Teka-teki" kepindahan Cristiano Ronaldo akhirnya terjawab. Seperti sudah banyak diberitakan, Ronaldo akhirnya memutuskan berlabuh ke klub yang sudah membesarkan namanya: Manchester United (MU). 

Walaupun proses kepindahannya terkesan "dramatis", mengingat ia sempat dikabarkan bakal dipinang oleh Manchester City, namun Ronaldo ujung-ujungnya memilih pulang kampung ke Old Trafford.

Keputusan MU untuk memulangkan Ronaldo tentu menimbulkan beberapa persepsi. Yang pertama, manajemen MU tampaknya berhasrat mengulang kenangan manis yang pernah ditorehkan Ronaldo bersama tim pada awal tahun 2000-an. Maklum, pada waktu itu, bersama MU, Ronaldo sukses mempersembahkan sejumlah gelar, di antaranya, Liga Inggris dan Liga Champion Eropa.

Makanya, jangan heran, pada saat hijrah ke Real Madrid, kepergian Ronaldo banyak disesalkan oleh Fans MU. Tidak sedikit Fans MU yang sedih dan kecewa atas kejadian tersebut. Meski begitu, Ronaldo bisa mengucapkan selamat tinggal dengan kepala tegak, mengingat ia meninggalkan kesan yang baik saat ia pergi.

Kesan inilah yang masih terus terpatri kuat di benak manajemen dan Fans MU. Alhasil, biarpun Ronaldo sudah berganti seragam, mereka belum bisa sepenuhnya "move on". Oleh sebab itu, tidak heran, ketika Ronaldo memutuskan melanjutkan karier di klub lain, banyak yang berharap ia kembali.

Harapan ini muncul bukan tanpa alasan, mengingat sudah cukup lama MU absen meraih gelar Liga Inggris. Jadi, jika saja Ronaldo bisa "mudik", dan mampu bermain sebagus dulu, maka impian untuk memulangkan trofi Liga Inggris ke markas MU bisa terwujud.

Cristiano Ronaldo/ Sumber: https://okezone.com
Cristiano Ronaldo/ Sumber: https://okezone.com

Buyback Saham

Kasus transfer Ronaldo di atas sejatinya mengingatkan saya pada buyback saham yang umum dilakukan investor. Buyback saham bisa diartikan membeli kembali saham yang sama pada kesempatan yang berbeda. 

Pembelian tadi bisa terjadi karena investor tertarik mendekap kembali sebuah saham, yang dulu pernah menghadirkan kisah indah dalam perjalanan investasi yang dilakukan.

Kasus demikian sebetulnya jamak dijumpai dalam investasi saham. Ada sejumlah investor terkenal yang pernah melakukannya. Sebut saja Lo Kheng Hong. Investor yang kerap dijuluki sebagai Warren Buffett-nya Indonesia ini diketahui tengah menggenggam 5,1% saham Gajah Tunggal (GJTL).

Bagi Lo Kheng Hong, GJTL sebetulnya bukanlah saham yang asing. Sekitar sedekade sebelumnya ia pernah memilikinya, dan meraih cuan yang besar darinya. 

Makanya, jangan heran, meskipun sempat menjual semua sahamnya demi merealisasi keuntungan yang diperoleh, namun Lo Kheng Hong akhirnya kembali membeli saham GJTL. Mungkin saja Lo Kheng Hong berharap bisa cuan besar lagi dari GJTL.

Saham-nya Sama, tapi Fundamental-nya Berbeda

Biarpun seorang investor, seperti Lo Kheng Hong, tertarik berinvestasi di sebuah saham yang dulu pernah digenggamnya, namun pandangan atau penilaian atas kinerjanya bisa saja berbeda. 

Maklum, dalam sebuah bisnis, fundamental bisa cepat berubah. Ada begitu banyak faktor yang menyebabkan perubahan tersebut, mulai dari pergantian manajemen, perubahan pada produk yang dihasilkan, hingga kemunculan kompetitor yang merebut pangsa pasar dari perusahaan yang bersangkutan.

Makanya, jangan heran, perusahaan yang dulu fundamentalnya begitu tangguh bisa saja berubah jadi rapuh seiring berjalannya waktu. Buktinya ada banyak perusahaan yang bisa menjadi contoh, seperti Yahoo, Blackberry, Nokia, dan semacamnya. 

