Sebelum saya memulai artikel ini, izinkanlah saya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri bagi teman-teman Kompasianer yang merayakan. Andaikan ada salah kata dan perbuatan, mohon maaf lahir dan batin. Semoga teman-teman sekalian senantiasa diberkahi rezeki, kesehatan, dan kebahagiaan yang berlimpah. Amin.
Berbicara soal rezeki, Lebaran adalah momen yang begitu dinantikan oleh banyak orang, termasuk anak kecil. Sebab, pada saat inilah, anak-anak biasanya "memanen" angpao lebaran.
Angpao tadi sejatinya diberikan oleh sanak-saudara atau tetangga sewaktu anak-anak tadi datang bersilaturahmi. Semakin banyak kunjungan yang dilakukan, maka, semakin banyak pula angpao yang diterima. Alhasil, kantong pun jadi bertambah tebal dalam setiap kunjungan.
Bagi sebagian keluarga, angpao yang didapat anak biasanya disimpankan oleh orangtuanya. Orangtua beralasan bahwa anaknya masih terlalu kecil untuk menyimpan uang sendiri. Daripada uangnya hilang, lebih baik disimpankan saja. Suatu saat nanti, jika si anak meminta, maka, barulah orangtua akan memberikannya.
Sementara itu, ada juga orangtua yang membolehkan anaknya untuk mengelola angpao lebarannya secara mandiri. Hal ini dilakukan supaya si anak belajar mengatur keuangan sedini mungkin, sehingga setelah dewasa, yang bersangkutan diharapkan bisa mengolah pendapatan dengan lebih bijak.
1. Menetapkan Skala Prioritas dalam Berbelaja
Saya pribadi memandang hal itu sebagai sesuatu yang baik. Andaikan dibolehkan mengatur anngpao lebarannya sendiri, maka, si anak bakal mempunyai rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Setidaknya hal itulah yang saya alami sewaktu saya menerima angpao dulu. Ketika saya masih kecil, orangtua membebaskan saya untuk menggunakan uang angpao yang saya dapat sesuka hati. Boleh dipakai untuk membeli sesuatu yang saya sukai, boleh pula disimpan.
Pertanyaan-pertanyaan semacam itulah yang akhirnya membentuk pola pikir saya untuk menetapkan skala prioritas setiap berbelanja. Dengan demikian, saya jadi terhindar dari sikap boros, sebab apapun barang yang ingin dibeli, semuanya sudah diatur berdasarkan skala prioritas yang ditetapkan sebelumnya.
2. Memupuk Kebiasaan Menabung
Manfaat lain yang bisa dipetik ialah membentuk sikap gemar menabung. Sikap ini tentu penting diajarkan sedini mungkin supaya setelah beranjak dewasa, anak terbiasa menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabungkan.
Harus diakui, menabung adalah keterampilan dasariah yang perlu dilatih. Menabung bisa diartikan "membayar diri sendiri terlebih dulu". Oleh sebab itu, sewaktu kita menerima uang, hal paling awal yang mesti dilakukan ialah "menjatah" sekian rupiah untuk ditabung, baru kemudian membelanjakan sisanya untuk keperluan lain.
Hal ini tentu jangan sampai dibalik, sebab, kalau kita berpikir, "Saya akan membayar tagihan ini-itu lebih dulu, lalu jika ada sisa, saya akan tabung," maka, biasanya tidak akan ada sisa untuk disimpan, karena semua uang tadi sudah telanjur habis dibelanjakan hal-hal lain.
Makanya, mengajarkan anak untuk menabung angpao lebaran merupakan wujud pendidikan finansial yang mesti diajarkan orangtua. Selain menumbuhkan sikap hemat, pendidikan ini juga berpotensi membentuk kemandirian finansial si anak kelak.
3. Melatih Berinvestasi
Mungkin memakai angpao lebaran untuk kegiatan investasi bukanlah hal yang lazim di masyarakat, tetapi hal itu bukan berarti mustahil dilakukan. Saya ingat cerita Hermanto Tanoko, yang sedari kecil menggunakan angpao yang diterimanya untuk investasi.
Jadi, ceritanya, Herman diajarkan oleh orangtuanya agar memakai angpaonya untuk dibelanjakan barang dagangan. Sebab, jika dagangan tadi laku terjual, maka, ia tak hanya akan mendapatkan angpaonya kembali, tetapi juga keuntungan tambahan. Alhasil, dengan cara ini, nilai angpao yang diterimanya akan mengembang.
Hal inilah yang kemudian membentuk pola pikir Herman agar menggunakan uang yang diterimanya untuk modal bisnis, sebab ia tahu, hal itu jauh lebih produktif daripada hanya sekadar dikonsumsi atau disimpan begitu saja.
4. Menyumbangkan Sebagian Pendapatan untuk Amal
Menyisih sebagian uang untuk didermakan adalah sebuah perbuatan yang baik. Hal ini tak hanya bisa membantu kehidupan orang lain, tetapi juga menciptakan berkah bagi diri sendiri.
Sebab, saya selalu percaya, memberi tidak akan membuat seseorang kekurangan, tetapi justru sebaliknya, memberi mampu menghadirkan lebih banyak kebahagiaan dalam kehidupan yang bersangkutan.
Makanya, membimbing anak untuk belajar memberi sejak masih kecil merupakan sebuah upaya yang mesti dilakukan secara berkesinambungan. Memberi tidak cukup dilakukan satu-dua kali, tetapi sebaiknya dirutinkan, hingga tumbuh menjadi sebuah kebiasaan positif. Alhasil, andaikan setiap orang terbiasa memberi, maka, dunia ini akan berkembang menjadi tempat yang lebih baik.
Oleh sebab itu, begitu anak mendapat angpao lebaran, ada baiknya kalau orangtua menganjurkan anaknya untuk membagikan sebagian uangnya untuk amal. Dengan demikian, si anak bisa merasakan betapa luhurnya perbuatan baik tersebut.
***
Mempergunakan angpao lebaran untuk keperluan tertentu merupakan pilihan masing-masing pihak. Begitu diterima, nasib angpao tadi berada di tangan pemiliknya. Apabila pemiliknya ialah orang yang terampil mengelola keuangan, maka, mungkin saja, nominalnya bakal awet, atau bahkan bertambah dalam jangka panjang.
Namun, sebaliknya, kalau yang punya adalah orang yang boros, maka, sebanyak apapun angpao yang didapat, akan cepat habis dalam waktu cepat. Jadi, walaupun suasana lebarannya masih belum juga usai, tetapi angpaonya justru sudah ludes terpakai.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H