Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Beda Buyback Ronaldo, Beda Buyback Saham

30 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 30 Agustus 2021   09:25 1190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus demikian sebetulnya jamak dijumpai dalam investasi saham. Ada sejumlah investor terkenal yang pernah melakukannya. Sebut saja Lo Kheng Hong. Investor yang kerap dijuluki sebagai Warren Buffett-nya Indonesia ini diketahui tengah menggenggam 5,1% saham Gajah Tunggal (GJTL).

Bagi Lo Kheng Hong, GJTL sebetulnya bukanlah saham yang asing. Sekitar sedekade sebelumnya ia pernah memilikinya, dan meraih cuan yang besar darinya. 

Makanya, jangan heran, meskipun sempat menjual semua sahamnya demi merealisasi keuntungan yang diperoleh, namun Lo Kheng Hong akhirnya kembali membeli saham GJTL. Mungkin saja Lo Kheng Hong berharap bisa cuan besar lagi dari GJTL.

Saham-nya Sama, tapi Fundamental-nya Berbeda

Biarpun seorang investor, seperti Lo Kheng Hong, tertarik berinvestasi di sebuah saham yang dulu pernah digenggamnya, namun pandangan atau penilaian atas kinerjanya bisa saja berbeda. 

Maklum, dalam sebuah bisnis, fundamental bisa cepat berubah. Ada begitu banyak faktor yang menyebabkan perubahan tersebut, mulai dari pergantian manajemen, perubahan pada produk yang dihasilkan, hingga kemunculan kompetitor yang merebut pangsa pasar dari perusahaan yang bersangkutan.

Makanya, jangan heran, perusahaan yang dulu fundamentalnya begitu tangguh bisa saja berubah jadi rapuh seiring berjalannya waktu. Buktinya ada banyak perusahaan yang bisa menjadi contoh, seperti Yahoo, Blackberry, Nokia, dan semacamnya. 

Pada masa jaya-nya, ada banyak orang yang memperkirakan bahwa mereka bakal "too big to fall", dalam artian, hampir mustahil bagi mereka untuk turun kelas, mengingat prestasi yang mereka torehkan pada masa lalu.

Namun, ternyata waktu mengubah nasib mereka. Kini masa keemasan mereka sudah meredup, dan posisi mereka di singgasana market leader sudah tergantikan oleh perusahaan lain.

Makanya, demi memastikan bahwa kondisi perusahaan tetap kuat, sebelum memutuskan buyback saham, sebaiknya investor melakukan cek dan ricek terlebih dulu. Ada sejumlah hal yang mesti dikroscek, di antaranya, apakah saham tersebut bertumbuh dengan baik dari waktu ke waktu, atau justru sebaliknya.

Idealnya, saham tersebut menjadi lebih positif kinerjanya dalam jangka panjang. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah aspek, mulai dari laba-nya yang meningkat, utangnya yang terjaga, arus kasnya yang positif, hingga manajemennya yang bisa menjaga kredibilitas dan integitas. Jika semua indikator tadi terpenuhi, maka terulangnya cerita manis pada masa lalu sangat mungkin terwujud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun