Jangan sampai, hanya karena harga emas sedang tinggi-tingginya, investor terbawa nafsu dan langsung membeli emas tanpa pikir-pikir lagi.
Harus diingat bahwa ketamakan ialah salah satu emosi yang dapat "menyesatkan" logika, sehingga hal itu berpotensi membikin investor salah mengambil keputusan investasi. Kalau hal itu sampai terjadi, alih-alih untung, bisa-bisa investasi yang dilakukan bisa berujung rugi.
Makanya, jika memang investor sudah memutuskan membeli emas, sebaiknya keputusan tadi dibuat berdasar pada analisis yang cermat, bukan pada emosi yang sifatnya sesaat.
Salah satu pertimbangan yang mesti dipikirkan adalah wujud emas yang akan dibeli.
Maklum, kini terdapat dua jenis emas yang bisa dipilih sebagai sarana investasi, yakni emas konvensional dan emas digital. Keduanya memiliki perbedaan yang cukup jelas dari segi bentuk atau pun harga.
Tentu saja, emas konvensional lebih banyak "dilirik" daripada emas digital. Soalnya, masyarakat cenderung menyukai aset yang bisa disentuh daripada yang hanya bisa dilihat di monitor. Jadi, jangan heran, walaupun harganya di atas emas digital, masyarakat masih saja senang mengoleksinya.
Meski begitu, emas konvensional jelas memerlukan perlakukan yang lebih "istimewa" daripada emas digital. Investor yang membeli emas ini mesti menyiapkan tempat khusus sebagai penyimpanan.
Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan emas yang dimiliki. Jangan sampai, karena teledor, emas tadi kemudian berpindah tangan atau dicuri.
Sementara, emas digital dinilai jauh lebih aman, karena emas yang sudah dibeli secara online kemudian disimpan di dalam brangkas khusus. Investor cukup membayar biaya penyimpanan per tahun untuk memastikan bahwa asetnya terlindungi dengan baik.
Emas ini pun bisa dicairkan dalam wujud fisik. Jika ingin meraba asetnya secara langsung, investor cukup menambah biaya cetak dan ongkos kirim.