Pada tanggal 9 September kemarin, Pemerintah DKI Jakarta resmi memperluas cakupan peraturan ganjil genap. Peraturan itu berlaku meliputi 25 ruas jalan yang terletak di Daerah Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan.
Perluasan tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. Selain bisa mengurai kemacetan di sejumlah ruas jalan tadi, perluasan itu diharapkan mampu mengurangi tingkat polusi di Ibu Kota.
Meskipun sudah resmi diberlakukan, sampai tulisan ini dibuat, tercatat masih cukup banyak pengemudi yang melanggar peraturan tersebut.
Mayoritas pengemudi mengaku belum mengetahui peraturan tersebut lebih detil. Maklum, dalam berkendara, mereka lebih banyak mengandalkan google maps, dan di aplikasi itu belum ada notifikasi yang memperlihatkan jalanan mana saja yang terdampak peraturan itu.
Walaupun demikian, sanksi berupa tilang tetap diberikan. Pihak berwajib kukuh menjatuhkan denda kepada para pelanggar peraturan apapun alasannya. Meskipun mendapat kerugian materi, pengemudi yang terkena sanksi hanya bisa pasrah. Tidak ada yang bisa digugat karena sudah seperti itulah peraturannya.
Siapapun yang melanggar peraturan harus siap menanggung kerugian. Hal itu sepertinya tak hanya berlaku di jalan raya, tetapi juga di bursa saham. Dalam berinvestasi di bursa saham, para investor umumnya mempunyai peraturan tersendiri. Peraturan itu dipatuhi sebaik mungkin supaya investasi yang dilakukannya bisa berjalan mulus dan sukses.
Dalam beberapa tulisan sebelumnya, saya sudah menguraikan berbagai macam peraturan investasi yang dipegang oleh para investor. Setidaknya ada 3 gaya investasi saham yang biasa dipakai.
Meskipun mempunyai tujuan yang sama, yaitu memperoleh keuntungan dari pasar saham, ternyata para investor tadi menerapkan peraturan yang berbeda-beda sesuai gaya masing-masing.
1. Spekulasi
Investor yang memperkenalkan gaya investasi ini adalah Jesse Livermore. Livermore adalah seorang spekulan terkenal pada awal abad ke-20. Dalam dua kali resesi ekonomi, yakni pada tahun 1907 dan 1929, saat investor lain rugi habis-habisan, ia justru mampu meraup untung jutaan dollar dari pasar saham!
Sebelum membeli saham, Livermore biasanya akan memeriksa tren di setiap sektor. Apabila ia menemukan sebuah sektor yang trennya sedang positif, ia kemudian akan mencari saham terunggul di sektor tersebut. Setelah melakukan sedikit analisis, barulah ia membelinya secara bertahap.
Dari situ, kita mengetahui bahwa Livermore sebetulnya tidak asal memilih saham. Ia melakukan perhitungan secara cermat sebelum bertransaksi. Dengan melaksanakan peraturan yang dirumuskannya sendiri, ia sering menang telak di bursa saham.
2. Value Investing
Gaya investasi ini umumnya dianut para penggemar Warren Buffett. Buffett memang dikenal sebagai investor nilai. Ia umumnya senang membeli saham perusahaan berfundamental bagus, yang dihargai sangat murah.
Dalam melakukan aktivitas investasinya, Buffett memiliki 2 peraturan: "Peraturan pertama, jangan kehilangan uang; peraturan kedua, jangan lupakan peraturan pertama."Â
Agar tidak kehilangan uangnya di pasar saham, Buffett melakukan analisis secara cermat. Ia mengandalkan analisis fundamental dalam menilai suatu saham.
Sampai detik ini, Buffett masih setia memegang teguh peraturan investasinya tersebut. Ia enggan berpaling kepada peraturan investasi lain. Ia tahu kalau memakai peraturan yang berbeda, ia mesti siap menanggung kerugian.
3. Growth Investing
Philip Fisher menyukai gaya investasi ini. Ia adalah salah satu investor yang menyukai pertumbuhan harga saham dari waktu ke waktu.
Dalam menyeleksi saham, ia tidak begitu mempersoalkan valuasi harga. Asalkan saham tadi berpotensi terus tumbuh pada masa depan, tanpa ragu, ia akan membelinya, meskipun ada banyak investor yang khawatir memborongnya karena harganya sudah dinilai kemahalan.
Peraturan Fisher dalam berinvestasi sebetulnya sederhana. Ia hanya mencermati pertumbuhan laba dari waktu ke waktu. Pertumbuhan laba bisa dilihat dari jumlah Earning Per Share yang terus mengalami peningkatan.
Seperti Buffett, Fisher hanya akan berinvestasi di perusahaan yang dijalankan oleh orang-orang yang piawai mengatur bisnis dan punya standar etika yang tinggi.
Seperti Pemerintah DKI Jakarta, para investor mempunyai "peraturan ganjil genap"-nya sendiri. Mereka umumnya memegang dan mematuhi peraturan itu dengan ketat. Mereka tahu, kalau menyimpang sedikit saja dari peraturan tadi, akan ada "sanksi" yang siap menanti, yaitu kerugian berinvestasi di pasar saham.
Oleh sebab itu, kedisiplinan dalam menjalankan peraturan tadi betul-betul diperlukan, supaya investasi yang dilakukan bisa berjalan lancar dan bebas dari "kemacetan".
Salam.
Adica Wirawan
Referensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H