Namun, asumsi tadi akhirnya "patah" setelah pemateri menjelaskan bahwa untuk mengetahui valuasi harga, kita mesti membandingkan PER suatu saham dengan saham lain yang sejenis. Dari situlah baru diketahui PER wajarnya. Dengan demikian, investor bisa membuat keputusan investasi yang lebih mantap kalau tahu saham yang ingin dibelinya sedang "salah harga".
Meski begitu, bukan berarti tidak ada hal yang layak disimak. Satu di antaranya ialah soal tren. Bagi para trader, tren adalah persoalan yang krusial. Sebab, untung-rugi investasi yang dilakukan bergantung pada tren.
Makanya, para trader sering mencermati tren dari waktu ke waktu. "Lebih aman kita membeli saham yang trennya naik," kata pemateri, "sebab, kalau saham yang dibeli 'nyangkut', harganya akan balik lebih cepat." Saya pikir alasan tadi masuk akal, meski kita juga perlu mencermati hal penting lain, seperti pembalikan arah harga.
Bagi saya, acara kopdar semacam ini tak hanya membuka wawasan tentang dunia saham, tetapi juga "mengobati" kerinduan saya untuk bertemu dengan investor lain yang sama dengan saya. Mungkin perasaan kangen tadi bisa muncul karena di Kompasiana belum ada komunitas seperti itu.
Saya pikir, andaikan diberi kesempatan, komunitas semacam ini mungkin akan menarik dibentuk untuk meramaikan komunitas-komunitas Kompasiana yang sudah lebih dulu ada, seperti Komik, Koteka, dan KPK. Kira-kira andaikan ada komunitas investor di Kompasiana, apakah Kompasianer yang tertarik bergabung di dalamnya?
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H