Walaupun belum tentu akan mendongkrak harga batubara secara global, namun kesepakatan itu boleh jadi akan memperpanjang "napas" produsen batubara di Indonesia, yang selama beberapa tahun terakhir sedang terengah-engah menghadapi harga batubara yang terus menurun.
Sektor lain yang juga menarik dilirik adalah sektor ritel, restoran, transportasi, properti, konstruksi, pariwisata, dan sawit. Seperti batubara, semua sektor tersebut turut terdampak cukup parah akibat pandemi Covid-19.
Biarpun terjadi penurunan pendapatan, pengurangan jumlah tenaga kerja, dan penundaan ekspansi bisnis yang dialami perusahaan, namun bukan berarti, bisnisnya akan langsung kolaps begitu saja.Â
Ibarat orang sakit, krisis yang terjadi di tubuh perusahaan hanya bersifat sementara. Apabila suatu saat nanti pandemi berakhir dan ekonomi kembali bangkit, maka bisnisnya mungkin bisa sembuh seperti sediakala.Â
Alhasil, jika "skenario" tadi terwujud, maka harga sahamnya yang sebelumnya bergelimpangan bakal terangkat, dan siapapun yang membelinya jauh-jauh hari dapat memetik untung besar.
Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa tidak semua saham yang kinerjanya sedang jelek akibat pandemi tadi layak dibeli. Kita tetap mesti selektif agar terhindar dari "value trap".Â
Supaya lolos dari "value trap", saran saya, pilihlah saham-saham yang mempunyai neraca yang kuat. Neraca yang kuat artinya perusahaan tersebut mempunyai utang kecil (Debt to Equity Rationya di bawah 1 kali) dan menimbun arus kas dalam jumlah banyak.
Alasannya? Perusahaan yang memiliki sedikit utang dan menyimpan banyak uang tunai hampir mustahil bangkrut dalam waktu dekat, serta mampu melakukan ekspansi dengan mengandalkan kekayaan yang dimilikinya sendiri, sehingga bisnisnya bisa bangkit dari keterpurukan.
***