Pokok-pokok kebijakan terkait upah minimum mencakup (1) kebijakan pengupahan masih tetap menggunakan sistem upah minimum, (2) upah minimum tidak turun dan tidak dapat ditangguhkan, (3) kenaikan upah minimum memperhitungkan pertumbuhan ekonomi daerah, dan (4) upah per jam dapat diberikan untuk jenis pekerjaan tertentu (konsultan, paruh waktu, ekonomi digital).
Poin lainnya ialah soal pemutusan hubungan kerja. Pokok-pokok kebijakannya ialah (1) tetap memberikan perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK, dan (2) pekerja yang terkena phk tetap mendapatkan kompensasi PHK (berupa pesangon, penghargaan masa kerja, dan kompensasi lainnya).
Poin-poin tadi sejatinya berlaku untuk semua karyawan baik pria maupun wanita. Jadi, jangan khawatir hak-haknya akan hilang akibat adanya Omnibus Law. Justru keberadaan Omnibus Law akan melindungi hak-hak yang dimiliki karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.
Sebut saja hak-hak tertentu, khusus karyawan perempuan, seperti cuti haid atau cuti melahirkan. Hak ini masih masih berlaku karena belum ada pembahasan yang melarang pemberian cuti tersebut. Boleh jadi, hak-hak tadi akan terus dipertahankan karena hal itu menyangkut kemanusiaan.
Jadi, sebetulnya, kalau boleh disimpulkan, Omnibus Law sejatinya bertujuan mengangkat taraf hidup masyarakat Indonesia. Pada saat ini, berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, PDB masyarakat Indonesia mencapai Rp 4,6 juta per bulan.
Namun, dengan diberlakukannya Omnibus Law Cipta Kerja, PDB tadi diharapkan meningkat menjadi Rp 6,8-7 juta per bulan. Demikian selanjutnya akan terus bertumbuh pada tahun-tahun berikutnya.
Jika hal itu terjadi, boleh jadi, pada tahun 2045, Indonesia diharapkan menjadi negara maju dengan ekonomi berkelanjutan, dan rakyat Indonesia menjadi semakin kaya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H