Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Beli Saham Bukalapak, "Cuan" atau "Zonk"?

9 Agustus 2021   07:00 Diperbarui: 9 Agustus 2021   09:43 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo PT Bukalapak.com| Sumber: Dokumentasi Bukalapak via Kompas.com

Perusahaan yang dulunya lebih banyak menjadi distributor perangkat TI sekarang sudah merambah ke sektor teknologi yang lebih luas. Maka, jangan heran, sejak beberapa tahun lalu, sahamnya mengalami pertumbuhan, seiring dengan meningkatnya tren teknologi di Indonesia.

Terlebih, tren positif tadi mungkin bakal terus berlanjut. Dengan masuknya Bukalapak cs ke pasar saham, sektor teknologi boleh jadi bakal menjelma "motor" yang menggerakkan IHSG pada masa depan. Alhasil, saya kira, era keemasan sektor teknologi di Indonesia sudah berada di depan mata.

Namun demikian, tetap ada aspek lain yang perlu dicermati, terutama terkait fundamental perusahaan teknologi. Memang betul bahwa pasca listing di pasar saham, market capital Bukalapak menyentuh angka 109 triliun. Market capital ini setara dengan perusahaan lawas yang sudah terbukti kinerjanya, seperti HMSP, ICBP, dan BRPT.

Alhasil, meskipun baru berdiri sekitar 10 tahun yang lalu, namun nilai Bukalapak sudah sederajat dengan perusahaan-perusahaan yang umurnya jauh lebih tua tersebut. 

Di samping itu, kalau harga sahamnya ternyata terus meningkat, maka bukan mustahil Bukalapak bakal melampaui nilai yang dimiliki oleh "saudara tua"-nya tadi dari segi market capital.

Walau begitu, yang jadi pertanyaan krusial adalah apakah Bukalapak sanggup mempertahankan performanya dalam jangka panjang? Jika iya, tentu tidak jadi soal, tetapi bagaimana kalau yang terjadi justru sebaliknya: Bukalapak sulit mencatatkan laba yang diharapkan, dan dalam jangka panjang, perseroan malah terancam bangkrut lantaran terus-menerus merugi. Apabila skenario terburuk yang terjadi, maka bukan mustahil, market capital Bukalapak bakal jatuh!

Makanya, berinvestasi di saham demikian sebetulnya cukup berisiko, mengingat kita tidak pernah tahu bagaimana nasib sebuah perseroan. Yang sudah terbukti untung saja harga sahamnya bisa jatuh, apalagi yang masih merugi?

Oleh sebab itu, meskpun sektor teknologi sedang menjadi "sektor primadona" di mata investor atau trader, namun bukan berarti saham-saham di dalamnya bisa dibeli semuanya. Kita mesti tetap selektif, mengukur kinerja perusahaan berdasarkan fundamentalnya, supaya tidak mendapat "zonk" karena terbawa euforia sesaat.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun