Mengapa manajemen Jiwasraya enggan mengisi portofolionya dengan saham-saham unggulan yang jelas lebih aman dan lebih menyukai berinvestasi di saham-"saham gorengan" tersebut? Jawabannya terletak pada keinginan manajemen untuk memperoleh imbal hasil besar dalam waktu cepat.
Maklum, saham-saham tersebut memang bisa memberikan "cuan" yang sangat besar. Potensi capital gain yang diperoleh bisa mencapai puluhan persen, dan keuntungan ini dapat diraih dalam waktu yang relatif singkat.
Meski begitu, bukan berarti saham-saham ini bebas risiko. Risiko yang sangat mungkin dialami investor ialah capital loss yang sangat dalam, hingga kisaran puluhan persen! Makanya, kalau salah memilih saham, alih-alih menuai untung, investor malah bisa menanggung rugi yang sangat besar!
Hal itulah yang mungkin luput dari perhatian manajemen Jiwasraya. Faktor risiko yang besar sepertinya dikesampingkan karena manajemen terlalu antusias memburu keuntungan besar di pasar saham.
Hasilnya tentu sudah bisa ditebak. Saham-saham yang dibeli Jiwasraya terjun bebas. Saham sugih yang diborong di harga Rp 470 sekarang masuk "klub gocap" (-88%), saham trio yang dikoleksi di harga Rp 2.000 kini amblas ke harga Rp 426 (-78%), dan saham lcgp yang diraup di harga Rp 620 saat ini "terkapar" di harga Rp 114 (-81%)!
Sampai sekarang, belum ada kabar apakah saham-saham tadi akan dijual atau terus ditahan. Ini menjadi dilema tersendiri. Kalau mesti dilepas untuk menutupi utang, sudah pasti, Jiwasraya akan kehilangan uang yang sangat banyak, sementara jika terus disimpan, dengan capital loss sedalam itu, sepertinya akan sulit harganya bisa terangkat dalam waktu dekat!
Sebuah Pelajaran
Kasus yang membelit Jiwasraya bisa memberi pelajaran yang berharga baik kepada nasabah maupun manajemen. Bagi nasabah, kejelian dan ketelitian dalam membeli produk investasi jelas perlu dilakukan.
Kebiasaan "asal pilih investasi" atau "hanya ikut-ikutan teman" mesti ditinggalkan agar perjalanan investasi yang dilakukan mempunyai akhir cerita yang indah.
Oleh sebab itu, sebelum membuat sebuah keputusan investasi, kita mesti menyelidiki rekam jejak manajemennya terlebih dulu. Jangan sampai ada "catatan negatif" yang ditemukan karena hal itu akan membahayakan keamanan investasi kita.