Pertandingan Tottenham Hotspur versus Manchester United menyisakan sebuah catatan, terutama soal aksi penyelamatan David de Gea. Harus diakui, sepanjang 90 menit, de Gea tampil gemilang. Betapa tidak, ia berhasil mematahkan sejumlah serbuan yang dilancarkan oleh Harry Kane dkk.Â
Sebelas penyelamatan pun ia lakukan. Aksi jatuh-bangunnya dalam mengawal gawang akhirnya menuai hasil positif: Manchester United sukses membawa pulang tiga angka sekaligus "memangkas" jarak dengan para rivalnya di tangga klasemen Liga Inggris.
Penampilan ciamik de Gea menunjukkan bahwa kiper asal Spanyol itu punya ketahanan yang kuat. Buktinya, di bawah tekanan, ia mampu tampil tenang.Â
Serangan demi serangan yang diterimanya dapat diantisipasi dengan reflek yang luar biasa. Hebatnya lagi ia bisa mempertahankan penampilannya sepanjang pertandingan. Makanya, jangan heran, pada akhir laga, ia diganjar predikat Man of The Match.
Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari aksi ciamik de Gea tersebut. Satu di antaranya ialah ketahanan dalam kesulitan. Tidak banyak orang yang sanggup terus bertahan dalam situasi yang penuh paceklik.Â
Hanya orang-orang tertentu saja yang punya pengalaman dan kesabaran, yang mampu bersikap tenang sedahsyat apapun "badai kehidupan" yang datang.Â
Orang yang bisa tetap kalem menghadapi cobaan hidup sambil terus mengupayakan solusi atas masalah yang terjadi boleh dikatakan mempunyai staying power yang kuat.
Staying power ialah sesuatu yang penting bagi siapapun, termasuk investor saham. Sebab, tanpa staying power yang kuat, portofolio saham yang dimiliki investor bisa berantakan, hanya karena investor terbawa perasaan dalam mengamati pergerakan harga saham.Â
Maklum, dalam investasi saham, pengaruh emosi memang begitu besar. Emosi bisa menyebabkan investor membeli saham tanpa pertimbangan yang bijak, dan hal itu dapat menimbulkan kerugian.
Pada saat itu, harga sahamnya memang sedang naik tajam. Ada begitu banyak orang yang mengoleksi sahamnya, dan hal itu membikin harga sahamnya terus melambung dari hari ke hari.
Kenaikan itu tentu sungguh menggiurkan. Kapan lagi saya bisa mendapat untung cepat dalam kondisi demikian? Perasaan serakah muncul dalam diri saya.
Perasaan itu kemudian "melumpuhkan" nalar saya, sehingga tanpa berpikir panjang, saya langsung membeli 15 lot saham tersebut. Hasilnya? Dua hari setelah saya beli hargannya masih "terbang". Namun, pada hari berikutnya, harganya malah anjlok 4%!
Saya masih pegang saham itu karena berpikir esok harganya barangkali akan naik lagi. Namun, harapan saya ternyata "berseberangan" dengan kenyataan.Â
Sebab, hari berikutnya, harganya justru anjlok lebih dalam: 8%. Saya mulai gelisah. Zona merah di aplikasi saham saya terus "menghantui" pikiran.
Namun, masih saya pertahankan saham itu, kali ini dengan sedikit berkata kecil di dalam hati: "Mungkin besok harganya akan kembali." Akan tetapi, lagi-lagi kenyataan terus "mempermainkan" hati saya.Â
Harga saham saya terus turun menyentuh 11% dari harga beli, dan saya terancam kehilangan beberapa ratus ribu, hanya dalam tiga hari!
Oleh karena saya mempunyai batas tolerasi kerugian 10%, saya langsung cut loss. Dalam keadaan rugi, saya lepas saham tersebut, dan saya beli saham baru, yang nilainya jauh lebih baik dari saham tadi.Â
Biarlah, kata saya, daripada uang saya terus tergerus. Saya ikhlaskan saham tersebut walaupun beberapa waktu kemudian harga saham tadi kembali "terbang" seperti sebelumnya.
Dari situ saya sadar bahwa sejak awal, saya telah bersikap gegabah. Semestinya saya memilih saham dalam kondisi batin yang tenang, bukannya dalam keadaan yang diliputi ketamakan begitu.Â
Dalam kondisi pikiran yang sejuk, saya bisa mengambil sebuah keputusan investasi secara cermat dan bijak, yang akan menjauhkan saya dari kerugian.
Selain itu, saya juga jadi mengenali diri bahwa saya belum memiliki staying power yang kuat. Saya belum selevel dengan David de Gea, yang sanggup bertindak cermat, penuh dengan pertimbangan, dan tenang mengawal gawang dalam menghadapi serangan lawan.Â
Untuk yang satu ini, saya memang mesti lebih banyak belajar dan berlatih agar dalam situasi terburuk sekalipun, saya dapat terus menggenggam saham-saham saya tanpa rasa gentar.
Membangun staying power bukanlah urusan yang mudah. Kemampuan itu tentu tidak ujuk-ujuk muncul dalam semalam. Dibutuhkan latihan yang banyak agar staying power terus terasah.Â
Saya yakin, sebelum tampil gemilang pada laga tadi, de Gea telah menjalani banyak latihan yang teratur dan terukur. Ratusan atau bahkan ribuan kali ia berlatih menangkap, menepis, dan meninju bola agar gawang yang dijaganya dapat terus selamat.
Latihan tanpa kenal lelah itu akhirnya membentuk staying powernya sedikit demi sedikit, sehingga ia mampu tampil apik dalam setiap laga.
Seperti de Gea, investor pun mesti belajar membangun staying power. Agak sulit memang. Sebab, terkadang emosi memainkan perannya di lantai bursa.Â
Dalam situasi tertentu, emosi mampu "mengaduk-aduk" perasaan investor. Saat harga saham yang dipegangnya terus melambung, investor bisa "mabuk kepayang" karena senang. Sebaliknya, ketika harganya menukik tajam, ia dapat bermuram durja seharian.
Makanya, penting bagi investor untuk terus menjaga "mood"-nya. Jangan sampai ia melakukan "blunder" dalam investasi, yang bisa menyebabkan kerugian hanya karena terbawa emosi sesaat.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H