Beberapa waktu yang lalu, saya mengikuti sebuah seminar bisnis online, yang "katanya" bisa membikin saya sukses (kaya) dalam waktu yang relatif cepat. Awalnya saya tidak begitu berniat menghadiri seminar tersebut, tetapi karena ada sanak famili yang mengajak saya, maka saya pun bersedia meluangkan waktu.Â
Saya merasa kurang enak hati kalau sampai menolak. Lagipula tidak ada kerugiaan yang sifatnya materiil apabila saya ikut. Begitulah pikiran saya.Â
Walaupun demikian, dalam pandangan saya, seminar tadi terkesan agak "janggal". Disebut demikian karena tidak ada informasi yang jelas tentang apa topiknya dan siapa pembicaranya. Saya hanya akan dikasih link Zoom beberapa jam sebelum seminar dimulai, dan diminta mengikutinya saja.Â
Tentu saja saya dibuat bertanya-tanya. "Kok seminar yang disebut-sebut bisa bikin kaya seperti ini malah dirahasiakan begitu? Mengapa tidak diungkap saja, supaya terang dan jelas?"
Berbagai macam dugaan sempat berseliweran di batin saya. Namun, semua dugaan tadi ternyata meleset.Â
Pasalnya, sewaktu saya menghadiri acara tersebut, topik bisnis yang dibahas justru tentang aplikasi payment multifungsi, yang cara kerjanya mirip dengan aplikasi payment milik unicorn Indonesia. Dengan menggunakan aplikasi tersebut, kita bisa membuka bisnis jasa payment untuk berbagai keperluan, seperti bayar listrik, topup pulsa, booking hotel, dan sebagainya.Â
Yang menarik dari aplikasi tersebut adalah promo yang ditawarkan. Apabila melakukan pembayaran via aplikasi tersebut, maka kita tak hanya bakal mendapat diskon, tetapi juga memperoleh cashback, yang nilainya bisa mencapai ratusan ribu rupiah.Â
Untuk lebih meyakinkan, si pembicara seminar bahkan sampai membandingkan tarif harga hotel bintang 5 di aplikasi tersebut dengan aplikasi lain, yang dimiliki oleh salah satu "unicorn" di Indonesia. Hasilnya? Harga yang dipatok di aplikasi tadi bisa lebih murah dibandingkan "tetangga sebelah"!
Sampai di situ, saya merasa tidak ada yang "ganjil" dalam seminar tersebut. Namun, pada pembahasan berikutnya, semuanya mulai terkuak. Sebab, setelah menjelaskan keunggulan dari aplikasi tadi, si pembicara kemudian mengajukan penawaran kemitraan.Â
Kemitraan ini "katanya" sih tidak diwajibkan. Sebab, dengan mengunduh aplikasinya di playstore, kita sudah bisa menggunakan fasilitas layanan yang tersedia. Hanya saja, promonya memang lebih sedikit. Beda ceritanya kalau kita jadi mitra. Promo yang bakal dikasih jauh lebih "jor-joran".
Nah, kalau ingin bergabung menjadi mitra, maka kita tinggal membeli paket kemitraan yang tersedia. Harga paketnya berbeda-beda, mulai dari 3 jutaan hingga 20 jutaan.Â
Tentu saja, sifat kritis saya mulai muncul. Saya jadi heran. "Kalau memang aplikasi tersebut sanggup menawarkan harga yang jauh lebih murah dari aplikasi lain besutan "unicorn", mengapa tidak digratiskan saja semuanya? Mengapa harus ada sistem paket-paket demikian?"
Yang lebih mengherankan lagi adalah sistem referal yang digunakan oleh perusahaan penyedia aplikasi tersebut. Sebab, dalam mengembangkan bisnisnya, perusahaan tadi ternyata memakai sistem multilevel marketing alias mlm.Â
Cara kerjanya cukup sederhana. Katakanlah saya membeli paket kemitraan senilai 20 juta rupiah. Dengan paket tersebut, saya sudah bisa menjalankan bisnis jasa payment.Â
Karena bisnis tadi mungkin hanya memberikan profit yang minim karena sudah banyak pemainnya, maka saya bisa memperoleh keuntungan dengan cara lain, yakni dengan merekrut orang lain, yang bersedia membeli paket layanan senilai 20 jutaan rupiah, yang sama dengan saya.Â
Asalkan saya sanggup mengajak 10 orang saja, maka uang yang terkumpul sudah mencapai 200 jutaan, dan saya bisa mendapat komisi yang besar dari sana. Keuntungan saya tentu saja tidak putus sampai di situ, sebab kalau orang rekrutan saya tadi berhasil mengajak orang lain lagi untuk bergabung, maka komisi yang saya terima akan bertambah. Demikian seterusnya.
Selain itu, katanya saya juga berkesempatan mendapat bonus, yakni jalan-jalan ke luar negeri secara gratis, mulai dari Korea hingga Dubai. Bonus ini baru bisa dinikmati apabila "pangkat" saya sudah tinggi. Itu artinya rekrutan saya minimal harus mencapai puluhan hingga ratusan orang. Alhasil, semakin banyak orang yang direkrut, maka semakin banyak yang saya dapat. Â
Sekilas mekanismenya memang sama dengan "skema ponzi". Skema semacam ini sudah banyak dipakai oleh "perusahaan bodong" untuk mengelabui konsumennya. Tentu saja, saya tidak bisa menuduh perusahaan penyedia aplikasi tadi sebagai "perusahaan bodong" demikian. Saya tidak mempunyai bukti apapun.
Namun, dari cara kerjanya saja, saya sudah cukup waswas. "Jangan-jangan tujuan saya diajak mengikuti acara tadi adalah untuk direkrut demi memperkaya orang-orang yang merekrut saya. Jangan-jangan kalaupun saya sampai bergabung, maka saya bukan menjadi kaya dari bisnis payment, melainkan dari merekrut orang lain untuk menjadi member? Jangan-jangan.."
Sejuta pikiran "jangan-jangan" tersebut sudah cukup menghalangi langkah saya untuk bergabung. Oleh sebab itu, sewaktu ditanya apakah ingin join, saya menolak dengan halus. Bukan karena tidak ingin menjadi kaya, melainkan karena terlalu waspada dengan "permainan" di dalamnya.
Salam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H