Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Saat Bandar Saham "Nge-gas"

8 April 2019   10:09 Diperbarui: 8 April 2019   10:36 1170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: finansialku.com

Harus diakui, investor asing masih "mendominasi" Bursa Efek Indonesia. Biarpun kini jumlahnya mampu disaingi oleh investor lokal, kekuatan dana yang mereka miliki tetap sulit ditandingi. Pergerakan investor asing pun sering diawasi pelaku pasar. 

Maklum, di bursa saham, mereka sering menjadi "bandar". Begitu mereka melakukan transaksi, akan ada pengaruh yang signifikan terhadap harga suatu saham.

Saya sendiri telah merasakan betapa kuatnya pengaruh investor asing terhadap pergerakan harga suatu saham. Akibat aksi jual-beli yang dilakukan investor asing, harga saham yang saya pegang bisa tiba-tiba melonjak atau justru sebaliknya menukik tajam.

Saya ingat pada bulan Januari-Maret lalu harga saham perusahaan elektronik yang saya punya tiba-tiba melesat dari kisaran Rp 900-an ke Rp 1.100 per lembar saham. Kenaikan itu tentu bikin saya senang. Saya bisa memetik potensi keuntungan sekitar 30% atas modal yang saya tanam.

Biarpun tingkat keuntungan tadi adalah sesuatu yang biasa terjadi di bursa saham, bagi saya, hal itu tetap terbilang besar. Sebab, kalau saya "eksekusi" pada saat itu, keuntungan yang bisa saya petik cukup untuk modal beli hp baru. Hahahaha.

Alih-alih langsung merealisasi profit, saya memutuskan tetap menahan saham tadi. Saya enggan menjualnya karena saya merasa akan ada keuntungan yang jauh lebih besar kalau saya memegangnya beberapa bulan lagi.

Lonjakan harga saham yang cepat tadi bukannya tanpa sebab. Setelah diselidiki, saya baru tahu, bahwa ada aliran "dana segar" yang masuk dari investor asing selama periode tadi. Jumlahnya pun tergolong banyak, bisa mencapai miliyaran rupiah. Makanya, jangan heran, harganya ikut "terdongkrak" begitu aliran dana dari investor asing masuk ke saham tersebut.

Sayangnya, aliran dana tersebut sempat "tersendat" pada penghujung bulan Maret. Saat perusahaan elekronik tadi merilis laporan tahun yang memperlihatkan kenaikan laba dari tahun sebelumnya, alih-alih naik, harga sahamnya justru anjlok! Dalam dua hari, harganya mendadak rontok hingga 6-7%. Akibatnya, potensi keuntungan saya pun mesti "turun kasta".

Hal itu jelas adalah sebuah "anomali". Saat perusahaan memperlihatkan kinerja yang moncer di laporan tahunannya, seharusnya, harga sahamnya melesat. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Harganya turun cukup dalam, dari yang tadinya 1.100 ke 1.050 dan itu terjadi secara berturut-turut.

Penyebabnya? Lagi-lagi itu ulah investor asing. Mereka "nge-gas" saham tadi hingga harganya terjerembab. Yang bikin saya heran, mengapa mereka justru jual saham tadi jelang perusahaan merilis laporan tahunan? Bukankah akan jauh lebih untung kalau mereka terus mempertahankannya?

Ada beberapa alasan yang bisa dikemukakan. Di antaranya, mungkin investor asing melihat ekonomi global sedang kurang kondusif pada tahun ini. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang masih tarik-ulur dan keputusan Brexit di Tanah Britania yang belum kunjung rampung menjadi sentimen negatif, yang menyebabkan banyak investor menarik duitnya dari pasar saham.

Alasan berikutnya, investor asing barangkali sedang butuh uang untuk diinvestasikan ke instrumen. Saat uang direkening belum cukup, sementara ada keperluan mendesak yang mesti dilaksanakan, menjual saham bisa menjadi solusi.

Alasan lainnya lagi, investor asing mungkin memandang bahwa jelang rilis laporan keuangan adalah momentum yang tepat untuk merealisasi keuntungan. Kalau mereka jual saham saat kondisi perusahaan sedang bagus, keuntungan yang bisa diperoleh akan jauh lebih besar daripada saat performa bisnis sedang "redup". 

Makanya, saat ada begitu banyak investor lain yang ingin membeli saham tadi, mereka langsung melakukan aksi jual besar-besaran. Be fearful when others are greedy and greedy when others are fearful.

Saat investor asing sedang "nge-gas", kita perlu bersikap tenang. Jangan terbawa kepanikan sesaat hanya karena harga saham yang kita pegang turun drastis. Alih-alih terpengaruh suasana, lebih baik kita memeriksa penyebabnya. Kalau itu hanya sekadar aksi profit taking yang sifatnya sementara, kita bisa merasa santai.

Namun, beda kasusnya kalau yang jual saham ialah pemegang saham mayoritas. Sebut saja aksi jual yang dilakukan Kravis Roberts (KKR) Jade Investments terhadap saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) beberapa bulan lalu. Sebelumnya, KKR adalah salah satu pemegang saham mayoritas Japfa. Ia menguasai 1,6 miliyar lembar saham yang beredar.

Atas sebuah pertimbangan, manajemen KKR kemudian melego mayoritas saham JPFA beberapa kali. Pada 20 Februari lalu, KKR menjual 385 juta saham yang mewakili 3,28% dari total saham Japfa di harga Rp 2.200 per saham.

Setelah itu, pada 22 Maret kemarin, KKR Jade Investments kembali menjual saham Japfa sebanyak 396 juta saham atau setara dengan 3,38% dari seluruh saham Japfa. Transaksi penjualan kembali dilakukan di harga Rp 2.200 per saham.

Aksi jual tadi mengakibatkan saham JPFA "ambruk". Pada sesi perdagangan Jumat, 5 April kemarin, sahamnya ditutup dengan harga Rp 1.825 per lembar.

saham jpfa jatuh setelah dilepas oleh kkr dalam beberapa bulan (sumber: dokumentasi Adica)
saham jpfa jatuh setelah dilepas oleh kkr dalam beberapa bulan (sumber: dokumentasi Adica)

Bisa dibayangkan, kalau ada investor yang beli saham JPFA pada bulan yang sama dengan penjualan saham tadi oleh KKR, investor tersebut harus siap sakit hati. Pasalnya, dengan penurunan sedalam itu, butuh waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun supaya harganya kembali seperti sediakala.

Ibarat sekeping uang logam, kiprah investor asing di bursa saham tanah air memang mempunyai dua sisi. Di satu sisi, mereka bisa "menggenjot" harga suatu saham dengan dana yang dimilikinya. Di sisi lain, mereka dapat pula meluluhlantakkan harga saham tadi. Makanya, pergerakan "bandar" tadi perlu dicermati sebaik mungkin supaya harga saham tidak "nyangkut" setelah dibeli.

Salam.

Adica Wirawan, founder of Gerairasa

Referensi: Ini Alasan KKR Dua Kali Menjual Saham Japfa (JPFA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun