Mempersiapkan Dana Darurat
Setelah selesai menyimak penjelasan Dokter Sukono tentang penyakit Parkinson, saya menghela napas panjang. Saya jadi terpikir masa tua yang kelak akan saya jalani. Agak takut memang kalau kita memikirkan usia tua. Namun, bukankah masa tua adalah sebuah keniscayaan, yang pasti terjadi?
Makanya, saya setuju dengan saran Dokter Sukono tentang persiapan dana darurat. Dana darurat itu penting. Tak hanya saat sakit, dana darurat ini juga berguna dalam situasi lain, seperti ketika seseorang mengalami PHK, kecelakaan, dan bencana alam.
Dari buku-buku keuangan, besaran dana darurat idealnya adalah 6 bulan pendapatan. Kalau pendapatan bulanan saya sebesar 5 juta rupiah, misalnya, dana darurat yang mesti disiapkan adalah 30 juta rupiah.
Meskipun terdengar masuk akal, bukan berarti hal itu mudah dipraktikkan. Belum tentu semua orang bisa menyisihkan pendapatannya untuk dana darurat, dan kalau bisa pun, belum tentu yang bersangkutan sanggup membiarkannya terus "menganggur" di bank.
Memang hal-hal tadi belum menjamin sepenuhnya bahwa kita tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun jika kelak terkena penyakit serius. Uang pribadi mungkin masih akan dipakai, tetapi jumlahnya tidak akan terlalu besar, sebab mayoritas sudah dikover.
Lantas, kalau begitu, masih perlukah kita menyiapkan darurat? Jawabannya perlu. Hanya saja, nominal yang sediakan tidak terlalu besar, dan sebagian dana yang dimiliki bisa dialokasikan untuk instrumen-instrumen penunjang biaya kesehatan.
Penyakit, seperti Parkinson, adalah sebuah keniscayaan. Setiap orang bisa mengalaminya cepat atau lambat. Hanya saja, sebelum penyakit itu datang, sudahkah kita mempersiapkan semuanya sebaik mungkin?
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H