Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Susahnya Mengail "Cuan" pada Bulan September

30 September 2019   09:01 Diperbarui: 2 September 2020   09:02 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bursa saham (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Rumor bahwa September bukan bulan yang "ramah" untuk investor saham mungkin ada benarnya. Sebab, dari pengalaman, saya merasakan sendiri betapa sulitnya mendulang untung di pasar saham sepanjang bulan September ini.

Sampai tulisan ini dibuat, belum ada satu pun saham-saham yang saya beli menunjukkan kinerja yang kinclong. Parahnya, ada satu saham saya yang sampai mengalami potensi capital loss sebesar 10%!.

Semua itu boleh jadi disebabkan oleh maraknya sentimen negatif yang berembus di bursa saham. Sentimen itu di antaranya masih seputar perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang sudah berlangsung hampir 2 tahun.

Meskipun beberapa menteri dari masing-masing negara tadi akan berunding membahas solusi perang dagang pada awal Oktober nanti, pelaku pasar masih dibayangi rasa waswas. Sebab, belum ada "sinyal-sinyal" positif yang menunjukkan bahwa kedua negara tersebut akan mencapai kata sepakat.

Tak hanya dari luar negeri, beberapa sentimen negatif dari dalam negeri juga ikut mengepung Bursa Efek Indonesia. Setidaknya ada dua sentimen negatif yang sampai menciptakan "guncangan hebat" di pasar saham.

Yang pertama ialah jatuhnya harga saham emiten rokok pada hari Senin, 16 September kemarin. Sebelumnya tidak ada yang menyangka bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 23% akan berdampak buruk pada harga saham emiten rokok.

Kenaikan cukai rokok berimbas pada penurunan harga saham emiten rokok/sumber: detik.net.id
Kenaikan cukai rokok berimbas pada penurunan harga saham emiten rokok/sumber: detik.net.id
Pasalnya, setelah pengumuman tadi disampaikan, harga saham HMSP (PT HM Sampoerna) dan GGRM (PT Gudang Garam) terjun bebas hingga minus 20%!.

Peristiwa itu ikut "menggetarkan" harga saham-saham lain, termasuk saham yang saya pegang. Maklum, HMSP dan GGRM adalah saham yang punya kapitalisasi yang besar. Keduanya selalu masuk ke dalam jajaran teratas sebagai saham terbesar di Bursa Efek Indonesia.

Makanya, dengan bobot sebesar itu, kejatuhan harga kedua saham tadi ikut menyeret IHSG. Sepanjang "hari kelabu" itu, IHSG rontok hingga 2%!

Kejadian itu boleh disebut sebagai sebuah "anomali". Sebab, pada kuartal 2 tahun 2019, kedua saham tadi masih mencatatkan laporan keuangan yang positif. Penjualan dan laba-nya pun terus bertumbuh.

Meskipun begitu, investor sepertinya berpandangan lain. Investor menilai bahwa kedua saham tadi mempunyai prospek yang suram. Kenaikan cukai rokok yang besar diprediksi bisa menurunkan penjualan-nya pada masa depan.

Lebih lagi, harga saham keduanya, terutama HMSP, telah mengalami penurunan sejak Mei akibat kebijakan manajemen Bursa Efek Indonesia yang menyesuaikan pembobotan untuk saham-saham yang tergabung dalam indeks LQ45. Dengan sederet alasan tadi, jangan heran kalau kemudian investor "berlomba" menjualnya!

Pada hari itu, teman-teman saya yang memegang HMSP merasa gamang. Dengan penurunan sedalam itu, butuh waktu yang sangat lama agar harga sahamnya kembali ke posisi sebelumnya.

Ada teman saya yang memutuskan melakukan cutloss beberapa hari setelah harganya rebound. Ada pula yang masih bertahan seraya berharap "keajaiban" akan terjadi pada masa depan.

Beberapa minggu kemudian, guncangan yang hebat terjadi lagi di Bursa Efek Indonesia. Sepertinya "luka lama" belum menutup sepenuhnya, kini luka tadi dirajam oleh serangan baru!.

