Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Energi Baik" (Mampu) Menangkal Kesepian?

8 Agustus 2018   10:09 Diperbarui: 8 Agustus 2018   10:16 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak-anak panti asuhan tampak antuasias menyentuh kepala barongsai (sumber: dokumentasi adica)

Sewaktu membaca artikel ini, apakah kamu sedang merasa kesepian? Saya harap tidak. Mohon maklum kalau saya mengajukan pertanyaan itu di awal artikel. Sebab, menurut beberapa sumber yang saya baca, kesepian telah menjadi "penyakit akut", yang menjangkiti mayoritas masyarakat zaman now. 

Walaupun kini telah terkoneksi internet, ternyata kita belum lepas dari yang namanya kesepian. Kita masih bisa merasa sepi di tengah hiruk-pikuk pertemanan di dunia maya. Sungguh sebuah "anomali"!

Sebelum berbagi lebih lanjut, izinkan saya bertanya lagi. Sebetulnya apa sih kesepian itu? Pertanyaan itu tentu sulit dijawab. Sebab, kesepian berada di wilayah "rasa", bukan "logika". 

Ia sulit dibahasakan. Namun, ia masih bisa diungkapkan dalam sebuah deskripsi. Begini. Pernahkah kamu merasa "sendirian" sebab tak ada seorang pun di sekitarmu yang memerhatikan, menyapa, dan menanyakan kondisimu?

Pernahkah kamu merasa tak ada seorang pun yang memahami dirimu, keinginanmu, dan kemauanmu? Pernahkah kamu sebal, sewot, dan marah kepada orang-orang di sekelilingmu sebab kamu merasa berjuang seorang diri? Itulah wujud nyata dari kesepian, yang sering "menghantui" hati orang-orang, termasuk saya pribadi.

Kemudian, timbul pertanyaan lain yang mungkin jauh lebih penting. Bisakah kita menangkal kesepian? Saat mendapat pertanyaan itu, pikiran saya langsung "terpental" pada "rumus kebahagiaan" yang disampaikan Martin Seligman. Kalau bicara soal kebahagiaan, Seligman memang tokoh penting. Namanya sering disebut dalam sejumlah jurnal psikologi, khususnya yang membahas psikologi positif.

Maklum saja, Seligman dianggap telah memberi "warna" tersendiri dalam jagat psikologi. Lewat serangkaian penelitiannya, ia menunjukkan bahwa psikologi tidak melulu membahas soal penyakit mental yang dialami manusia, tetapi juga perlu mengupas emosi positif dalam diri manusia, seperti kebahagiaan. Baginya, topik tentang kebahagiaan jauh lebih menarik "dibedah" daripada kesedihan semata.

Pada tahun 2002, Seligman menerbitkan buku Authentic Happiness. Dalam buku itu, ia menjelaskan kebahagiaan ialah emosi alamiah manusia. Kebahagiaan terjadi oleh beberapa sebab. Satu di antaranya ialah kebaikan hati (virtue). Menurut Seligman, kebahagiaan yang asli akan muncul manakala kita berbuat baik kepada orang lain.

Sampai di situ jelas tak ada yang membantah argumen tersebut. Sebab, memang demikianlah adanya. Kebaikan ibarat "pompa" yang mengembangkan kebahagiaan di hati kita.

Semua jenis kebaikan berlaku sama. Sekecil apapun kebaikan yang diberikan, tetap saja itu akan "menerbitkan" kebahagiaan, dan kebahagiaan itu bisa "bercokol" lama di dalam kesadaran manakala kita mengenangnya. Buktinya, saya masih ingat kebaikan-kebaikan sederhana yang pernah saya lakukan.

Saya ingat pernah memberikan kebaikan kecil kepada orang lain beberapa bulan lalu. Pada sebuah sore yang cerah, sambil naik motor, saya melewati sebuah toko cat yang sudah tutup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun