Membuka Jalan Bagi Perusahaan Sejenis
Kesuksesan IPO Bukalapak setidaknya menandai sejumlah hal. Yang pertama ialah kesempatan bagi perusahaan sejenis untuk berani melakukan IPO di Indonesia.Â
Hal ini memang cukup "sensitif", mengingat beberapa tahun sebelumnya sudah terdengar kabar bahwa perusahaan teknologi memang sudah berkeinginan melangsungkan IPO di dalam negeri.Â
Namun, karena pada waktu itu, regulasi yang ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) belum begitu matang, maka kabar tadi hanya menjadi "angin lalu" saja.
Alasan lainnya ialah belum munculnya momentum yang tepat untuk melangsungkan IPO. Wajar, sejak tahun 2017-2019, IHSG memang cenderung bergerak sideway. Belum pernah sekalipun IHSG sanggup menembus level tertingginya, yakni 6500-an.
Kurangnya momentum tersebut mungkin saja membikin beberapa perusahaan Unicorn tadi bimbang. Dikhawatirkan jika nekat menggelar IPO tatkala pasar saham sedang lesu-lesunya, maka dana yang terkumpul bakal meleset dari target, dan IPO tersebut terancam gagal.
Namun demikian, sekarang semua kondisi tadi tampaknya sudah cukup ideal. Regulasi yang dibuat BEI telah cukup matang, sehingga meskipun di dalam pembukuannya masih mencatatkan kerugian, namun perusahaan Unicorn tetap boleh melakukan IPO.
Selain itu, sekarang kondisi pasar saham juga sedang bagus, mengingat animo masyarakat untuk bertransaksi saham lumayan besar. Kondisi inilah yang memungkinkan saham IPO dari perusahaan Unicorn bakal laris manis dipesan investor, biarpun harga yang dipatok adalah harga yang tertinggi. Dengan situasi demikian, kemungkinan gagalnya IPO tadi bisa diminimalkan sekecil mungkin.
"Kesempatan" atau "Jebakan"?
IPO-nya Bukalapak boleh jadi menandai era keemasan di sektor teknologi. Sektor ini memang terbilang "newbie", karena baru muncul dalam pengklasifikasian teranyar yang dilakukan oleh BEI.
Meski begitu, jauh sebelum sektor ini tersusun, sebetulnya sudah ada emiten teknologi yang telebih dulu melantai di bursa saham tanah air. Sebut saja Metrodata (MTDL).Â