Pada masa jaya-nya, ada banyak orang yang memperkirakan bahwa mereka bakal "too big to fall", dalam artian, hampir mustahil bagi mereka untuk turun kelas, mengingat prestasi yang mereka torehkan pada masa lalu.

Namun, ternyata waktu mengubah nasib mereka. Kini masa keemasan mereka sudah meredup, dan posisi mereka di singgasana market leader sudah tergantikan oleh perusahaan lain.

Makanya, demi memastikan bahwa kondisi perusahaan tetap kuat, sebelum memutuskan buyback saham, sebaiknya investor melakukan cek dan ricek terlebih dulu. Ada sejumlah hal yang mesti dikroscek, di antaranya, apakah saham tersebut bertumbuh dengan baik dari waktu ke waktu, atau justru sebaliknya.

Idealnya, saham tersebut menjadi lebih positif kinerjanya dalam jangka panjang. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah aspek, mulai dari laba-nya yang meningkat, utangnya yang terjaga, arus kasnya yang positif, hingga manajemennya yang bisa menjaga kredibilitas dan integitas. Jika semua indikator tadi terpenuhi, maka terulangnya cerita manis pada masa lalu sangat mungkin terwujud.

Sebuah Pengalaman

Dalam berinvestasi di pasar saham, saya pun pernah melakukan buyback tersebut. Sebut saja buyback saham produsen kelapa sawit yang saya lakukan pada pertengahan tahun ini.

Saham tersebut sebetulnya sudah pernah saya koleksi pada tahun 2020 lalu. Meskipun pada waktu itu, kondisi IHSG sedang drop, namun saya tetap nekat memborong sahamnya.

Alasannya? Karena laporan kuartal 1-nya menunjukkan pertumbuhan laba yang bagus. Jika dibandingkan dengan kuartal 1 pada tahun 2019, laba-nya melesat hingga 800%! Maka, jangan heran, begitu laporan keuangannya selesai dirilis, maka harga sahamnya langsung diapresiasi oleh pasar.

Selain itu, kebetulan sahamnya juga memang sedang terdiskon. Pada waktu itu, harga sahamnya berada di kisaran 6500-an, sementara nilai buku per sahamnya adalah 10.000-an. Alhasil, saham tersebut dinilai lebih rendah 35% oleh pasar.

Dengan sedikit melakukan riset, saya memutuskan membelinya. Tanpa harus menunggu lama, harga sahamnya ternyata sanggup lepas landas. Setelah harganya menyentuh 8800-an, saya memilih menjual semua sahamnya dan mengantongi cuan sebesar 30%.

Saham tersebut kemudian melanjutkan penguatan hingga sempat menyentuh harga 12.000-an pada awal januari 2021, sebelum akhirnya turun secara bertahap ke harga 6000-an.

Penurunan tersebut bisa terjadi karena sejumlah faktor, di antaranya, kondisi IHSG yang sedang lesu dan penurunan laba kuartal 1 tahun 2021, yang mengakibatkan prospeknya tampak redup. Alhasil, ada banyak investor yang memutuskan melego sahamnya, hingga harganya meluncur cukup dalam.

Nah, penurunan tersebut kemudian terhenti. Sebab, pada kuartal 2 tahun 2021, pertumbuhan laba-nya ternyata membaik. Pencapaian ini tentu tidak lepas dari pengaruh peningkatan harga cpo yang cukup signifikan.

Saya kemudian mengecek lagi fundamentalnya. Semuanya masih sama seperti tahun sebelumnya. Tidak ada perubahan yang drastis dan dramatis, yang sanggup menggoyahkan keyakinan saya untuk membeli kembali sahamnya. Oleh sebab itu, tanpa membuat pertimbangan lebih lanjut, saya langsung menyerok sahamnya kembali alias melakukan buyback saham.

Sampai tulisan ini dibuat, saya masih menggenggam sahamnya. Hasilnya? Memang belum terlihat. Namun, jika dilihat secara analisis teknikal, bukan sesuatu yang aneh kalau harganya berpotensi naik dalam jangka panjang. 

Jadi, kita tunggu saja, apakah saham tersebut sanggup mengulang kisah indahnya atau justru sebaliknya.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun