Namun, Gump tidak menjauhi Jenny hanya karena hidupnya berantakan. Ia tetap memperlakukannya sebagai seorang sahabat. Ia masih mencintai Jenny seperti dulu. Seperti saat mereka awalnya bertemu.
"Coklat Kehidupan"
Setelah selesai menonton Forrest Gump, saya sering menyandarkan punggung dan menarik napas yang dalam. Dalam pikiran saya berseliweran beberapa cuplikan kalimat di film, yang memuat ajaran kehidupan.
Di antara sekian banyak, mungkin cuplikan yang paling ikonik adalah "Hidup itu seperti sekotak coklat." Cuplikan itu menunjukkan bahwa kita tak pernah tahu peristiwa yang akan kita alami pada masa depan.
Buktinya, Gump yang pada masa kecilnya sering dicap idiot dan diragukan semua orang malah bisa memperlihatkan prestasi yang gemilang. Siapa yang menyangka kalau anak yang tumbuh di Alabama ini dapat memenangkan kejuaraan football di kampus, menjadi pahlawan perang, dan meraih kesuksesan sebagai pengusaha udang yang kaya raya ketika ia dewasa?
Sosok Gump yang digambarkan polos boleh dibilang merupakan anomali kehidupan. Ia yang bukan siapa-siapa sejak masih kecil kemudian menjelma menjadi pribadi yang memberi begitu banyak inspirasi kepada semua orang.
Biarpun hanya tokoh fiktif, karakter Gump mengajarkan kita untuk berani menjalani hidup. Ia tidak terlalu ruwet memikirkan masa depan. Ia hanya berupaya menjalani hidupnya sebaik mungkin.
"Saat aku ingin berlari, aku berlari; saat aku lapar, aku makan; dan, saat aku lelah, aku istirahat," kata Gump sewaktu ia berlari solo mengelilingi Amerika selama tiga tahun lebih. Pada saat itu, ia memutuskan berlari karena ia ingin berlari. Itu saja. Tidak ada alasan lain.
Jadi, daripada takut memperoleh "coklat" yang rasanya pahit, lebih baik ia terus berupaya sebaik mungkin, karena siapa tahu saja dengan berbuat begitu, ia bisa mendapat lebih banyak "coklat" yang enak rasanya.
"Bubba was my best good friend. And even I know that ain't something you can find just around the corner." Adalah kalimat lain yang ikut "tersangkut" di pikiran saya.