Serangan tersebut tak lain tak bukan ialah aksi demostrasi yang terjadi pada tanggal 24 September kemarin! Aksi demostrasi yang diikuti mahasiswa dari berbagai penjuru negeri itu bikin investor ketar-ketir.

Bayangan kerusuhan tahun 1998 menyeruak mengingat banyak mahasiswa yang terlibat dalam demo tadi. Akibatnya tentu sudah bisa ditebak. Dana miliyaran hingga triliyunan rupiah mengalir keluar pasar saham.

Aksi demo mahasiswa membikin IHSG terjerembab hingga -1.11% / sumber: tempo.co
Aksi demo mahasiswa membikin IHSG terjerembab hingga -1.11% / sumber: tempo.co

IHSG "merana" setelah jatuh lebih 1,11%! Lagi-lagi portofolio saham saya memerah semua.

Pengalaman itu memberikan saya beberapa pelajaran yang berharga. Di antaranya ialah tetap bersikap tenang dalam situasi krisis. Saat saham-saham saya anjlok karena investor lain kompak melegonya, saya hanya bisa duduk menghela napas panjang.

Saya tidak ikut terbawa suasana. Saya tidak serta-merta melepas saham saya karena orang lain melakukan hal itu. Meskipun pada hari itu, saham saya anjlok 8%, saya hanya diam mengamati situasi.

Alih-alih melakukan cutloss, yang terpikir oleh saya ialah saya akan menyerok saham tadi andaikan harganya jatuh lebih dalam lagi! Saya berani membeli saham yang sedang jatuh begitu karena saya tahu itu adalah saham yang bagus. Penurunan harga boleh diartikan sebagai "kesempatan" untuk membeli lebih banyak.

Ketenangan tadi akhirnya membuahkan hasil. Sebab, sehari setelah rontok, harganya pelan-pelan naik. Potensi kerugian saya berkurang dan portofolio saya mulai pulih.

Pelajaran lainnya, lakukanlah diversifikasi saham secara terukur. Diversifikasi artinya investor menanamkan modalnya di beberapa saham. Jangan tempatkan semua dana di satu saham. Hal itu terlalu berisiko. Sebab, kalau kita salah bikin analisis, kerugian yang ditanggung bisa sangat besar.

Makanya, investor mesti menyebar modalnya di beberapa saham. Namun demikian, tentu investor tidak perlu membeli terlalu banyak saham. Cukup 5-10 saham. Jumlah itu dinilai ideal karena investor lebih mudah mengelolanya.

Saya pribadi memegang beberapa saham di portofolio saya. Saham-saham tadi berasal dari beberapa sektor, seperti aneka industri, barang konsumsi, dan pertambangan. Hubungan antarsektor sangat jauh. Dengan demikian, andaikan satu sektor terhantam krisis, sektor lain masih bisa selamat.

Pelajaran terakhir, dalam situasi yang serba "abu-abu" di bursa saham seperti saat ini, sebaiknya investor melakukan pembelian secara bertahap. Selalu sediakan uang tunai dalam jumlah yang banyak untuk mengantisipasi risiko.

Untuk hal itu, saya telah lalai. Saya memang sudah membeli saham secara bertahap, tetapi yang menjadi persoalan ialah saham yang saya beli tiba-tiba berbalik arah, sementara uang yang tersedia sudah habis dibelanjakan untuk membeli saham tersebut. Saham yang tadinya untung sekarang malah rugi. Sungguh pasar saham memang sulit sekali diprediksi!

Mungkin itulah sekelumit pengalaman sulit sewaktu saya berinvestasi saham pada bulan September ini. Meskipun begitu, bukan berarti investor lain pun bernasib sama. Di tengah situasi pasar saham yang "dikeroyok" sentimen negatif, bukannya mustahil ada investor yang masih sanggup meraup untung.

Sampai sekarang saya masih mempertahankan saham-saham yang saya beli. Meskipun ada yang mengalami penurunan harga yang cukup dalam, saya enggan menjualnya. 

Bukan karena takut melakukan cutloss, melainkan karena saya masih menunggu selama beberapa bulan ke depan. Mungkin saja pada bulan depan sesuatu yang baik akan terjadi. Semoga.
Salam.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun