Dalam kasus pembunuhan di atas, kedewasaan NF mungkin belum tumbuh dengan baik, sehingga tontonan-tontonan yang banyak menyuguhkan adegan kekerasan bisa mempengaruhi kondisi batinnya.
Walaupun bukan satu-satunya alasan, namun, kalau terus-menerus melihat adegan kekerasan di film, maka, efeknya bisa memicu kekerasan secara fisik dan mental. Apalagi kalau sebelumnya yang bersangkutan mempunyai masalah terpendam. Boleh jadi, hal itu membikin yang bersangkutan menjadi lepas kendali.
Kasus yang dialami oleh NF adalah sebuah "tragedi". Di satu sisi, ia adalah pelaku pembunuhan, tetapi di sisi lain, ia adalah korban dari pelecehan seksual. Oleh sebab itu, kasus ini begitu rumit ditangani, sehingga diperlukan kebijaksanaan hakim untuk memberi keputusan hukum yang adil bagi NF.
Tentu saja kita berharap kasus tersebut tidak terulang pada masa depan. Untuk mewujudkan hal itu, tontonan yang dikonsumsi anak-anak dan remaja tentu perlu dibatasi sedemikian rupa, terutama kalau ditemukan cukup banyak unsur-unsur kekerasan di dalamnya.
Jangan sampai, karena orangtua lalai mengawasi film-film yang ditonton anak, maka psikologis anak menjadi bermasalah, sehingga hal itu bisa "meracuni" kepribadiannya, dari yang sebelumnya tenang hingga berubah menjadi garang.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H