Gump menghormati dan menghargai teman-temannya. Ia berteman tanpa memandang ras, agama, dan ekonomi tertentu. Buktinya, ia berkawan dengan Bubba, yang notabenenya keturunan Afro-Amerika dan berasal dari kelas ekonomi bawah.
Saat Bubba membutuhkan pertolongannya di Perang Vietnam, Gump tidak meninggalkannya sendirian. Biarpun akhirnya Bubba mengembuskan napas terakhirnya, ia juga tetap setia memegang janjinya.
Setelah selesai perang, bersama Letnan Dan, Gump memulai perusahaan pencari udang, karena sebelumnya ia telah berjanji kepada Bubba akan menjalankan bisnis tersebut bersama. Kematian sahabatnya tidak melunturkan semangatnya, dan ia terus memegang kata-katanya.
Persahabatan Gump dan Bubba menunjukkan indahnya toleransi. Suatu hal yang seolah "hilang" di negeri ini. Toleransi mengajarkan penghormatan atas perbedaan. Setiap manusia terlahir berbeda, tetapi bukan berarti tidak bisa hidup rukun bersama-sama. Andaikan setiap orang bisa memelihara toleransi sebaik Gump dan Bubba, tentu dunia akan menjadi tempat yang lebih baik.
"Coklat" lain yang juga dibagikan di film tersebut ialah kesetiaan cinta. Gump tahu bahwa sudah sejak remaja, ia menyukai Jenny. Ia berusaha hadir menolong Jenny manakala ia mendapat kesulitan.
Gump mungkin bodoh. Namun, ia tetap manusia yang punya perasaan. Ia bisa memahami cinta seperti orang lain. Akan tetapi, ia sadar tidak bisa memaksakan cintanya kepada Jenny.
Menurut Gump, mungkin itu cinta yang egois, bukan cinta yang murni dan tulis. Makanya, ia tak keberatan menunggu sekian tahun sampai Jenny mau membuka "pintu hati"-nya untuknya.
Saya pikir, itulah "coklat termanis" yang bisa ditawarkan dari film tersebut. Itulah cinta yang sesungguhnya. Cinta yang ikhlas, tanpa syarat, dan tentunya langka sekali di dunia ini. Ibarat perhiasan, itu adalah "cinta 24 karat". Semoga saja bermunculan lebih banyak cinta demikian di tengah masyarat. Biar dunia menjadi lebih indah, lebih damai, dan lebih bahagia.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa