Pada bulan Oktober ini, saya genap setahun berinvestasi saham. Dari yang awalnya cuma ingin coba-coba, kini saya malah "keranjingan" menekuni pasar modal. Setelah sekian lama bergelut di dunia saham, saya mendapati banyak sekali pengalaman berharga tentang ketelitian, kegigihan, dan kesabaran.
Saat dulu saya berkata ingin berinvestasi saham, orang-orang terdekat sempat memberi "peringatan keras" kepada saya. Mereka mewanti-wanti bahwa pasar saham itu terlalu berisiko. Saya bisa kehilangan banyak uang di pasar modal. Lebih baik uang yang saya peroleh dengan susah payah disimpan saja di bank. Lebih aman.
Namun, peringatan tadi tidak menyurutkan niat saya untuk menjajal investasi saham, yang konon sering diidentikkan dengan "perjudian" tersebut. Saya tetap nekat membuka akun di sebuah perusahaan sekuritas dan melakukan transaksi kecil-kecilan.
Sebelum melakukan pembelian, saya belajar menyeleksi saham dengan menonton Youtube dan membaca buku. Maklum, tidak ada orang di sekitar yang bisa membimbing saya. Teman-teman saya enggan mengikuti jejak saya. Mereka terlalu takut menanggung risiko.
Akhirnya, saya belajar menganalisis saham secara otodidak. Seiring berjalannya waktu, pengetahuan saya bertambah sedikit demi sedikit dari praktik langsung. Sungguh benar kata pepatah bahwa pengalaman adalah guru terbaik!
Dengan modal lima ratus ribu, saya membeli dua saham yang sudah saya pelajari sebelumnya. Kedua saham ialah MTDL (PT Metrodata Electronics Tbk) dan JTPE (PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk). Tiga lot saham MTDL dibeli di harga Rp 720/lembar, sementara lima lot saham JTPE di harga Rp 440/lembar. Semua ditotal berjumlah 8 lot saham.
Belakangan, saya menambah modal beberapa juta rupiah untuk mengoleksi saham lain, di antaranya saham AKRA, PBID, EKAD, TOTO, SIDO, SMSM dan ERAA. Tidak ada satu pun saham "bluechip" yang saya beli. Semuanya adalah saham lapis dua, dan beberapa di antaranya bahkan punya tingkat "kolesterol" yang tinggi, sehingga ketika harganya jatuh, uang saya pun ikut tergerus.
Sebut saja saham ERAA yang saya beli sekitar bulan Desember 2018 silam. Saham ini dibeli di harga Rp 2.340/lembar. Saya berharap harganya terbang lebih tinggi dalam beberapa hari ke depan.
Namun, hal itu ternyata hanya sebatas "harapan". Beberapa hari kemudian, alih-alih melesat, harganya malah menukik tajam. Saya berjuang mempertahankannya sekuat hati. Akan tetapi, ketika penurunannya sudah mencapai 8%, saya menyerah! Saya kemudian melakukan cutloss dan menanggung kerugian sekitar 500 ribu rupiah hanya dalam beberapa hari!
Saham-saham lain pun bernasib sama. Harganya turun, turun, dan terus turun. Saya kemudian melepas saham AKRA, PBID, EKAD, dan TOTO. Selebihnya, dari uang penjualan saham tadi, saya menambah porsi saham SIDO (PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk) yang saya beli di harga 816/lembar dan saham MTDL.
Saya berinvestasi selama hampir tujuh bulan. Selama itu, saya terus menggenggam kedua saham tadi baik susah maupun senang.
Kesabaran saya pun membuahkan hasil. Setelah perusahaan merilis laporan kuartal empat, yang memperlihatkan pertumbuhan penjualan dan laba, kedua saham tadi terbang harganya. Saya bisa menikmati untung 20% lebih. Lumayan, keuntungannya senilai 1 bulan gaji. Wah!
Meskipun sekarang saya bisa dengan enteng menceritakan pengalaman tersebut, bukan berarti perjalanan investasi saya pada waktu itu berjalan mulus. Ada masa-masa tertentu ketika saya ingin menjual saham tadi secepatnya untuk merealisasi keuntungan.
Maklum, ketika harga saham sedang "terbang", itulah kesempatan untuk memetik keuntungan. Kalau menunggu terlalu lama, saya agak khawatir harganya akan turun kembali, dan saya mesti menunggu lebih lama lagi untuk mendapat "kesempatan emas" berikutnya. Namun, biarpun sempat tergoda, saya tetap terus memegang saham-saham saya sampai batas waktu yang sudah ditetapkan.
Ada pula masa-masa krisis ketika harga saham SIDO dan MTDL yang sudah membumbung tinggi tiba-tiba jeblok pada bulan Mei lalu. Portofolio saya yang tadinya "hijau royo-royo" malah berubah "berdarah-darah"!
Saya tentu merasa geram pada waktu itu. Betapa tidak! Sudah sekian bulan saham tadi ditimang-timang, sekarang harga saham tadi malah anjlok di bawah harga beli! Sia-sialah semua perjalanan investasi saya selama beberapa bulan ini!
Saya bisa saja langsung menjual saham tadi karena merasa kecewa, tetapi saya memutuskan menahannya lebih lama. Saya memberi waktu kepada saham-saham saya untuk pulih, dan ternyata harapan saya terjawab.
Pelan-pelan saham tadi mulai naik lagi harganya. Pada bulan Juni kemarin, setelah mengantongi dividen yang lumayan, saya melepas saham SIDO di harga 1.025 dan saham MTDL di harga 1.250-an.
Saat saya menuliskan artikel ini, saham SIDO dipatok pada harga 1.230, sementara saham MTDL Rp 1.650! Artinya, kalau saya menahan saham tadi lebih lama, keuntungan saya akan jauh lebih besar!
Sampai sekarang, kalau ada yang minta saran untuk mulai berinvestasi saham, saya selalu akan bilang: mulailah dengan modal kecil! Saya dulu pun membeli saham dengan nominal yang kecil.
Untuk membeli 3 lot saham MTDL di harga 725, misalnya, saya hanya mengeluarkan modal 217.500. Tidak begitu banyak. Namun, jika kita melihat harganya sekarang, imbal hasilnya sangat besar, lebih dari 100%!
Hal lain yang bisa saya sampaikan ialah soal kesabaran. Saya belajar bahwa berinvestasi saham butuh "stamina" yang kuat. Seorang investor mesti memiliki kesabaran yang cukup tebal untuk terus menggenggam sahamnya dalam situasi apapun. Sebab, semakin lama investor menyimpan sahamnya, semakin besar potensi keuntungannya.
Andaikan dulu terus bersabar menyimpan saham MTDL, misalnya, keuntungan yang bisa saya petik mungkin jauh lebih besar daripada sebelumnya. Namun, karena pada saat itu merasa sudah mendapat cukup keuntungan, saya memutuskan menjualnya. Meskipun begitu, saya tetap bersyukur bisa mengantongi "cuan" yang lumayan besar dari berinvestasi saham.
Sampai sekarang, saya masih aktif berinvestasi saham. Biarpun disebut-sebut sangat berisiko, pasar saham begitu menarik bagi saya. Setelah sekian bulan menanamkan modal bursa saham, saya mempunyai lebih banyak "cerita indah" daripada "cerita suram" dari berinvestasi saham. Makanya, sampai sekarang, saya belum terpikir mencicipi instrumen investasi lain. Saham is my best choice!
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H