Kalau boleh sedikit "bernostalgia", bulan November ini bertepatan dengan setahun "minggatnya" saya dari dunia bitcoin. Walaupun pada saat itu, nilainya masih terus naik dan perdagangannya sangat ramai, saya memutuskan pamit. Ada beberapa pertimbangan krusial yang saya pikirkan hingga akhirnya saya mantap mengucapkan "sayonara" pada bitcoin.
Seperti disebutkan sebelumnya, sepanjang tahun 2017, bitcoin memang sedang menjadi "primadona". Pasalnya, nilainya terus "meroket" hanya dalam hitungan bulan!
Saya yang baru bertransaksi bitcoin sekitar bulan Agustus 2017 juga sempat dibikin takjub. Betapa tidak! Saat awal saya beli, nilainya "masih" menyentuh harga 55 juta rupiah per keping. Namun, empat bulan kemudian, tahu-tahu nilainya sudah "terbang" ke angka 250 juta rupiah per keping alias naik 4 kali lipat. Wow!
Sayangnya, kecemerlangan bitcoin "meredup" pada tahun 2018. Setelah pemerintah menyatakan bahwa bitcoin bukan alat tukar yang berlaku di Indonesia, seketika pasar bitcoin ambruk. Orang-orang yang awalnya memiliki bitcoin menjualnya besar-besar, menyebabkan nilainya terus tergerus dari waktu ke waktu! Kini, sewaktu saya menulis artikel ini, nilainya "hanya" berharga 94 juta rupiah per keping alias tersisa separuh dari nilainya pada tahun lalu!
Bitcoin tidak sendirian. Teman-temannya, seperti ripple, litecoin, dan ethereum, juga bernasib "sebelas-dua belas". Nilai mereka yang tadinya ikut "terbang" langsung terjun bebas manakala pasar mengalami crash. Puluhan atau bahkan ratusan juta rupiah "menguap" begitu peristiwa itu terjadi.
Namun, sewaktu Buffett berkata demikian, tidak banyak yang mendengarkan. Umumnya mereka menutup telinga rapat-rapat lantaran kabar bahwa harga bitcoin terus membumbung tinggi terdengar jauh lebih "merdu" alih-alih nasihat dari investor legendaris tersebut. Makanya, mereka mengabaikan kata-kata tersebut, dan terus bertransaksi bitcoin. Namun, apakah kemudian kata-kata Buffett menjadi realita? Biarlah sejarah yang menjawabnya.
Tidak Pernah Jelas
Jika kita menarik garis waktu sepuluh tahun silam, sejarah bitcoin sebetulnya penuh dengan "teka-teki". Ada begitu banyak misteri yang menyelubunginya. Sebut saja sosok yang menciptakan bitcoin.
Sampai sekarang sosok pencipta bitcoin masih simpang-siur. Ada yang menyebut kalau bitcoin diciptakan oleh seorang lelaki Jepang bernama Satoshi Nakamoto. Konon kabarnya Satoshi merilis 21 juta keping bitcoin pada tanggal 31 Oktober 2008, dan sejak saat itu, bitcoin berkembang menjadi "fenomena" baru di dunia.
Sejumlah nama tokoh terkenal kemudian sempat dikaitkan dengan pencipta bitcoin. Sebut saja Elon Musk. Bos Tesla Motors itu disinyalir menjadi "dalang" di balik penciptaan bitcoin.
Namun, itu pun cuma sekadar asumsi. Belum ada bukti kuat, yang menunjukkan kalau Musk-lah yang menciptakan bitcoin. Makanya, sampai sekarang, sosok yang menciptakan bitcoin masih menyisakan tanda tanya besar.
Selain itu, wujud bitcoin juga masih belum jelas. Walaupun bitcoin sering dilukiskan menyerupai kepingan koin dengan lambang huruf B yang dibelah oleh dua garis, sampai sekarang, saya belum pernah melihat wujud fisiknya. Jadi, boleh dibilang kalau bitcoin itu sesuatu yang tidak nyata; tidak bisa disentuh dengan tangan seperti koin-koin lain. Ia hanya nyata di dunia maya, tidak lebih.
Hal lain yang juga membingungkan ialah fungsi bitcoin. Awalnya, bitcoin dianggap sebagai alat tukar, seperti mata uang pada umumnya. Namun, belakangan, bitcoin menjadi komoditas yang ramai diperdagangkan. Perannya sebagai alat tukar kemudian jauh berkurang. Apalagi, setelah sejumlah negara, seperti Tiongkok dan Rusia, melarang bitcoin dijadikan alat tukar.
Hal itulah yang kemudian menyebabkan bitcoin kehilangan fungsi utamanya; ia hanya menjadi barang dagang yang tak punya kegunaan apapun. Jadi, kalau tak bisa dipakai sama sekali, untuk apa orang-orang tertarik membelinya?
Atas dasar itulah, saya kemudian mantap meninggalkan dunia bitcoin. Amat berisiko kalau saya terlalu lama bertransaksi bitcoin. Seperti kata Warren Buffett: "Risiko muncul saat kita tidak tahu apa yang kita lakukan."
"Masa Pensiun" Bitcoin?
Kini bitcoin memasuki tahun kesepuluh. Tidak ada seorang pun yang bisa memprediksi arah perkembangannya pada masa depan. Bisa jadi, ia akan segera menemui "ajal"-nya, lantaran nilainya terus melorot dan masyarakat sudah kehilangan minat terhadapnya. Sebuah akhir yang "tragis" untuk si "primadona"!
Namun, bisa pula, bitcoin hanya akan "tidur" sementara, seperti tuan putri dalam dongeng, dan suatu saat nanti, ketika kondisinya tepat, ia bisa bangkit kembali seperti tahun-tahun sebelumnya. Siapa yang tahu?
Makanya, sepertinya terlalu cepat kalau kita bilang bitcoin sudah menapaki "masa pensiun"-nya. Sebab, nilainya masih besar di pasaran dan masih ada yang memperdagangkannya sampai sekarang. Ia masih "berdenyut", biarpun separuh "jiwa"-nya telah hanyut.
Salam.
Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H