Saat orang-orang menghabiskan waktu luangnya dengan berbelanja ke mall atau pergi berwisata, saya justru memakai waktu luang tadi untuk belajar investasi saham. Pada Hari Sabtu kemarin (29/06/2019) misalnya saya menghadiri acara kopi darat (kopdar) yang diselenggarakan oleh Investor Saham Pemula (ISP).
ISP adalah sebuah komunitas yang mewadahi para investor yang masih "hijau" alias "newbie" dalam bidang investasi, terutama saham dan reksadana. Komunitas ini menjadi tempat berbagi pengetahuan dan pengalaman seputar investasi sehingga para pesertanya bisa belajar banyak hal. Seiring berjalannya waktu, komunitas ini kemudian berkembang pesat. Sampai sekarang, komunitas ini sudah tersebar di 40 kota di 22 Provinsi seluruh Indonesia.
Saya tertarik mengikuti acara kopdar ISP karena saya merasa masih perlu menimba ilmu dari orang lain. Lewat acara tadi, saya ingin menambah wawasan seputar "jurus" berinvestasi saham. Maklum, kalau punya banyak "jurus", bukankah saya akan lebih tahu langkah-langkah yang tepat, yang mesti diambil manakala portofolio saya sedang dihantam krisis?
Selain itu, dengan mengikuti acara tadi, saya juga bisa mendengar pengalaman investasi orang lain. Saya dapat belajar dari pengalaman tadi, sehingga saya tidak membikin kesalahan yang sama, yang pernah dibuat orang lain sebelumnya. Bukankah guru yang terbaik adalah pengalaman? Jadi, dengan menyimak cerita investasi orang lain, saya bisa berguru banyak hal.
Acara kopdar tadi diadakan di Bear X Bull Cafe yang terletak di kawasan Cawang. Bagi saya, cafe ini cukup unik. Pasalnya, tiap elemannya merepresentasikan bursa saham. Makanya, jangan heran, di dalamnya kita akan menemukan sejumlah ornamen yang mencerminkan dunia saham, seperti chart pergerakan harga, logo IDX, dan buku-buku investasi.
Awalnya saya kira acara tadi akan sepi peminat. Namun, sepertinya saya mesti "merevisi" pikiran saya. Sebab, peserta yang hadir lumayan banyak, sekitar 30-an. Kursi-kursi yang tadinya kosong terisi penuh. Bahkan, pihak cafe sampai menyediakan kursi tambahkan untuk para peserta yang belum mendapat tempat duduk.
Ari yang sehari-hari berkerja sebagai karyawan mengaku tertarik berinvestasi kecil-kecilan. Ia belum berani menginvestasikan uang dalam jumlah banyak lantaran ilmu dan pengalamannya masih minim. Makanya, ia merasa perlu banyak belajar, terutama soal manajemen emosi karena ia sering sulit mengendalikan emosinya manakala saham yang sudah dibelinya "berdarah-darah".
"Saat lihat saham saya merah sedikit saja, saya ingin langsung cut loss," katanya. Untuk itulah ia tertarik mengikuti acara kopdar tadi supaya mengetahui tips-tips mengelola emosi selama berinvestasi.
Acara kopdar tersebut membahas analisis yang dipakai untuk menyeleksi saham, yakni analisis fundamental dan analisis teknikal. Biarpun mayoritas materinya sudah saya ketahui dan pahami, saya tetap mendapat wawasan tambahan.
Misal, saya jadi tahu bahwa valuasi saham itu sangat relatif. Sebelumnya saya berasumsi bahwa mahal-murahnya saham dilihat dari tingkat Price Earning Ratio-nya (PER) saja. Harga saham dikatakan mahal jika punya PER di atas 15 kali, sementara disebut murah kalau PER-nya di bawahnya.
Namun, asumsi tadi akhirnya "patah" setelah pemateri menjelaskan bahwa untuk mengetahui valuasi harga, kita mesti membandingkan PER suatu saham dengan saham lain yang sejenis. Dari situlah baru diketahui PER wajarnya. Dengan demikian, investor bisa membuat keputusan investasi yang lebih mantap kalau tahu saham yang ingin dibelinya sedang "salah harga".
Meski begitu, bukan berarti tidak ada hal yang layak disimak. Satu di antaranya ialah soal tren. Bagi para trader, tren adalah persoalan yang krusial. Sebab, untung-rugi investasi yang dilakukan bergantung pada tren.
Makanya, para trader sering mencermati tren dari waktu ke waktu. "Lebih aman kita membeli saham yang trennya naik," kata pemateri, "sebab, kalau saham yang dibeli 'nyangkut', harganya akan balik lebih cepat." Saya pikir alasan tadi masuk akal, meski kita juga perlu mencermati hal penting lain, seperti pembalikan arah harga.
Bagi saya, acara kopdar semacam ini tak hanya membuka wawasan tentang dunia saham, tetapi juga "mengobati" kerinduan saya untuk bertemu dengan investor lain yang sama dengan saya. Mungkin perasaan kangen tadi bisa muncul karena di Kompasiana belum ada komunitas seperti itu.
Saya pikir, andaikan diberi kesempatan, komunitas semacam ini mungkin akan menarik dibentuk untuk meramaikan komunitas-komunitas Kompasiana yang sudah lebih dulu ada, seperti Komik, Koteka, dan KPK. Kira-kira andaikan ada komunitas investor di Kompasiana, apakah Kompasianer yang tertarik bergabung di dalamnya?
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H